7. Aku memang senang kamu terkapar begini.

2226 Kata
"Kamu hebat Zen, kamu memanfaatkan seluruh potensi yang ada pada dirimu dengan baik. Aku rasa Aliansi paraNORMAL menemukan seorang negosiator yang hebat." Perkataan Runa yang terus-menerus terngiang dipikiran Zen membuat rasa bangga terus menyeruak dari hatinya. Pujian Runa membuat Zen tersenyum penuh kebanggaan. "Dia kelihatan senang sekali! Ya, dia memang pantas untuk dipuji," gumam Runa yang ikut tersenyum manis melihat reaksi Zen. "Aku rasa kamu tetap harus tahu ini Zen, meski aku sudah meminta maaf padamu. Meski hantu cermin itu hantu biasa tetap saja kamu yang tidak tahu apa-apa sebelum menghadapinya juga bisa ikut dalam keadaan bahaya. Kamu bisa saja, jadi seperti Linda dan para korban lainnya. Kamu membaca berkas mereka kan?" "Hantu Cermin sama sekali tidak memiliki bentuk. Ia menirukan bentuk yang ada di hadapan mereka. Membuat kita yang ada di hadapannya terpesona dengan diri fisik kita." "Seperti umumnya hantu cermin. Ia akan menggoda mangsanya dengan pesona terbaik yang dimiliki oleh magsanya. Aku mendengar bisikan mu yang berulang kali itu, Zen! Saat kamu begitu larut dalam pesona bola matamu. Linda dan yang lainnya juga begitu. Jika kamu sempat larut dalam godaan makhluk tersebut. Kamu akan bernasib sama dengan korban lainnya." Runa pun menarik nafas dalam. "Kondisi kesehatan mental mereka semakin terpuruk dan terganggu. Mereka yang pernah terbawa oleh makhluk gaib akan kesulitan bertahan di dunia nyata lagi nantinya. Ingat baik-baik itu Zen." "Meski kita paraNORMAL dan bisa mengembalikan semua keadaan menjadi normal. Tapi, kita tidak akan pernah bisa memperbaiki hati dan pikiran manusia yang telah di rusak makhluk gaib," lanjut Runa menjelaskan. Zen terdiam sejenak. Ia jelas tampak larut dalam pikirannya. Meski hal itu adalah suatu yang cukup berat namun Runa merasa kali ini adalah hal yang benar yang telah ia lakukan. Zen harus benar-benar paham mengenai makhluk gaib. "Kita tidak bisa apa-apa pada para korban. Kita hanya bisa meringankan sedikit beban mereka dengan melenyapkan makhluk gaib yang mengganggu mereka, menghapus jejaknya agar ia tidak mengingat saat bersama makhluk gaib, atau di saat mereka dibawa ke sarang makhluk tersebut. Semua kenangan pahit itu sirna seiring dengan meleburnya makhluk yang bersangkutan." Suasana kafetaria yang riuh, musik yang mengalun terdengar samar oleh Zen dan Runa. Keduanya larut dalam pikiran mereka masing-masing. "Ada yang ingin kamu tanyakan lagi. Aku juga tidak terlalu ahli mengurusi anak baru. Mungkin masih banyak materi yang terlewat dari aku. Aku tidak akan dengan gegabah membiarkan kamu menghadapi mahkluk gaib sendirian lagi." Runa tampak menyesali apa yang telah ia lakukan sebelumnya. "Hmmm.. aku penasaran. Dari mana kita ketahui jika makhluk gaib yang kita hadapi itu kelas atas atau bukan?" tanya Zen. "Ah, tadinya aku akan menunjukkannya saat kita bertarung lagi nanti. Tapi kamu sudah menanyakannya terlebih dahulu." "Makhluk gaib membutuhkan energi. Energi tersebut pasti terpancar dari wujud mereka. Pancaran energi tersebut membentuk aura yang juga bisa kita lihat. Semakin terang maka makhluk tersebut semakin lemah. Warna yang gelap dan pekat bertanda jika mereka jauh lebih kuat." Runa menjawab pertanyaan Zen. Merasa Zen paham atas materinya kali ini. Runa mengajak Zen untuk melakukan pelatihan selanjutnya. "Ya sudah, sekarang kita tentukan level kamu dulu. Kamu ingat kan waktu itu kamu bertanya kenapa aku tidak ada partner dan mengatakan jika aku adalah level S," ungkap Runa yang disambung anggukan kepala Zen. "paraNORMAL terbagi ke dalam beberapa level. Level S, Level A, B, dan C. Kamu tidak memiliki level karena belum dilakukan pengecekan. Hhmmm.. kita cek sekarang saja, ayo!" ajak Runa dan mereka pun bangkit dari kursinya. Zen berjalan mengikuti langkah Runa. Masih di dalam apartemen tersebut, Asrama paraNORMAL yang sangat mewah dan tidak cocok dengan nama sebutannya asrama. Runa langsung berlari menghampiri Zen yang terlihat dari ujung koridor. Ia meninggalkan Zen yang bahkan tidak tahu apa-apa tentang tujuan mereka. "Renji ... sudah lama menunggu. Maaf kami telat. Kami baru selesai materi tadi di kafetaria," ucap Runa begitu berada di hadapan Renji. Senyuman cerah dari Runa dan Renji. Entah mengapa membuat Zen sedikit kesal. Mungkin karena pertemuan pertama Zen dan Renji yang sedikit tidak menyenangkan, atau karena senyuman Renji yang disambut hangat oleh Runa. "Hey, anak baru. Cepat." Renji memanggil Zen yang masih melangkah perlahan di belakang. "Aku dengar kamu tadinya paranormal gadungan. Kita lihat semana kemampuan mu di paraNORMAL sesungguhnya." Renji langsung mengeluarkan kata-kata tidak bersahabat begitu Zen tiba di hadapan mereka. "Run, kenapa dia juga ikutan sih. Kamu bilang, kamu yang akan melatih aku! Kenapa dia juga ada di sini." Zen yang menolak kehadiran Renji itu pun kesal. "Aku yang memintanya. Aku tidak punya cukup waktu untuk melatih kamu. Kita harus bekerja secepat mungkin. Kamu harus secepat mungkin menyelesaikan pelatihanmu Zen." Runa menegaskan. Melihat Runa yang serius. Zen akhirnya hanya bisa menurut saja. Sedangkan Renji tersenyum licik. Zen merasa jika Renji akan bersikap keras pada pelatihannya, dan membuat Zen merasa sedikit was-was. "Baiklah, kita mulai dengan pemilihan senjata!" seru Runa. Mendengar kata senjata Zen jadi mengingat pertempuran yang Runa lakukan. Saat pisau-pisau bertebaran dan melesat menghantam makhluk gaib yang terlihat keren. "Ayo!" Zen, Runa dan Renji menghampiri suatu ruangan. Begitu ruangan itu dibuka. Zen langsung menganga takjub. Berbagai jenis senjata berjejer rapih di ruangan tersebut. Mulai dari pisau kecil seperti milik runa, kapak, tombak, hingga senjata api. "Sudah cukup takjubnya. Kita langsung coba senjata apa yang cocok untuk mu," ucap Renji ketus. Renji menjelaskan jika Zen cukup dengan mencoba senjata yang ada kita bisa mengetahui senjata yang cocok untuk kita. Namun, impian Zen yang ingin tampak keren dengan senjata. Pupus total begitu ia mencoba seluruh senjata yang ada di sana tidak ada yang bisa ia kenakan. "Hahaha.." tawa Renji menggelegar. "Aku sudah menanti melihat mu menderita, tetapi aku tidak membayangkan jika kamu akan benar-benar semenderita ini Zen," kekeh Renji yang melihat Zen terkapar menatap senjata terakhir yang harus di cobanya. Setiap senjata yang tidak cocok dengan pengguna, akan membentuk energi yang berbenturan hasilnya Zen yang memegang senjata tersebut akan merasa penolakan energi yang cukup besar tergantung jenis senjatanya. Ia merasa tangannya nyeri dan nyaris putus. Pada senjata terakhir yang kini di hadapan Zen. Ia rasanya sudah tak ingin lagi mencobanya. Ia resah, bagaimana jika senjata tersebut juga tidak cocok di gunakan olehnya. "Kalau tidak ada yang cocok. Artinya tidak ada cara lain selain itu kan?" Renji menatap ke arah Runa. Sesuai dugaan. Senjata terakhir di ruangan itu tidak ada yang sesuai dengan Zen. Ia pun menyerah dan kini terduduk lemah di lantai. "Zen, kita tidak ada waktu. Ayo!" Runa menarik paksa Zen. "Senjata di gunakan sebagai perantara energi paraNORMAL. Tidak ada senjata artinya kamu tidak bisa bertarung dengan makhluk gaib Zen" Runa menjelaskan begitu melihat Zen sudah tidak bersemangat lagi. Zen benar-benar merasa energinya sudah terkuras habis, tubuhnya lemas, kakinya bahkan tidan kuat berdiri, ia hanya mrngikuti langkah Runa bak terseret arus dalam sungai. Zen kini paham, arti senyuman licik Renji yang tadi dilihatnya. Bahkan Renji masih terkekeh geli melihat Zen yang tidak berdaya. Ia juga kini mengerti kenapa Runa mengatakan jika hari ini akan menjadi hari yang melelahkan. Pasalnya penolakan energi pada senjata membuat seluruh energi yang ada di tubuh Zen terkuras. "Hanya ini satu-satunya cara agar kami bisa melihat level paraNORMAL kamu Zen." Renji menunjuk suatu kristal besar yang tertanam di tengah ruangan tersebut. Kristal seukuran pinggang orang dewasa. "Kamu sentuh saja kristal itu. Nanti kristalnya akan menentukan level kamu. Meskipun kamu masih bingung dengan kemampuan khusus yang kamu miliki. Mungkin dengan ini, kami juga bisa tahu apa kemampuan khusus kamu yang terpendam," lanjut Renji. "Sebagian dari kami memiliki beberapa kemampuan khusus, dan semakin terasah ketika sudah mendapat senjata,"sambung Runa lagi. Merasa kesal, seakan di permainkan. Zen yang mulanya sudah lemas kembali bangkit seraya berkata, "Kalau ada cara mudah seperti ini. Kenapa tidak dari awal saja. Kenapa harus mencoba senjata-senjata itu." Seketika mata Runa dan Renji menatap tajam Zen. "Tentu saja itu karena metode ini berbahaya," ucap mereka serempak. Kristal energi hanya digunakan di saat-saat tertentu saja. Contohnya saat seorang paraNORMAL tidak di ketahui levelnya atau tidak ada senjata yang cocok. Dengan bantuan deteksi kristal aliansi akan membuatkan senjata yang cocok untuknya.Sesuai dugaan. Senjata terakhir di ruangan itu tidak ada yang sesuai dengan Zen. Ia pun menyerah dan kini terduduk lemah di lantai. "Zen, kita tidak ada waktu. Ayo!" Runa menarik paksa Zen. "Senjata biasanya digunakan sebagai perantara energi paraNORMAL. Tidak ada senjata artinya kamu tidak bisa bertarung dengan baik melawan makhluk gaib Zen" Runa menjelaskan begitu melihat Zen sudah tidak bersemangat lagi. "Kristal itu hanya akan menentukan seberapa besar kemampuan yang kamu miliki. Tiap makhluk pasti memiliki energi di tubuh mereka. Kristal akan mengurai dan menunjukkan seberapa besar energimu." "Bilang saja kalau dia menguras seluruh energi yang ada pada diri kita," gerutu Zen lagi. Zen benar-benar merasa energinya sudah terkuras habis, tubuhnya lemas, kakinya bahkan tidan kuat lagi untuk berdiri, ia hanya mengikuti langkah Runa bak ranting yang terseret arus dalam sungai. Zen kini paham, arti senyuman licik Renji yang tadi dilihatnya. Bahkan Renji masih terkekeh geli melihat Zen yang tidak berdaya. Ia juga kini mengerti kenapa Runa mengatakan jika hari ini akan menjadi hari yang melelahkan. Pasalnya penolakan energi pada senjata membuat seluruh energi yang ada di tubuh Zen terkuras. Karena senjata juga menggunakan kristal sebagai perantara energinya. Kristal murni bisa berbahaya bagi manusia, sehingga menggunakan kristal hanyalah menjadi pilihan terakhir saja. Sekali menyentuh kristal minimal satu hari penuh tidak akan bisa bergerak dan hanya terkapar lemas. Kristal akan menyedot seluruh energi yang ada pada tubuh seseorang. Menggali seluruh potensi yang ada pada dirinya. Tepat saja. Ketika Zen menyentuh kristal tersebut setelah mendengar penjelasan Runa. Zen pun terkapar di lantai. Renji membantu Runa untuk mengangkat Zen kembali ke kamarnya. "Benar-benar deh.. aku memang senang kamu terkapar begini. Tapi kenapa aku juga yang harus menggendong kamu." Renji kesal dan membanting tubuh Zen begitu saja di kasur. Seharian itu, Runa hanya bisa menikmati waktu liburnya. Sementara Zen terkapar di kasur tanpa ada yang merawatnya. Hanya Renji saja yang datang untuk mengganti pakaiannya serta memberinya imfusan. Zen kesal namun ia tetap tidak bisa apa-apa. Bahkan untuk berbicara pun ia tidak memiliki tenaga lagi. Keesokan harinya di ruang latihan, Runa dan Zen yang dipanggil Tuan Guntur sudah tiba di ruangan tersebut. Begitu juga dengan Renji yang sudah berdiri di samping Tuan Guntur. "Zen, aku sudah dengar laporan tentang mu dari Runa dan Renji. Melihat reaksi kristal yang seperti itu. Aku juga sedikit meragukan hasilnya. Bolehkan aku mengecek simbol yang ada pada tanganmu Zen?" Tanpa banyak berpikir, Zen langsung saja mengulurkan tangannya pada Tuan Guntur. Raut wajah Tuan Guntur terlihat tidak senang, membuat Zen merasa was-was dan semakin resah. Begitu pula dengan Runa dan Renji, wajah mereka juga terlihat was-was begitu melihat reaksi Tuan Guntur. "Zen, sepertinya kristal energi juga tidak bisa mendeteksi kemampuan kamu. Bisa jadi karena terlalu kecil atau bahkan sebaliknya. Tapi kamu benar-benar memiliki kemampuan khusus. Terlihat dari simbol yang aku berikan dan saat Runa menghapus ingatanmu tentang paraNORMAL, ingatanmu tidak dapat di hapus." "Artinya kamu memanglah bagian dari kami. Hanya saja kemampuan kamu tidak bisa dideteksi." Tuan Guntur menjelaskan sedikit lebih detail. "Oleh karena itu. Aku memutuskan kamu berada dilevel yang bisa mereka awasi dengan baik. Zen, sementara ini kamu level D. Sampai kamu benar-benar memahami dan menggunakan kemampuan khusus mu dengan sempurna!" Tuan Guntur lalu memandang ke arah Runa sambil berkata, "Awasi dia dengan baik Runa. Saya yakin hanya kamu yang bisa menanganinya. Laporkan secara berkala." "Fft.. fu.. fu... ftt.." Renji menahan tawanya. Begitu Tuan Guntur keluar dari ruangan tersebut. Tawa Renji pecah. Ia langsung mengolok-olok Zen, "Hahaha, Aku tidak menyangka. Ternyata kamu justru masuk di level D. Bahkan paraNORMAL biasa saja paling rendah level C. Sekarang kamu masuk level D yang sebelumnya tidak ada. Kamu benar-benar hebat Zen. Satu-satunya paraNORMAL terlemah di sini." Rasa kesal membuat tangan Zen yang menggenggam itu bergetar. Ia ingin sekali melayangkan pukulan pada Renji atas hinaan yang di dapatkannya. Namun tanpa di duga Tuan Guntur justru kembali ke ruangan tersebut. "Ajarkan dia menghapus ingatan dan membuka gate. Sementara hanya itu yang bisa kita lakukan. Kita butuh orang sebanyak-banyaknya." "I-ya ayah," jawab Renji spontan dengan sedikit terbata-bata karena kaget begitu Tuan Guntur masuk secara tiba-tiba. "Baik Tuan," jawab Runa seraya sedikit membungkukkan badannya. Giliran Runa yang tertawa melihat hal tersebut. Tingkah ke dua orang yang kekanak-kanakan. Serta reaksi Zen yang kehilangan kata-kata begitu mengetahui hubungan Renji dan Tuan Guntur. "Pantas saja dia sombong begitu," gumam Zen yang harus memendam emosinya. Latihan selanjutnya pun dimulai. Kali ini jelas-jelas Renji lebih banyak menggoda Zen. Ia tahu Zen mendadak tidak bisa melawan perkataan Renji. Rasa unggul yang dimilikinya membuatnya semakin mengganggu ketentraman Zen. "Iya, iya.. baiklah. Akan aku coba," teriak Zen yang pada akhirnya tidak mampu lagi membendung kekesalan pada Renji. Sementara Runa hanya tersewa dari jauh sambil memandang mereka berdua. Zen berlatih cukup keras untuk menghapus ingatan seseorang. Lebih tepatnya menghapus sisa energi makhluk halus yang terdapat pada orang tersebut. Zen berlatih selama dua jam hingga ia bisa benar-benar memusatkan energi ditangannya yang memiliki simbol untuk menghapus ingatan dan meleburkan sisa energi makhluk gaib. Selanjutnya adalah tugas Runa. Setelah istirahat sejenak, Zen langsung diajak untuk berlatih membuka gate. Gate biasanya digunakan untuk memasuki dimensi lain ketika sudah menyelesaikan misi. Seperti saat Runa yang bisa lewat bersama Zen begitu saja di pabrik tanpa di curigai atau di lihat oleh Tuan Andi dan lainnya yang berada di pabrik. Gate membantu mereka tetap terjaga kerahasiaannya. Tanpa perlu repot-repot menutup mulut para saksi. Penghapusan energi atau menghapus ingatan juga memudahkan aliansi untuk tetap menjadi aliansi rahasia. "Benar-benar jadi tidak terdeteksi dan tanpa jejak," gumam Zen yang kini bersiap untuk pelatihan selanjutnya bersama Runa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN