Negosiasi pertukaran pengantin wanita

1031 Kata
"Maaf, aku tak bisa melanjutkan pernikahan ini," ucapan Mattew sungguh tak bisa di toleransi. Entah apa yang ia pikirkan, sehingga membatalkan pernikahan itu secara sepihak. "Kau pikir pernikahan ini mainan yang bisa kau atur sesuka hatimu?" berang lelaki paruh baya itu. "Awalnya aku memang berniat menikahi Rosa, tapi setelah melihat kejadian malam tadi, aku mengurungkan niatku." "M-maksudmu apa, Mattew?" Rosa terkejut, hingga membuatnya gugup. Harusnya ini hari spesial untuknya. Tapi, mengapa harus terjadi seperti ini? "Apa kau yakin? aku harus memberitahu ayahmu tentang apa yang aku lihat semalam?" "Nggak usah mencari alasan, bilang saja kalau kau sudah memiliki wanita lain? katakan, siapa wanita itu? siapa Matt!" Mattew tertawa miris mendengar ucapan Rosa, kemudian ia lantas menghampiri calon mertuanya itu dan memberikan gawainya, menunjukkan sebuah foto di galerinya. "Bukti ini sudah cukup kan, Om? jika Om merasa ini editan, aku akan menunjukan rekaman videonya." Jantung pria paruh baya itu terasa nyeri, sesak di d**a. Dia memegangi dadanya terlihat ekspresi wajahnya menahan malu sekaligus menahan sakit. "Pernikahan ini tidak boleh batal, aku tak ingin nama baik keluarga ini tercoreng, apa kata semua kolegaku?" pria itu berusaha untuk mengutarakan isi hatinya. Mattew yang melihat calon menantunya itu kesakitan, lantas mengutarakan tujuannya. "Jika Om tak ingin malu, Om bisa menukar Rosa dengan Vera." "Apa?" tanya terkejut Rosa di sertai dengan tamparan yang berhasil melayang di pipi tampan Mattew. Vera yang baru saja tiba, terkejut mendengar penuturan Mattew. "Kau pikir kami barang? bisa seenaknya kau tukar." lirihnya bertanya dengan suara bergetar. Mattew dengan marah menampar kembali Rosa dengan brutal. Ia bahkan menunjukkan video yang berhasil ia rekam. Tak berhenti disitu saja, Mattew bahkan menjambak rambut Rosa hingga wanita itu meringis kesakitan ditambah dengan luka disudut pipinya. Pipinya memerah, terasa perih dan mungkin akan membengkak. "Cukup! hentikan!" Vera berteriak, menghampiri Mattew, mendorong tubuh pria b******k itu hingga melepaskan tarikannya pada rambut Rosa. "Kau bersedia menikah denganku, kan sayang?" tanya Mattew dengan tak tahu diri. Di tempat itu, hanya ada perias wajah, Mattew, Rosa, Vera dan sang ayah. Namun, teriakan Vera berhasil membawa beberapa tamu datang. Dengan cepat, sambil menahan nyeri di dadanya. Pria paruh baya itu menutup dan mengunci pintu ruangan itu. "Pa, kita kerumah sakit ya?" Vera menghampiri ayahnya. Namun, simpatinya tak diterima. Vera terjatuh, tubuhnya di dorong begitu saja. "Kau anak pembawa sial! kau hancurkan pernikahan adikmu. Kau... aku menyesal, kenapa tak ku biarkan saja kau berada disana!" Lelaki itu meradang menahan nyeri, sakit yang teramat dalam. "Maksud Papa, aku bukan anak kandung Papa?" tanyanya pilu, berharap jawabannya tidak. "Itu benar, kau hanya kakak tiri yang tak tau berterima kasih." timpal Rosa dengan luka lebam di pipinya. "Apa begini caramu membalas budi? hah!" amuknya, kemudian terjatuh dilantai sembari memegangi dadanya. "Pa," Vera menghampiri dan ingin menolongnya. "Per-gi."ucap pria itu kemudian tak sadarkan diri. "Papa, bangun Pa." Rosa menangis memangku kepala sang ayah. "Kau nggak mendengar ucapan Papa? Pergi!" Vera bangkit, mundur selangkah lalu mematung dengan tubuh gemetar. Rasanya ia ingin sekali marah, karena mengetahui bahwa dirinya selama ini bukanlah anak kandung dari pria yang telah membesarkannya. Namun, disisi lain Vera justru merasa bersalah karena dirinya lah sang ayah kini tak sadarkan diri. Tiga puluh menit, akhirnya pria paruh baya itu kini sudah mendapat penanganan dirumah sakit. Vera tetap setia berada disana bersama Mattew dan juga Rosa. Rosa terus saja menyalahkan Vera. Akan tetapi, selalu ada Mattew yang membelanya. Meski Vera tak meminta hal itu. Dokter pun keluar, "pasien menderita penyakit jantung koroner," kata dokter spesialis jantung. Vera dan Rosa sangat terkejut, selama ini ayah mereka tak pernah mengeluh akan hal itu, bahkan terlihat sehat. "Harus dilakukan operasi bypass koroner pada pasien." ucap sang dokter menambahi. Tanpa pikir panjang, Vera berucap. "Lakukan apapun yang terbaik untuk keselamatan Papa Dok, berapa pun biayanya." Rosa menarik Vera dengan cepat, membuat Mattew menaruh curiga. "Apa kau gila? uang dari mana untuk biaya operasi Papa?" tanya Rosa berbisik kesal. "Biar ini menjadi urusanku," tegasnya dan kembali menghampiri sang dokter. "Saya mohon Dok, lakukan apapun yang terbaik untuk kesembuhan Papa saya," pinta Vera kembali dan Rosa hanya memantau saja. Tak lama berselang Vera lantas terduduk, bingung. Meski ia memiliki tabungan, tapi banyak hal yang harus ia perhitungkan. Terlebih, ia harus pergi untuk membesarkan anaknya. Sudah pasti biaya yang ia butuhkan juga tidak sedikit hingga melahirkan dan bisa bekerja kembali. 'Untuk saat ini keselamatan Papa yang terpenting,' tekadnya melunasi biaya pengobatan ayah tirinya itu. Mattew yang sedari tadi mengikuti Vera diam-diam. Nampaknya mempunyai ide untuk membuat Vera menyetujui keputusannya, menukar calon pengantin. Akhirnya, setelah pelunasan dokter melakukan tindakan operasi pada pasien. Cukup lama waktu yang dibutuhkan hingga pria paruh baya itu selesai di operasi. Dalam keheningan malam, Vera berpikir bahwa ini waktu yang tepat untuk dirinya pergi, berpamitan dengan ayahnya setidaknya bisa membuat dirinya merasa lebih baik, walau pria itu belum sadarkan diri. Vera tak ingin mengulur waktu lebih lama lagi. Beruntung, tak ada Rosa disana. Vera langsung duduk dan memegangi tangan ayahnya. "Pa, terima kasih sudah membesarkan ku dengan caramu, walau pada akhirnya aku baru mengetahui kenyataan bahwa kau bukanlah ayah kandungku, tapi aku tetap menyayangimu," Butiran bening itu tumpah membasahi pipinya, sesekali Vera terisak. "Maafin aku yang hanya bisa memberikan biaya pengobatan untuk Papa, sehat ya Pa, maaf juga karna aku harus pergi," Vera lantas mengecup punggung tangan pria itu dengan tangis dan senyum perpisahan. Wajah pria itu tampak pucat, namun tetap tampan di pandang mata Vera. Vera pergi dengan salam perpisahan, "jaga diri Papa, aku harap Papa bisa segera pulih, aku sayang Papa," Dia memakai kaos dengan celana jeans di padukan dengan jaket jeans senada dengan celana yang ia pakai. Tiket kereta sudah berada di tangannya, tak banyak pakaian yang ia bawa, tabungan juga menipis. Namun, dia harus tetap pergi. Dia tak ingin membuat masalah baru yang akan membuat kesehatan ayahnya semakin memburuk. Vera melangkah, memesan taksi hingga ke stasiun. Air matanya menetes, ia tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Kepergiannya bukan semata karena kegagalan pernikahan sang adik. Melainkan masalah akan semakin rumit jika ia tetap tinggal Sesampainya Vera di stasiun, tiba-tiba saja sebuah tangan mencegahnya, menggenggam pergelangan tangannya, membuat mata Vera melotot tak percaya. "Apa yang kau lakukan?" tanya Vera terkejut. Sementara seseorang itu hanya diam sembari terus menariknya. "Sebenarnya apa yang kau inginkan? lepaskan aku, sakit... ku mohon berhenti!"

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN