Beberapa hari ini, Alila dan Luna saling mengirim email. Alila hanya tiga tahun lebih tua dari Luna. Mungkin itu yang membuat keduanya cepat akrab. Karena usia mereka tak jauh berbeda.
Saat awal mereka berkenalan, Luna kerap sekali minta maaf pada Alila. Permintaan maaf atas apa pun yang sudah adiknya lakukan pada keluarganya. Luna merasa adiknya sudah menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang lain.
Luna benar - benar tak menyangka. Tak pernah sekali pun terbesit dalam pikirannya untuk pernah mendengar kabar seperti ini. Adiknya suka pada istri orang. Tidak kah itu sedikit gila?
Sedikit banyak Luna paham betul. Ia mengenal adiknya itu lebih dari siapa pun. Hanya saja Luna tidak menyangka Theo akan menjadi begitu frontal.
Luna terus - menerus meminta maaf dan merasa tak enak. Meskipun Alila tidak berpikir demikian. Karena nyatanya, rumah tangganya baik - baik saja sampai sekarang.
Tak ada yang perlu disesali atas kehadiran Theo di tengah - tengah mereka. Theo justru sudah membuat hubungannya dan suaminya menjadi lebih baik sekarang. Jadi tak ada yang perlu dimaafkan.
Hal yang mereka bicarakan tidak jauh - jauh dari Theo. Kalau sudah malam begini, Alila akan setia berada di depan laptopnya. Membalas email dari Luna.
Ada satu hal yang begitu menarik perhatian Alila dari email Luna kali ini. Satu kalimat yang membuat Alila harus dua kali membacanya. Karena takut salah baca.
'Aku pulang seminggu lagi.'
Alila lega mengetahuinya. Setelah Luna datang, ia tidak perlu setiap hari datang menemani Theo. Karena sudah ada kakaknya. Alila terdiam cukup lama. Rupanya selain rasa lega karena kepulangan Luna, terdapat pula rasa ... tak rela?
Saat Luna sudah pulang nanti, dirinya tidak bisa lagi sering - sering berada bersama Theo.
Tidak. Alila harus menyingkirkan rasa tak relanya itu. Ia sudah berjanji pada Jo, bukan? Ia tidak boleh lagi memiliki perasaan apa pun pada Theo.
Ya, ia sudah berjanji. Ia tidak boleh mengingkari. Ia tidak boleh menyakiti Jo sekali lagi. Jo terlalu baik untuk terus - menerus disakiti.
Alila mematikan laptopnya, menutupnya. Kemudian menyusul Jo naik ke ranjang. Jo sudah tidur setelah makan malam tadi. Sepertinya ia lelah sekali. Banyak hal yang membuatnya lelah. Urusan pekerjaan, belum lagi mengantar jemput Alila ke rumah sakit setiap hari. Bahkan ia membantu Alila mengurus urusan rumah tangga juga. Jo berbaring membelakanginya. Perlahan Alila memeluk punggung Jo. Merasakan kehangatan lelaki itu.
"Maaf," ucapnya pelan. Alila semakin mengeratkan pelukannya. "Aku janji akan jadi istri yang lebih baik," lanjutnya.
Alila tidak tahu bahwa sebenarnya Jo belum tidur. Lelaki itu tersenyum mendengar lantunan suara tulus sang istri.
*** I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ***
Tepatnya di bangsal tempat Theo dirawat.
"Ya Tuhan ... kenapa lo belum tidur?" omel seseorang di sana. Seorang wanita cantik yang sedang melakukan video call dengannya, Luna.
"Nggak bisa tidur."
"Saking senengnya gue mau pulang, lo sampai nggak bisa tidur?" goda Luna.
Theo tertawa geli. "PD banget sih. Ini tuh gara - gara gue kelamaan tidur tadi siang."
Luna terlihat tengah memutar arah ponselnya. Ia merekam jalanan kota London yang tampak lengang. Karena perbedaan waktu, di sana masih siang hari. Dan hari itu sedang hujan deras.
"Bagus banget, kan?"
"Ya."
Luna masih bertahan mengarahkan kamera ponselnya pada hujan. "Setiap kali gue kangen kalian, gue selalu berdoa supaya Tuhan menurunkan hujan. Karena aroma hujan bisa sedikit mengobati rasa kangen gue. Tapi kalo hujannya tak kunjung turun, gue sering nangis sendirian di kamar asrama."
Luna memberi jeda yang cukup lama, sebelum meneruskan kata - katanya. "Gue harus cepet lulus." Luna memutar kembali kamera ponselnya pada dirinya. "Jangan ke mana - mana sebelum lihat gue sukses. Jangan bikin perjuangan gue di sini jadi sia - sia." Suara Luna bergetar.
Luna kembali mengarahkan kamera pada dirinya. Meskipun sudah tak ada air mata di wajahnya, Theo bisa melihat sisa - sisanya. Matanya juga masih sembab.
Theo tahu tadi Luna mengarahkan kameranya ke hujan, hanya untuk menyembunyikan tangisnya. Luna pasti sudah mendengar tentang perkembangan kondisi terbarunya dari Ifan. Itu sebabnya ia jadi lebih sensitif dari biasanya. Theo hanya diam. Ia tidak bisa berjanji apapun. Karena takut tidak dapat menepatinya. Theo akhirnya hanya bisa memaksakan sebuah senyuman.
"Lo masih aja cengeng. Seharusnya kalo hujannya nggak turun, lo cukup nyalain shower di kamar mandi," ucapnya.
Luna tertawa. "Lo tuh ya, selalu aja ngga jelas. Kalau diajak ngobrol serius, selalu nyelimur. Tapi anehnya gue nggak pernah bisa marah."
Theo hanya tersenyum tipis mendengar ucapan kakaknya. "Lun."
"Hm ...."
"Meski pun kelak gue nggak bisa lihat lo sukses, tapi gue bakal bisa rasain kebahagiaan lo."
Theo melihat air mata Luna kembali terjatuh. Luna mengarahkan lagi kameranya pada hujan. Gambarnya sedikit bergoyang kala Luna meletakkan ponselnya di meja. "Sebentar gue mau ambil gitar."
Suara petikan gitar mengalun. Luna memainkannya di belakang kamera. Theo memejamkan matanya. Menikmati melodi yang mengalun. Mengingatkannya pada saat mereka menghabiskan waktu bersama belajar gitar dulu.
Theo tersenyum mengenangnya. Hingga akhirnya suara merdu Luna ikut mengalun pada intro lagu. Suara Luna dan lagu ini, membuat d**a Theo terasa sesak. Kemudian air matanya ikut mengalir begitu saja. Theo menangis untuk pertama kalinya semenjak ditinggal oleh Luna.
Lagu milik Mariah Carey yang berduet dengan Whitney Houston berjudul When You Believe itu rasanya begitu pas menggambarkan hubungan dan cerita kehidupan mereka selama ini. Juga untuk menggambarkan betapa berat perjuangan mereka.
Lagu yang mereka sebut sebagai lagu kita. Lagu yang sama - sama mereka suka. Karena hanya dengan menyanyikan atau mendengarkan lagu itu, serasa beban dalam hati mereka ikut melebur bersama lantunan lirik serta irama indahnya.
Lagu yang membuat mereka kuat, hanya dengan percaya. Percaya pada janji Tuhan, bahwa tak akan ada yang sia - sia dari sebuah perjuangan, sekali pun itu sangat menyakitkan. Ya, mereka percaya.
Many nights we prayed, with no prove anyone could hear.
In Our Heart' s a hopeful song, we barely understood.
Now we are not afraid, although we know there ' s much to fear.
We were moving mountains long, before we knew we could ....
There can be miracles, when you believe.
Though hope is frail, it ' s hard to kill.
Who knows what miracle, you can achieve.
When you believe, somehow you will.
You will when you, believe ....
*** I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ***
-- T B C --