Perantara Mimpi

1001 Kata
Ujian akhir semester dua menyibukkan siswa di seluruh penjuru kota. Tak terkecuali Theo. Ia serius belajar di setiap waktu luang. Meskipun bukan tergolong siswa yang menonjol di bidang akademik, tapi nilai - nilai Theo selalu memuaskan. Suasana ujian di kelas awalnya tenang, mendadak riuh ketika pengawas keluar kelas. Seruan - seruan contekan terdengar di sana sini. "Nomor 25!" "Nomor 17!" "Nomor 3!" Seperti itu seterusnya. Bahkan ada yang sampai pindah bangku agar lebih mudah menyalin jawaban temannya. Lihat lah Chico di sana yang sibuk mencatat dikte jawaban dari teman sebelahnya. Dalam suasana seperti itu, Theo seakan tak goyah. Ia bertahan menjawab semua soal sendiri. Hampir dua minggu, akhirnya ujian selesai. Hanya tinggal menunggu pengumuman remedial. Theo bersimpangan dengan Yulia di lorong. Yulia tersenyum padanya. Theo membalasnya dengan ... yah ... anggap saja itu senyuman. Sudah bagus Theo mau membalas. Chico melihatnya. Tak peduli bahwa Theo dan Yulia hanya bersimpangan, dan Theo sudah berjalan cukup jauh. Chico menarik pergelangan tangan Yulia. Yulia hanya pasrah. Entah ke mana lagi Chico akan membawanya kali ini. Yang jelas semenjak Chico menyatakan perasaannya dulu, hidup Yulia tak pernah sama lagi. "Lo senyum kaya gitu ke lawan jenis. Lo bener - bener ngga tahu malu!" bentaknya. "Gue cuman nyapa dia. Apa salahnya nyapa temen?" Yulia mengelak. "Temen? Lo yakin dia juga nganggep lo temen, dan ... bukankah lo suka banget sama dia? Dan lo menganggapnya cuman temen? Lo pikir gue sebego itu?" "Chico gue mohon. Kenapa lo jadi kaya gini, sih?" Nada bicara Yulia meninggi. Chico menyeringai. "Bukankah lo sendiri yang bikin gue berubah jadi kaya gini?" "Nggak bisakah kita balik kaya dulu? Gue mohon, Co! Hubungan kita dulu sangat baik." Yulia bersungguh - sungguh. Ia tak pernah mengenal sosok Chico yang seperti ini. "Kemudian lo merusak semua itu dengan nolak gue, dan lebih memilih suka sama Theo." "Bukannya gitu, Co. Gue nganggep lo sebagai temen, gue juga nggak bisa paksain perasaan gue. Tentang gue suka sama Theo ... gue sendiri juga nggak bisa ngontrol itu. Semua terjadi gitu aja." Yulia menggenggam tangan Chico. "Please, kita balik kayak dulu, ya?" "Dengan satu syarat." "Apa syaratnya?" "Pilih salah satu di antara kami. Gue atau Theo. Kalau lo milih gue, kita akan kembali kayak dulu. Tapi kalo lo milih dia, kita tetep kayak gini." Yulia memandang Chico tak mengerti. Kenapa Chico memberinya pilihan yang begitu sulit? "Co, gue mohon jangan kayak gini!" "Gue atau dia?" "Chico ...." "Gue atau Theo?" Yulia menggeleng. "Gue nggak bisa!" Yulia mulai terisak lagi. Dia benar - benar tidak bisa memilih. Chico kemudian melepas paksa genggaman tangan Yulia. Hanya wajah dingin Chico yang terakhir Yulia lihat, sebelum lelaki itu pergi meninggalkannya sendiri di sana. ~~~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~ Mobil Theo berhenti. Alila yang sudah menunggu dari tadi, segera naik begitu Theo membukakan pintu mobil dari dalam. Alila memasang wajah cemberutnya. Ditambah lagi wajah cemberut putranya yang agak berlebihan. Theo memilih untuk memasang senyum tanpa dosa. "Maaf, tadi aku pulang ganti baju dulu. Maklum anak sekolahan," ucapnya. "Dio laper." Dio mulai protes. Perutnya benar - benar lapar. Tadi mommy - nya buru - buru memandikannya sepulang sekolah. Memakaikannya baju terbaik. Saking terburu - burunya, mommy - nya hanya memberi roti dan pisang untuk makan siang. Ternyata begitu sampai tempat yang dijanjikan, Theo malah belum datang, dan mereka harus menunggu cukup lama. Padahal Alila bahkan belum makan apa - apa sebagai pengganjal perut. "Kita makan dulu kalau gitu, ya!" tawar Theo. "Terserah." Alila menjawab dengan ketus. "Ya iya lah makan dulu." Itu suara Dio. Theo kembali cengengesan tanpa dosa. "Dio, mommy - mu marah padaku." "Justru aneh kalau nggak marah." Dio memperkeruh suasana. "Kamu sama sekali nggak membantu." Theo balik protes. Theo kemudian mendapat juluran lidah dari bocah itu. Theo mengendarai mobilnya cukup kencang. Sampai di pusat kota, ia segera mencari tempat parkir. Tempat ini adalah tujuan utama pelancong dalam atau luar kota. Pusat oleh - oleh, distro, restoran, apa pun bisa ditemukan di sini. Toko - toko banyak sekali berderet di sepanjang jalan. Tinggal memilih sesuai kebutuhan saja. "Mau makan apa, Nona?" tanya Theo. Alila yang masih dalam mode ngambek, memilih tidak menjawab pertanyaan Theo. Ia malah terlihat asyik bercengkerama dengan putranya, Dio. "Dio mau bebek panggang?" tanyanya pada Dio. Dio tersenyum lucu pada Ibunya dan mengangguk. Theo menahan tertawanya. Alila ingin makan bebek panggang, tapi gengsi untuk bicara langsung pada Theo karena sedang marah. Justru memperalat putranya sebagai gantinya. "Baik lah." Theo berjalan duluan mendahului mereka mencari tempat makan yang menyediakan menu itu. ~~~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~ Begitu mereka mulai makan, entah ke mana perginya rasa dongkol di hati Alila. Theo bahkan tertawa geli ketika Alila mulai mengajaknya ngobrol duluan. Ketahuan sekali bahwa tante ini tadi benar - benar kelaparan. Marahnya adalah karena lapar. Bukan karena Theo telat. Theo lega sih dibuatnya. Tapi rasanya geli juga. Ternyata ada tante - tante seperti ini. "Dio, stop!" seru Theo ketika Dio jail memberikan sambal di piringnya. Alila tertawa karena kenakalan anaknya. "Nona, anakmu, tuh!" Theo menyeru lagi. "Dio ... jangan ya, Sayang!" "Habisnya Kak Theo payah! Sudah besar tapi tidak doyan makan pedas. Kalah dengan Dio!" Sekali lagi anak itu mengolok Theo. Dio tertawa terus semenjak tahu Theo tak bisa makan pedas. Meskipun ia sendiri sudah berkeringat karena memaksa makan pedas lebih banyak dari biasanya. Ia melakukannya untuk menunjukkan bahwa ia lebih unggul dari Theo. Namanya juga anak - anak. "Sebenarnya kamu mau ngajak Mbak ke mana?" tanya Alila ketika mereka keluar dari rumah makan itu. Dio terlihat nyaman berada di antara mereka. Tangan kanannya digandeng sang mommy, dan tangan kirinya digandeng Theo. Tadinya ia ogah - ogahan digandeng Theo, tapi akhirnya mau juga. "Ke perantara perwujudan mimpi." "Perantara perwujudan mimpi?" Theo mengangguk. "Itu." Theo menunjuk sebuah toko yang tak jauh dari posisi mereka sekarang. Alila tak terlalu tahu itu toko apa. Namanya pun tidak terlalu jelas dilihat dari sini. Ingin rasanya buru-buru sampai sana, agar rasa penasarannya hilang. ~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~ -- T B C --
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN