Episode 9 : Rama sang Casanova

1347 Kata
"Jadi kau mau membawaku kemana?" tanya Nada. "Tadi kau berencana kemana?" Rama balas bertanya. "Entahlah aku juga tidak yakin mau pergi kemana." jawab Nada asal. "Kalau begitu aku yang akan menentukan kemana kita pergi." "Asal jangan ke hotel, kosan, atau tempat-tempat sejenisnya. Itu terdengar menjijikkan." ujar Nada. Rama tertawa pelan. "Astaga kau sangat jujur, Nada. Kalau begitu apa kau mau melihat apartemen atau rumahku?" Nada mendelik. "Kau cari mati ya?" Kali ini tawa Rama pecah. "Kau serius sekali sih. Aku cuma bercanda. Kau benar-benar unik. Mereka bilang kau belum pernah pacaran. Mungkin karena itu kau sangat kaku." "Sepertinya kau sudah mencari tau tentangku. Apa kau sudah memutuskan untuk menjadikanku target?" tanya Nada. "Aku penasaran. Kau cuek, kau juga blak-blakan, kau menarik. Tapi itu saja tidak cukup untuk menjadikanmu target incaran. Aku hanya ingin berteman." jawab Rama. "Syukurlah. Tapi akan terlihat aneh jika seorang Casanova berteman dengan cewek jomblo sepanjang masa." Rama terkekeh. "Kau jomblo bukan karena tidak ada yang menyukaimu. Kau hanya pemilih." "Tidak juga. Tipe idealku masih standar. Hanya saja sulit menemukan orang yang cocok." bela Nada. "Apa aku termasuk tipe idealmu?" tanya Rama. "Kau terlalu mencolok. Kau itu pusat perhatian wanita. Kau juga playboy. Kau suka semaunya. Kau benar-benar bukan tipeku." jawab Nada. "Waw kau sangat jujur." "Jadi kita mau kemana? Aku punya kelas jam 2 siang." ujar Nada mengalihkan pembicaraan. "Aku tidak tau. Aku hanya ingin mengajakmu keliling sambil mengobrol. Kau benar-benar tidak punya tujuan?" tanya Rama. Nada menggeleng. "Ah karena kita sudah keluar apa kau bisa mampir ke toko kue? Aku ingin makan yang manis-manis." "Oke." jawab Rama singkat. Tak berapa lama Rama memarkirkan mobil di sebuah toko kue. Saat Nada hendak turun, Rama melarang dan meminta Nada menyebutkan kue apa yang hendak dia beli. Awalnya Nada bersikeras menolak, tapi bukan Rama namanya jika menyerah begitu saja. Alhasil Nada mengalah dan memilih menunggu di mobil setelah mengatakan beberapa jenis kue yang ingin dimakannya. "Apa kau selalu bersikap seperti itu pada wanita yang sedang kau dekati?" tanya Nada. "Maksudnya bersikap seperti apa?" "Bersikap seolah-olah kau siap melakukan apa saja." ujar Nada. Rama tersenyum. "Memanjakan wanita memang tugas laki-laki. Kalau hal kecil seperti itu saja tidak bisa, bagaimana wanita bisa suka?" "Kau benar. Mungkin karena itu dengan mudah kau bisa menaklukkan wanita manapun. Ku dengar kau sudah memacari lebih dari 50 wanita cantik di kampus kita." lanjut Nada sambil makan kue. Rama terkekeh. Saat Nada hendak makan kuenya lagi, dengan sigap Rama menangkap tangan Nada dan memasukkan kue yang Nada pegang ke mulutnya.  "Waw kau sangat ahli." sindir Nada. "Ahli apanya? Aku cuma penasaran seperti apa rasa kue yang sejak tadi kau nikmati." ujar Rama. "Sudahlah, aku bosan berdebat. Kau fokus saja mengemudi. Lain kali kalau kau ingin makan kue lagi, kau bisa makan pakai tanganmu sendiri." omel Nada. "Kalau kukatakan rasa kuenya jadi lebih enak saat makan dari tanganmu, apa itu terdengar gombal?" Nada berdecak malas. "Level Casanova memang berbeda." Rama tertawa. "Lain kali, bukan hanya pakai tangan. Aku juga ingin mencicipi rasa kue itu langsung dari bibirmu." Nada melotot dan langsung melayangkan pukulan di lengan Rama. Bukannya marah, Rama justru senang melihat wajah kesal Nada. Percakapan mereka mengalir begitu saja. Nada bahkan tidak menyadari kalau mereka sudah sampai di kampus. Saat hendak turun, tak sengaja Nada menangkap sosok Denias yang mendekat ke arah parkiran. Denias tidak sendiri, ada Dita di samping laki-laki itu. Dengan cepat Nada menarik Rama agar menunduk. Mau tidak mau Rama ikut menunduk meskipun tidak tau apa yang sedang Nada hindari. "Ada apa?" tanya Rama setengah berbisik.  Dalam posisi sama-sama menunduk, jarak mereka jadi sangat dekat. Salah bergerak sedikit saja, wajah mereka bisa bersentuhan. Rama tidak bisa leluasa bergerak karena Nada menahan kepalanya. "Kenapa sih?" tanya Rama lagi. "Aku tidak ingin Denias melihat kita bersama. Kau ingat kejadian waktu itu? Kalian nyaris berkelahi hanya gara-gara hal sepele." jelas Nada. Rama ingin tertawa tapi takut membuat Nada tersinggung. Sebenarnya Rama sedang menikmati kedekatan mereka. Rama diam-diam berharap Denias tidak segera pergi agar mereka bisa lebih lama dalam posisi berdekatan. "Kau harum." puji Rama. "Sial! Kenapa mereka malah ngobrol disitu?" maki Nada tanpa menanggapi ucapan Rama. Rama sedikit menoleh. Dalam posisi ini, Rama bisa melihat wajah Nada yang tampak panik. Rama menikmatinya. Tanpa sadar Rama melayangkan kecupan di pipi Nada. Nada melotot. "Apa kau sudah gila? Bisa-bisanya..." "Aku tidak sengaja." jawab Rama cepat. Karena tidak ingin ketahuan, Nada terpaksa menahan diri. Matanya awas menatap Rama yang sejak tadi tak lepas memperhatikannya. "Kau cantik."  "Berhenti mengatakan hal-hal konyol seperti itu. Ah sepertinya mereka akan segera pergi." ujar Nada senang. Sebelum Nada sempat mengangkat kepalanya, Rama menahan pergerakan Nada. "Apa aku boleh menciummu? Kau harum, kau juga penuh pesona. Aku nyaris tidak bisa menahan diri."  Wajah Nada bersemu merah. Dengan cepat Nada mendorong Rama sebelum akhirnya keluar dari mobil. "Dia benar-benar laki-laki yang berbahaya. Jika bertemu lagi, aku harus membuat perhitungan soal kelakuannya tadi." gumam Nada. *** "Kau kemana saja? Kenapa ponselmu tidak diangkat?" tanya Panji khawatir. "Memangnya ada apa sih? Ini kan belum terlambat." jawab Nada. "Bukan itu masalahnya, Nada. Apa kau tidak lihat obrolan di grub fakultas? Selamat sekarang kau sudah terkenal." ujar Panji. Nada yang sedikit bingung meraih ponsel yang sejak tadi sengaja di silent. Matanya melotot begitu membaca obrolan teman-temannya. Mereka bahkan memposting foto saat Rama menarik Nada masuk ke mobil. "Rama sialan!" maki Nada. "Apa kau bertemu Denias? Sejak tadi Denias juga tidak bisa dihubungi." keluh Panji. "Denias dan Dita tadi ngobrol di parkiran. Sepertinya mereka sedang bersama." jawab Nada santai. "Astaga! Disaat seperti ini bisa-bisanya Denias malah bersama Dita." geram Panji. "Denias tidak salah, Panji. Lagipula aku bukan tanggungjawab Denias. Satu lagi, jangan temui Rama dan mengganggunya dengan hardikan konyol. Apa yang kalian lihat tidak seperti yang mereka katakan. Rama kebetulan membantuku karena ban motorku kempes. Dia juga yang mengantarku ke tempat janjian. Tadi sudah kukatakan pada kalian kalau aku punya janji." bohong Nada. "Tapi tetap saja, dimata mereka kau adalah wanita berikutnya yang sedang diincar Rama." tegas Panji. "Aku tidak terlalu pusing dengan hal-hal seperti itu. Asal bisa kuliah dengan tenang dan bisa makan di kantin dengan nyaman, itu saja sudah cukup. Masalah gosip, nanti juga akan reda seiring waktu." jawab Nada cuek. Tak berapa lama Denias dan Dita masuk ke kelas. Begitu melihat Nada, Denias langsung menghampirinya. "Apa ini?" tanya Denias sambil menunjukkan ponselnya. "Hanya kesalahpahaman yang akhirnya berbuntut gosip murahan." jawab Nada. "Sejak awal sudah kukatakan jangan terlibat dengan laki-laki itu. Tapi sepertinya..." "Apa dosennya masih lama?" tanya Nada pada Panji. Panji hanya mengangkat bahu. Melihat itu, Nada buru-buru keluar. Denias ingin mengejar, tapi Panji segera menghalangi. Dari tempatnya duduk, Dita tersenyum sinis melihat kepergian Nada. "Biarkan Nada sendiri dulu." ujar Panji. "Aku harus buat perhitungan dengan Rama!" geram Denias. "Untuk apa? Nada sudah menjelaskan kalau yang terjadi hanya kesalahpahaman. Kau tidak perlu membuatnya malu dengan mendatangi laki-laki itu. Apa kau tidak lihat? Rama juga sudah mengklarifikasi kalau yang orang-orang katakan tidak benar. Ya, walaupun orang-orang tidak mempercayainya." jelas Panji. Denias mulai melunak. Sesaat Denias menoleh ke arah Dita. Dita juga sedang menatapnya seolah sedang bertanya apa yang terjadi.  Sementara itu, Nada mendatangi Rama yang sedang nongkrong bersama teman-temannya. Setelah bertanya kesana-kemari, Nada akhirnya menemukan keberadaan Rama. Melihat Nada, teman-teman Rama langsung berseru senang dan mengolok-olok Rama. Seolah-olah Rama sedang didatangi oleh pacarnya. "Cie yang punya pacar baru."  "Cie yang disamperin pacarnya." "Traktiran dong." Rama tampak salah tingkah dan bergegas menghampiri Nada. Rama tau, Nada pasti marah. Rama bahkan sudah siap dimaki oleh gadis itu. Tanpa menjauh dan tanpa memperhatikan kalau disekitar mereka sedang ramai, Nada angkat bicara. "Bereskan kekacauan yang kau buat. Kau mungkin tidak bisa mencegah rumor yang sudah beredar. Tapi setidaknya bantah rumor itu dan ciptakan rumor yang lebih panas. Dengan begitu aku masih bisa menikmati kuliah dengan tenang." ujar Nada lantang. "Maaf aku tidak menyangka jika efeknya akan sebesar ini. Aku tidak tau kenapa mereka begitu tertarik dengan kehidupan pribadiku..." "Aku tidak peduli dengan kehidupan pribadimu. Yang pasti, kembalikan keadaan seperti semula. Aku tidak ingin terlibat dengan Casanova yang hanya memacari wanita beberapa bulan saja." potong Nada. "Kalau begitu, apa kau ingin pacaran denganku selamanya?" tanya Rama serius. To be continue
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN