Pactum | 6

1229 Kata
Jam tujuh malam Kenan baru saja selesai dengan pekerjaannya, dia sengaja lembur karena pekerjaan yang begitu banyak menunggu untuk dia selesaikan dalam waktu cepat. Pria itu memenuhi hari-harinya dengan bekerja, selalu dengan semua berkas-berkasnya. Tiada hari tanpa bekerja keras. Kenan terlalu candu akan kesibukannya. Sampai Natasya kadang mengatai jika Kenan pria yang datar dengan segudang kemiskinan perhatian dan keromantisan, pantas saja tak ada wanita yang benar-benar betah untuk mencintainya. Benar ternyata, yang tampan dan mapan akan kalah dengan yang perhatian dan meluangkan banyak waktunya. Rasa nyaman tidak bisa dibeli dengan uang soalnya. Apalagi wanita seperti Natasya, dia tipe wanita yang senang dengan pria hangat, manis, dan pengertian. Namun kriterianya itu seketika terhempas, berbanding terbalik dengan apa yang ada di diri Kenan, herannya mereka malah berjodoh. Sungguh tidak masuk akal. Inilah kenyataan, kejam sekali. Kenan mengecek tabletnya kembali, apakah Natasya sudah berada di rumah atau belum. "Putar balik, kita ke toko bunga Tasya." Kenan berucap pelan, Damian langsung mengangguk tanpa bertanya kenapa atau sebagainya. Jika sudah demikian, berarti Damian paham bahwa Natasya akan berulah lagi. Tidak ada habis kelakuan gadis itu, selalu ingin menyulut emosi Kenan. Sesampainya di toko bunga, Kenan langsung masuk ke dalam sementara Damian memilih menunggu di luar, berdiri tegap layaknya seorang bodyguard yang terlatih dengan baik. Matanya yang tajam dan sinis selalu awas, tidak boleh ada sedikit saja kejahatan di daerah mereka. Jika ada yang mengintai, habis duluan di tangan pria bertubuh besar dan berotot itu. Sesuai jadwal hari biasa, toko Natasya Florist akan tutup jam delapan malam. Namun ketika akhir pekan, toko lebih lambat buka dan lebih lambat tutup satu jam. "Selamat malam, Pak. Ada yang bisa kami bantu? Ingin mencari rangkaian bunga yang seperti apa?" tanya salah seorang karyawati dengan begitu ramah, dia sedang berada di balik kasir. Semua karyawati memakai seragam senada, berwarna lilac dengan bordir nama toko di bagian dadanya. Untuk bagian kepala, para karyawati ada yang memakai bando atau jepit rambut hias dengan warna senada dengan pakaian mereka. Kenan akui, dari pelayanan dan penataan toko begitu teratur dan rapih. Maklum, Natasya seseorang yang selalu ingin kesempurnaan dalam hal apa pun. Kenan tidak tersenyum, wajahnya masih datar sesuai ciri khas dirinya. "Saya ingin bertemu Natasya." "Nona Tasya sedang berada di tempat, Pak. Tetapi sekarang lagi kedatangan tamu di ruang pribadinya. Mungkin Bapak bisa tunggu sebentar di kursi tamu sementara kami memberitahu Nona Tasya dulu jika ada yang ingin bertemu dengannya." Kenan mengangguk singkat, dia mengambil duduk di salah satu sofa yang juga berwarna lilac. Kenan baru tahu, atau mungkin baru sadar ... jika Natasya menyukai warna manis yang satu ini. "Bapak namanya siapa?" "Bilang saja, Kenan menunggu." Karyawati itu mengangguk paham, dia segera berlalu menuju ruangan Natasya. Setelah ketukan yang kedua, dia baru berani membuka pintunya. "Maaf mengganggu, Nona. Di luar sedang ada yang menunggu, katanya 'Kenan menunggu'." Diakhiri dengan anggukan sopan dan ramah kepada Natasya juga seseorang lelaki yang sedang bersamanya. Mata Natasya melebar sempurna. Dia langsung kalang kabut mencari cara agar tidak mempertemukan Kenan dengan Farel--kekasihnya yang baru saja dia kencani satu bulan belakangan. Farel adalah kakak tingkatnya di kampus, ketua BEM yang menjadi incaran banyak cewek. Lelaki bermata sipit dengan perawakan sangat keren, badan tinggi penuh kelakian dengan gaya rambut kekinian semakin menambah pesonanya. "Sayang kamu tunggu di sini dulu ya, aku keluar sebentar." Farel mengangguk, dia mempersilakan dengan tidak menaruh curiga sedikit pun. Natasya menggerutu kesal sepanjang langkahannya menuju tempat di mana Kenan berada. "Mau apa lagi sih, Om?" tanya Natasya dengan memanggil Kenan Om. Hal ini dia lakukan agar para karyawatinya tidak menerka-nerka sembarangan siapa Kenan, semua orang tidak ada yang tahu pernikahannya--kecuali Ratih. Kenan sempat kaget, namun mencoba mengerti. Mungkin memang belum saatnya pernikahan ini diketahui orang luar. "Pulang." Kenan berkata pelan namun tatapannya menyirat ketegasan yang memberitahu jika Natasya dilarang menolak. Ini perintah, Natasya harus segera pulang, sudah malam. Kenan tidak terlalu senang ada wanita yang berkeluyuran di luar rumah sementara hari sudah malam begini. Dulu Kenan pernah berharap kepada Tuhan untuk menghadirkan istri seperti malaikat untuknya. Yang menyiapkan segala kebutuhan Kenan, mengantar saat akan berangkat kerja, menyambut saat pulang kerja, serta menghabiskan banyak waktu berdua dengan segala kebahagiaan. Tidak banyak yang tahu, meski sangat datar dan tak tersentuh ... Kenan amat sangat penyayang orangnya. Tergantung dari bagaimana kita ingin melihat sisi Kenan yang seperti apa. Kejam dan cuek, ayo. Penyayang dan penuh cinta, juga ayo. Kenan hanya mengikuti. Bisa-bisa kita saja mengambil hati pria itu. Natasya mencebikkan bibir, mendelik tidak suka. "Aku akan pulang ketika toko tutup." "Setengah jam lagi toko tutup, apa tidak bisa pulang lebih cepat?" Mata Natasya menyipit, dia tidak suka bertengkar di sini. Bukan tempat yang benar. Coba saja kalau mereka sedang berada di rumah, baru Natasya akan teriak dan mencak-mencak gimana pun saat tak terima dengan perlakuan Kenan. "Jangan memaksa, bisa?" Natasya berucap pelan, namun setiap kata yang keluar dari mulutnya penuh penekanan. "Perlu saya seret dan memberitahu dunia jika kamu istri saya?" "Tidak!" pekik Natasya cepat dan spontan. Dia langsung balik kanan, artinya setuju dan menuruti kata-kata Kenan--mereka akan pulang bersama. Tidak lama, Kenan menerima pesan dari Natasya. "Oh ternyata wanita itu menyimpan nomornya?" tanya Kenan dalam hati. Kalau tidak, dapat dari mana nomor dirinya kan? Natasya: Aku sedang kedatangan seseorang, bersikaplah seolah kamu beneran Om-ku. Mengerti kan?! Kenan hanya membaca, kemudian kembali memasukkan ponsel hitam tersebut ke dalam kantong yang berada di bagian dalam jas kerja mewahnya. Tidak lama, Natasya keluar bersama Farel. Wanita itu dengan berani menggandeng Farel di hadapan seorang Kenan--suaminya. Wow, Natasya sangat hebat! Patut diacungi jepol kenekatannya. "Om Ken, kenalin ini Farel, kekasih aku." Lalu pandangan Natasya beralih pada Farel. "Sayang, kenalin ini Kenan--Om aku." Farel tidak sama sekali mendapat keanehan. Dia menjabat tangan Kenan dengan baik layaknya orang dewasa berkenalan. "Farel." Kenan membalas singkat. "Kenan." Farel melingkarkan lengan posessif pada pinggang Natasya, kemudian melangkah ke luar duluan. Kenan tersenyum miring melihat pertunjukan yang menurutnya luar biasa. Baru kali ini Kenan benar-benar tidak dianggap keberadaannya. Seorang Kenan, terabaikan. "Kamu beneran nggak pulang bareng aku aja, Sayang?" tanya Farel memastikan sekali lagi. Damian melebarkan mata di balik kacamata hitamnya. Natasya memiliki kekasih? Kemudian dia menoleh ke arah Kenan yang nampak biasa saja. Damian tersadar, kemudian lekas dia bergerak membukakan pintu mobil untuk Kenan. "Beneran. Aku dijemput dia. Resek emang, mungkin Papi yang nyuruh." Natasya mengangkat bahu. Aktingnya juara! Farel mengangguk, dia mengusap puncak kepala Natasya. "Kamu hati-hati di jalan, nanti kalau sudah sampai jangan lupa kirim pesan." "Oke!" Setelah itu Natasya melambaikan tangannya ke arah Farel, melangkah menuju Damian yang sudah siap dengan pintu mobil terbuka. Natasya duduk di samping Kenan. Sebelum Kenan bersuara, Natasya mendahuluinya. "Jangan komentar apa pun, aku nggak mau denger! Terserah aku mau gimana, aku sayangnya sama Farel bukan sama kamu. Siapa suruh kamu nikahin aku?" Bibir Natasya mengerucut, matanya memutar malas. Damian hanya bisa mendesah dalam hati mendengarnya. Salah besar jika Natasya bermain-main dengan Kenan. Benar saja pria itu banyak diam dan membiarkan saja Natasya mau seperti apa bersikap, tapi otak dan prinsipnya berjalan lebih jauh dan cepat dari yang Natasya pikirkan. "Kalau toko bunga kamu gulung tikar gimana ya? Sepertinya seru juga bermain-main dengan yang satu ini." Mata Natasya melotot, Kenan berucap santai tanpa menatap ke arahnya. Namun mampu membuat jantung wanita itu seakan jatuh ke perut. Seperti ini balasan untuknya? Kenan keterlaluan! Toko bunganya tidak boleh gulung tikar, Kenan tidak setega itu kan? Sungguh, toko bungs itu ibarat nyawa bagi Natasya. "Kenan jahat!" teriak batin Natasya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN