Zoya berangkat ke sekolah lebih awal, bahkan Raksa tidak sampai bertemu dengannya saat akan ikut sarapan bersama keluarga Pyralis.
Pagi itu, Zoya memaksakan bangun sangat pagi, meskipun tubuhnya masih terasa lelah dan masih mengantuk. Dia tidak membawa bekal seperti biasa, hanya langsung bersiap lalu berangkat dengan diantarkan sopir. Saat mamanya bertanya, dia menjawabnya dengan alasan ada tugas yang akan dikenakannya bersama teman.
Itu yang dikatakannya pada mamanya, padahal yang sebenarnya dia meminta sopirnya menuju ke sebuah restoran. Dia sudah memesan makanan semalam, dan pagi ini tinggal mengambilnya.
"Pak, kita ke rumah teman saya dulu ya!" Zoya sudah mendapatkan makanan pesannya, juga dengan minumannya.
Zoya, apa yang sedang kamu lakukan? Dia bahkan tidak bisa menjawabnya, hanya merasa ingin melakukan ini seperti kata hatinya.
Ribuan kali dia selalu bilang untuk tidak akan lagi memperdulikan keberadaan laki-laki itu, tapi setiap kali dia mencoba, pasti akan berjalan seperti sebelumnya. Terus saja begitu, seolah-olah dia memang tidak diizinkan mengubah kisahnya di bagian itu. Apakah benar begitu? Atau memang dirinya sendiri yang tidak bisa?
Kebingungan itu kini membawanya berdiri di depan sebuah pintu unit apartemen milik Lander. Gila! Zoya mengejek kebodohannya sendiri.
Semalam dia bertanya dengan Navo tentang cidera yang dialami Lander. Navo menceritakan jika Lander terluka pada bagian bahunya. Tidak bisa dikatakan parah, tapi dokter menyarankan untuk tidak menggerakkan bagian bahunya dulu, sampai cideranya membaik.
Memikirkan jika Lander hanya tinggal sendirian, Zoya jadi merasa agak khawatir. Bagaimana jika laki-laki itu butuh pertolongan, tapi tidak ada yang memperhatikannya? Dirinya tidak ingin perduli dan juga tidak ingin dianggap menyukainya lagi. Karenanya, dia tidak membicarakan tentang niatnya datang pagi ini ke apartemen Lander pada siapapun. Bahkan pada mamanya pun tidak. Dia muak disalahpahami.
Meletakkan makanan di depan pintu, Zoya mengambil catatan yang telah dia siapkan sebelumnya. Agak ragu, tapi pada akhirnya dia tetap berjongkok dan meletakkan catatan itu ke dalam bungkusan makanan.
Mengetuk pintunya beberapa kali, setelah memastikan kalau Lander pasti mendengarnya, dia buru-buru berlari menuju lift dan masuk ke dalamnya. Memencet tombol lantai dasar dan berharap rencananya berhasil.
Saat ini, Lander baru membuka pintunya dan menemukan bungkusan di dekat kakinya. Melihat sekeliling, dia tidak menemukan siapapun. Mengintip isi di dalam bungkusan, Lander tahu itu berasal dari restoran, tapi dia tidak memesan makanan apapun. Dan kenapa kurirnya juga tidak menunggunya membuka pintu dan langsung pergi?
Lander mengambil bungkusan itu dengan tangan kanannya, masuk dan menutup pintunya kembali dengan kakinya. Karena tangan kirinya untuk sementara waktu tidak boleh digerakkan, agar tidak ada pergeseran lagi pada bahu kirinya. Dia pun sudah cukup terbiasa dengan keadaan itu.
Alasan sebenarnya Lander tidak pergi ke sekolah kemarin dan hari ini adalah karena Demam. Cidera di bahunya benar-benar sangat menyakitkan, sampai mempengaruhi kondisi tubuhnya. Dia demam dan dokter bilang itu adalah reaksi yang wajar.
Lander menaruh bungkusan di atas meja. Dia lebih dulu mengecek ponselnya. Kalau saja dia memesan makanan tanpa sadar semalam. Tapi seperti dugaannya, dia tidak melakukannya.
Melihat pada bungkusan di atas meja, Lander akhirnya berpikir itu mungkin saja dari penggemar. Karena sejak dia memenangkan pertandingan waktu itu, beberapa orang yang sudah menonton pertandingannya memberikan ucapan selamat dan harapan agar dia baik-baik saja. Karena di akhir pertandingan, dia hampir tidak bisa melanjutkannya, karena cidera dan pada akhirnya di menit-menit terakhir dia diistirahatkan, digantikan oleh pemain cadangan. Beruntung, perbedaan poinnya dengan lawan cukup jauh, Timnya bisa menang.
Mengeluarkan satu-persatu makanan dari bungkusan plastik, dia menemukan banyak makanan enak dan mahal. Olahan ikan salmon, ada makanan dari umbi yang terlihat enak, dan makanan berkuah dalam wadah bulat. Bahkan ada buah-buahan yang sudah dipotong juga. Minuman ada jus alpukat, ada s**u, dan yang terakhir Lander menemukan secarik kertas yang hampir saja dia tinggalkan di dalam bungkusan.
Membaca tulisan pada kertas tersebut, Lander semakin memiliki kerutan dalam diantara alisnya. Siapa pengirim makanan ini?
"Ini tidak beracun, aku orang baik. Hubungi aku di nomor ini 08xxxxxxxxxx, aku akan menjadi malaikat untukmu. Katakan apapun yang kamu butuhkan, aku akan membawanya padamu! Semoga cepat sembuh!"
Dalam barisan kalimat tersebut, Lander yakin pengirimnya pasti orang yang memiliki sikap cukup dewasa. Dalam setiap katanya benar-benar dituliskan dengan baik. Tidak ada kalimat paksaan, tidak ada juga pertanyaan.
"Siapa dia?" Lander diam-diam menaikkan ujung bibirnya membentuk senyuman.
Dia tidak langsung menghubungi nomor itu. Sebaliknya, dia tidak terlalu peduli. Meskipun sebenarnya agak penasaran apalagi yang akan dilakukan pengirim itu untuknya, jika dia tidak mencoba menghubunginya.
—
Di sekolah, Zoya mengikuti pelajaran seperti biasa, tapi dia hampir tertidur di jam mata pelajaran terakhir. Sangat tidak bisa ditahan, padahal dia telah meminum kopi saat jam istirahat tadi.
"Zoya, Lo beneran ngantuk ya? Mau numpang tidur di ruang kesehatan?" Tisa memang terlihat sangat pengertian, tapi Zoya tahu Tisa hanya bosan dengan pelajarannya dan ingin mencari alasan untuk keluar kelas.
Mendapatkan tawaran itu, Zoya tidak tertarik. Tinggal tiga puluh menit lagi jam pulang. Setengah jam saja tidak cukup. Lagipula, setelahnya dia harus pergi ke tempat les. Lebih baik jika tidak tidur sekalian.
"Gak mau ah. Nanggung banget elah!" Zoya akhirnya diam-diam mengeluarkan ponselnya, bermain-main dengan benda itu biasanya cukup menghibur. Sekalian, dia ingin mengecek pesan di nomor baru yang dia pasang di ponselnya. Tapi tidak ada pesan dari siapapun. Siapa yang dia harapkan? Karena hanya sayu orang yang dia beritahukan tentang nomor itu.
"Lo nunggu chat siapa?" Tisa sudah memperhatikan, jika sejak tadi Zoya terus mengecek ponselnya dan tidak terlihat melakukan apapun, kemudian menutupnya kembali.
"Dari Ariel. Eh gue dah bilang belum, dia baru adop pudel baru ada masih akan menambah lagi!" Saat menyebutkan nama Ariel, Zoya jadi ingat dengan si putih.
"Udah, Lo bilang kemaren!"
"Zoya, Tisa, kalian bisa keluar jika ingin mengobrol!" Guru menegur.
Semua mata langsung tertuju pada keduanya. Zoya tersenyum dan meminta maaf. Yah, tidak ada yang bisa marah, jika sudah mendapat senyum semanis itu. Hati semua orang langsung berbunga, rasa bosan dan kantuk juga langsung lenyap.
Alam menjadi salah satunya. Dia juga terpesona dengan betapa cantiknya wajah gadis itu. Baginya, atau mungkin juga bagi semua orang, apapun yang dilakukan Zoya selalu terlihat cantik. Sayangnya, Alam tidak ingin menunjukkan ketertarikannya secara terang-terangan. Saat orang-orang memuji kecantikan gadis itu tanpa malu, dia tidak bisa. Bukan karena malu, tapi karena tahu diri.
Pelajaran itu selesai, semua anak bisa langsung pulang setelah guru keluar. Tapi ketua kelas menahan mereka. Guru tadi meminta mereka untuk mengunjungi Lander. Bagaimanapun, Lander adalah anak emas bagi para guru. Cideranya juga setelah kemenangan tim basket dengan membawa nama sekolah. Jadi setidaknya teman sekelasnya harus datang menjenguk.
"Gue males ah, mending juga gue nge-game di rumah!"
"Gue juga males, orang sok kayak dia. Ogah!"
Ketua kelas tidak memaksa yang tidak mau, tapi tetap harus ada perwakilan. Akhirnya beberapa orang dipilih untuk tetap ikut.
"Gue gak bisa. Gue harus kerja!" Alam menolak, dia juga tidak terlalu menyukai Lander, selain kesibukannya dia memang tidak berniat ikut.
Zoya menatap laki-laki yang baru saja bicara. Dia tersenyum padanya, saat Alam menoleh ke arahnya. Tapi laki-laki itu hanya tersenyum tipis dan pergi membawa tasnya keluar kelas.
"Lo ikut juga?" Tisa bertanya pada Zoya, dia pikir Zoya juga pasti ikut. Tapi dugaannya salah, Zoya menggeleng.
"Gue gak bisa!"
Semua orang juga melihat pada Zoya. Mereka pikir Zoya juga pasti akan ikut. Ternyata tidak, padahal Zoya dulu adalah orang yang selalu peduli dengan hal apapun yang terkait dengan Lander.
Zoya meminta maaf pada ketua kelas. Dan tentu, ketua kelas memakluminya. Kemudian Zoya berbisik pada Tisa, baru setelah itu dia membawa tasnya keluar. Meninggalkan orang-orang yang masih berdiskusi tentang siapa yang akan ikut.
"Dia tidak punya teman akrab!" gumam Zoya, karena hampir semua anak di kelasnya tidak terlalu menyukai Lander. Karena Lander adalah orang yang kompetitif dan kaku. Lander hanya mau bicara dengan baik pada orang-orang yang dianggapnya pintar. Seolah-olah yang tidak pintar bukan temannya.