Pembangunan ‘EO’ awalnya bertahap, diambil dari keutungan mini café itu tiap bulan. Namun suatu hari seseorang datang ke sana. Orang itu adalah atasan Papa Theo di Singapura dulu. Ia sudah mendengar kabar tentang meninggalnya putra orang kepercayaannya itu. Ia datang untuk mengunjunginya, sekaligus mengucapkan bela sungkawa.
Rupanya ia juga datang untuk menyumbang sejumlah uang yang lumayan besar. Awalnya sumbangan itu ditolak oleh Papa. Tapi sang mantan atasan memaksa, dengan mengatakan beberapa alasan kuat.
“Aku tidak memberikan uang ini secara cuma - cuma. Ini adalah gaji atas kesetiaanmu padaku. Juga untuk nasehat - nasehat ampuhmu dulu. Karena kata - kata ajaibmu, aku bisa terus bersabar, berusaha dan berdo’a untuk mendapatkan momongan. Dan kau benar. Tuhan akhirnya menitipkan seorang bayi kecil pada keluarga kami.”
“Aku ikut senang mendengarnya, Sir. Selamat atas kelahiran anakmu. Tapi aku tetap tidak bisa menerima uang itu. Aku bahkan tidak menepati janjiku untuk kembali ke Singapura.”
“Jangan pikirkan itu. Aku mengerti dengan keadaanmu. Jika aku jadi kau, aku juga akan memilih tetap tinggal di sini untuk mengelola café yang diberikan putraku, khusus untukku. Jadi jangan menyesali keputusanmu.”
“Sir …”
“Terima lah.” Lelaki itu menyelipkan cek yang dibawanya dalam jemari milik lelaki lain di hadapannya. “Theo membuatkan café ini dengan keinginan dan perjuangan yang besar. Kamu harus mengembangkan pemberiannya ini dengan maksimal, agar Theo tidak merasa kecewa di sana. Uang ini sejatinya adalah hak - mu. Gunakan apa yang sudah kau miliki untuk memaksimalkan pembangunan café ini. Demi putramu.”
Papa terdiam mendengar penjelasan mantan atasannya. Ia akhirnya menerima cek tersebut. Ia begitu berterima kasih. Uang itu akhirnya benar - benar digunakan untuk merombak café ini hingga menjadi sebesar sekarang. Jangan lupakan jasa sang arsitek, Luna, yang sudah mengerahkan kemampuan terbaiknya demi membangun café ini.
Begitu datang, Theo dan Dio disambut oleh suara gelak tawa orang - orang di dalam sana. ‘EO’ sengaja tidak dibuka hari ini. Karena sudah di - booking oleh Jo secara privat, untuk acara sederhana keluarganya, merayakan kesuksesan putra bungsunya sebagai dancer.
“Wawancaramu sukses?” Goda mereka. Karena mereka sudah melihat semuanya dari televisi besar yang bahkan saat ini masih menyala. Menampilkan siaran ulang dari konferensi press Theo tadi.
Ada cukup banyak orang di sini. Keluarga Theo, baik Theo yang itu ataupun Theo yang ini ada semua. Ah ... mari kita sebut saja, Theo Senior dan Theo Junior.
“Sukses besar lah," jawab Theo Junior.
“Tapi hilangkan lah sedikit sifat tengil lo itu. Orang - orang udah terlanjur nganggep lo duplikat Mas Theo. Meskipun Mas Theo emang nyebelin, tapi dia nggak setengil lo. Lo bisa rusak image kakak gue, tahu?” Namira mengomel panjang lebar. Tak ada yang berusaha menghentikannya, karena memang seperti itulah tabiatnya.
“Lo juga jangan cerewet begitu! Kakak gue bisa cepat tua jika harus seumur hidup bareng - bareng sama orang cerewet macem lo.” Balas Theo cepat.
“Dio adik kamu tuh!” Lapor Namira pada Dio segera.
“Ssst ... udah jangan dengerin dia! Ini s**u cokelat dingin, khusus buat Nami.” Dio memberikannya dengan senyuman terbaiknya. Namira segera menerimanya dengan senang hati.
Meskipun Namira lebih tua dari Dio, tapi kecocokan mereka tak bisa dipungkiri sejak kecil. Saat ini mereka tidak pacaran. Hubungan mereka ….. tetap seperti dulu, tak pernah berubah. Alasan mereka tidak mau pacaran, karena menurut mereka itu tidak perlu. Toh tak akan ada yang berubah dari hubungan mereka meskipun berpacaran.
Bila berjodoh, mereka sama - sama berencana akan menikah di masa depan. Mama Theo Senior dan Mommy Theo Junior akan berbesan kalau begitu.
Sesuai harapannya, Namira tumbuh menjadi gadis super cantik dan tinggi seperti Mama dan Mbak Luna. Saking tingginya, Dio harus rela sering ditertawai orang saat mereka jalan - jalan. Tentu saja karena ia kalah tinggi dari Namira. Tapi tidak apa - apa. Namira menyukai Dio apa adanya. Dio pun tidak minder dengan tinggi Namira.
Banyak wajah-wajah baru dalam keluarga itu. Contohnya gadis charming berambut panjang yang duduk santai di salah satu kursi. Wajahnya begitu manis dengan tubuh yang mungil. Namanya adalah, Song. Anak dari Luna dan Ifan.
Dan jangan lupakan bocah hiperaktif yang sedari tadi mengganggu gadis itu.
Bocah lelaki itu mirip sekali dengan ibunya, baik secara sifat ataupun fisiknya. Dia anaknya Chico dan Yulia. Namanya Tara. Diambil dari bahasa Sansekerta, yang berarti penyelamat.
Tara masih ABG sebenarnya. Tapi ia suka sekali dengan Song yang saat ini sudah SMA. Entah kutukan atau apa, mayoritas lelaki muda di sini, menyukai wanita yang usianya lebih tua. Sebut saja Theo Senior, Dio dan terakhir Tara. Entah siapa lagi nanti.
Tentang kehidupan keluarga besar itu saat ini. Jo masih menjadi seorang dokter. Namun ia sudah pindah ke Rumah Sakit lain. Rumah Sakit milik keluarganya yang kelak akan diwariskan padanya. Sedangkan Alila, ia sudah melepas statusnya sebagai ibu rumah tangga. Meskipun sebenarnya ia masih tetap ibu rumah tangga.
Jadi begini, ia membangun sebuah butik dengan Yulia. Ide ini datang dari Yulia. Setelah Yulia lulus dari kuliah, ia ingin mengembangkan hobi fashion - nya pada sesuatu yang lebih bermanfaat dan menghasilkan uang. Ia pun memberanikan diri, mendongkrak rasa percaya dirinya sendiri untuk membangun butik. Mengaplikasikan selera fashion - nya di sana. Nyatanya orang - orang menyukai gaya dan koleksinya.
Sayangnya waktu itu ia terkendala masalah modal. Makanya ia menawari Alila untuk bekerja sama. Modal sebagian besar dari Alila, sementara Yulia yang menjalankan bisnis. Hasilnya nanti dibagi dua. Alila segera menyetujui rencana itu.
Jo pun tidak masalah. Selama ini Alila hanya tahu tentang mengurus rumah tangga dan anak - anak. Ia rasa istrinya memang perlu memiliki kegiatan lain supaya tidak bosan. Jo tidak mau jika Alila sampai terjerat cinta anak ingusan lagi seperti dulu, hanya karena jenuh dan bosan. Lebih baik Alila sibuk di butik daripada begitu.
Namun Jo tetap mewanti - wanti Alila untuk tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang istri, dan seorang ibu. Alila senang sekali waktu itu. Tentu saja ia berjanji akan tetap menjalankan kewajibannya. Lagipula sebagian besar waktunya tetap lebih banyak dihabiskan di rumah. Karena ia hanya mengunjungi butik sesekali saja.
Yulia dan Chico menikah 3 tahun setelah butik dibuka. Mereka bangga karena bisa membiayai pernikahan dengan uang mereka sendiri. Selama 3 tahun butik berjalan lancar dan menghasilkan banyak untung.
Sementara Chico sendiri punya gaji lumayan besar dari pekerjaannya di salah satu perusahaan Teknologi Informasi ternama. Almamaternya berperan besar dalam diterimanya ia bekerja di sana. Ia sangat bersyukur karena dulu mengikuti saran Theo untuk masuk ke Institut Teknologi itu.
Keluarga Ifan dan Luna menjadi yang paling sibuk. Luna sering dipindah tugaskan dari negara satu ke negara lain. Sementara Ifan tak bisa ikut karena pekerjaannya di sini. Alhasil mereka kembali pada kebiasaan lama, LDR. Luna pulang sebulan sekali, atau Ifan dan Song yang mengunjunginya. Jadilah keluarga itu sering keliling dunia bersama.
Tak apa dengan kehidupan nomaden seperti itu, asal tetap bisa menjaga keharmonisan dan kehangatan dengan sering bertemu. Tapi akibatnya, sampai sebesar itu Song tetap belum punya adik. Padahal ia ingin sekali. Oleh karena itu, Luna berencana mengambil pensiun dini. Ia bisa membuka jasa arsitek sendiri di sini nanti. Ia ingin menambah momongan satu lagi sebelum usianya bertambah tua.
Kehidupan Mama dan Ayah Theo masih seperti dulu. Mama cukup lama mengalami depresi setelah kepergian Theo. Ia selalu dihantui oleh rasa bersalah yang besar. Tapi untungnya kondisi wanita itu membaik seiring berjalannya waktu. Kesibukannya kini bertambah karena ia aktif di bidang sosial. Membantu anak - anak penderita kanker yang kurang mampu, supaya mendapatkan pengobatan yang layak.
Pertemuan Theo dengan Alila dulu rupanya memang sudah terikat oleh benang tak kasat mata. Meskipun begitu banyak rasa sakit dan pengorbanan, namun dengan mengambil sikap yang tepat dan mau belajar dari kesalahan, akhirnya membantu terbukanya jalan keluar untuk masalah - masalah mereka.
Alila yang akhirnya memilih kembali pada suaminya. Jo yang akhirnya menyadari kesalahannya karena terlalu sibuk, dan berjanji akan lebih memperhatikan istrinya. Tak ada yang menyangka bahwa waktu itu Jo dan Ifan saling mengenal. Ifan yang notabene adalah dokternya Theo. Ifan memberi tahu Jo tentang penyakit Theo dan tentang gambaran keluarga anak itu. Yang akhirnya membuat Jo berubah menjadi begitu simpati pada Theo.
Bagi Theo, meskipun ia harus mengorbankan perasaannya, namun hikmahnya ia banyak dibantu oleh Jo dalam mewujudkan mimpinya membangun ‘EO’. Berawal dari sana pula, hubungannya dengan keluarganya membaik. Membuat Theo si pemurung, sempat merasakan kebahagiaan hidup di saat - saat terakhirnya.
Nyatanya rencana Tuhan memang begitu indah bukan? Tak ada sesuatu yang kebetulan di dunia ini. Karena di balik kebetulan - kebetulan tersebut, tersimpan begitu banyak rahasia. Mengantarkan mereka yang mau membuka mata, pada kebahagiaan sejati.
*** I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ***
Semenjak konferensi pers, banyak sekali muncul video Mysterious Man di situs internet. Kebanyakan di - upload oleh cafe - cafe yang pernah didatangi olehnya dulu. Hal ini begitu menarik bagi anak - anak muda yang baru mengetahui tentang dirinya. Mereka berkreasi membuat video kompilasi gabungan antara Theo Senior dan Theo Junior. Bermain dengan fantasi mereka sendiri - sendiri. Video - video tersebut sangat membantu perjalanan karir Theo. Membuatnya semakin dikenal oleh banyak orang.
Theo tersenyum menatap suasana malam kota dari balkon kamarnya. Ia menyesap Espresso panas di tangannya. Menjadi penerus Theo yang itu, ternyata bukan hal yang mudah. Kadang ia jengah bila ada yang membanding - bandingkan mereka.
Meskipun memiliki banyak kemiripan, tapi mereka tetaplah orang yang berbeda. Dan tetap memiliki ciri khas masing - masing. Theo sendiri tak mengerti kenapa ia begitu menyukai menari semenjak kecil. Ia tertawa jika ingat dulu orang tuanya sering berdebat karena hobinya itu.
Daddy - nya selalu menuding sang Mommy terlalu banyak memikirkan Theo itu saat mengandung dirinya. Namun sang Mommy mengelak dengan mengatakan, “Bukan salah aku. Ini karena Theo sering sekali bicara padanya saat ia masih di dalam perutku.”
Kalau sudah begitu sang Daddy akan diam sambil cemberut. Menyesal kenapa dulu ia tidak sering bicara pada perut istrinya saat hamil. Tapi untungnya sudah ada Dio yang mau meneruskan profesinya di bidang medis. Setidaknya ia tidak akan bingung pada siapa ia akan mewariskan Rumah Sakit keluarganya nanti.
Theo menengadah ke langit. Tersenyum seakan ada seseorang yang dilihatnya di sana. “Om Theo ... ah ... bagaimana aku harus memanggilmu?” Theo terkekeh.
“Nama kita sama, hobi kita sama, bahkan kata Mommy tinggi kita pun sama. Aku berjanji akan meneruskan hobi kita dengan baik. Mungkin aku nggak sehebat dirimu yang dengan sukses membuat semua orang menyukaimu. Tapi aku akan berusaha sebaik mungkin. Terima kasih untuk segalanya. Aku akan selalu berdo’a untukmu.”
~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~
-- T B C --