Bab 9. King Boleh Pulang

1575 Kata
Dunia Wina berputar mendengar ucapan Ian. Yah, ia tak pernah lagi mencari tahu kehidupan Ian selama 7,5 tahun terakhir. Ketika ia pindah ke Jerman dalam keadaan patah hati, ia masih sering mencari informasi tentang Ian dan istrinya. Namun, itu hanya membuatnya jauh lebih terluka. Ian selalu terlihat bahagia dengan istrinya. Ian meraih kesuksesan dengan menjadi wakil pimpinan yayasan Permata Hati di usia muda. Wina tak lagi mencari tahu segala hal tentang Ian setelah enam bulan ia tinggal di Jerman. Ia memilih fokus pada kandungannya dan ia berjanji tak akan mencari tahu lagi. Ia terlalu sakit untuk melihat kebahagiaan Ian dengan Resta. Ia bahkan tidak lagi berhubungan dengan Meli dan teman-teman SMA-nya. Dan kini, Ian berkata bahwa istri telah lama meninggal dunia? Benarkah? Kedua mata Wina bergetar menatap wajah tampan di depannya. Ia tak boleh terlena lagi. "Kalau gitu, Pak Ian harus lebih malu. Istri Pak Ian di surga nggak akan senang kalau Pak Ian bersikap kayak gini sama aku. Jangan pernah cium aku lagi." Wina mendorong d**a Ian lebih keras lalu mulai melangkah menaiki anak tangga. Ia tak akan bicara lagi pada Ian atau ia akan terjerat dengan pria yang sangat ingin ia hindari itu. Wina memutar tubuhnya ketika ia mencapai gagang pintu. "Pak Ian jangan lupa, aku udah punya suami. Jangan kurang ajar lagi!" Ian merasa tertohok akan ucapan Wina. Ia membuka bibirnya, tetapi Wina lebih dulu meninggalkan dirinya di anak tangga dengan napas terengah. Ian meraba bibirnya yang sempat melumat bibir Wina selama beberapa detik. Itu gila, ia tahu. "Aku nggak akan lepasin kamu dan King, Win. Tunggu aja, aku akan membuat kalian jadi milik aku," gumam Ian. Ian merogoh ponselnya. Ia menelepon Egi dengan cepat. "Egi, cari tahu semuanya yang berhubungan dengan Wina dan King. Benarkah dia udah nikah? Bagaimana kehidupan Wina selama ini dan ... pokoknya kamu cari tahu semuanya!" "Oke, Tuan. Beri saya waktu," tukas Egi. "Sampai besok pagi, laporkan sama aku secepatnya." *** Wina masuk ke kamar King dengan perasaan tak keruan. Ia melihat King telah tidur dengan nyenyak. Ia menatap bola basket yang tergeletak di sebelah King. Dengan hati-hati, Wina mengambil bola tersebut. Wina membuang napas panjang karena ia tahu Ian bisa mencuri hati King. Wina masih tidak percaya dengan ucapan Ian. Jadi, ia segera duduk di sofa lalu membuka ponselnya. Ia mengetikkan nama Ian di sana lalu muncullah beberapa artikel tentangnya. Wina menutup bibirnya dengan telapak tangan ketika membaca salah satu artikel. "Resta Susilowati meninggal dunia setelah melahirkan putra pertamanya dengan Alfian Widyatmoko," gumam Wina. "Ini lima tahun yang lalu." Wina terhenyak mengetahui semua itu. Ia berhenti mencari tahu tentang Ian setelah enam bulan, dan ia tak tahu apa-apa tentang Ian selama ini. Ia kembali membaca dan kini, ia mencari tahu kabar tentang anak Ian. Ia hanya mendapatkan satu hal, nama anak itu adalah Azka Putra Widyatmoko. Tak ada berita lain yang memuat hal tentang Azka. Dan itu aneh, seharusnya anak itu sudah masuk taman kanak-kanak. Bahkan fotonya saja tak ada. Mungkin, Ian bisa menjaga anaknya dari publik. Dan mungkin itu juga yang membuat Ian percaya diri bisa menjaga King nantinya. Wina menggeleng. Ia tak ingin seperti itu. Ia sudah cukup tenang hidup berdua dengan King. Ia juga akan menikah dengan Roki. Ia tak boleh terusik dengan Ian. "Pak Ian udah punya anak laki-laki. Anak itu pasti kelak akan dijadikan pewaris yayasan. King tidak dibutuhkan di keluarga itu dan sejak awal mereka tidak menginginkan King," gumam Wina. Wina berdiri lalu membelai kening King dengan lembut. Ia mencium pipi King. Hanya King yang ia miliki. Ian tak pernah tahu bagaimana ia berjuang membesarkan King. Ian tak tahu apa saja yang telah ia korbankan untuk membesarkan King. Dan Ian tak pernah tahu penderitaannya selama ini. Wina tak akan mempermudah keinginan Ian untuk mendekati King. Mungkin, ia akan dikatai egois, tetapi ia sudah memutuskan untuk berhati-hati dengan keluarga Ian. *** Keesokan harinya, Ian sudah tak sabar untuk mendengar laporan dari Egi. Ia sudah penasaran dengan Wina setengah mati. Ia hanya tahu sedikit tentang Wina. Wina dulu adalah muridnya ketika ia baru diangkat menjadi guru SMA dan ia menjadi wali kelas Wina. Mereka menjadi lebih dekat karena Wina berteman dengan Meli—adiknya. Wina sangat cantik hingga berhasil mencuri hati Ian, tetapi ia tidak pernah mengutarakan perasaannya karena masa depannya telah disusun oleh orang tuanya. Ia bahkan harus menikah demi kepentingan yayasan. "Tuan, saya sudah mencoba mencari tahu semua yang berkaitan dengan nona Wina, tapi saya agak kesulitan mencari informasi mengenai kehidupan beliau di luar negeri. Yang jelas, nona Wina tinggal di Jerman dengan ayah kandungnya." Egi memulai laporannya. "Lanjutkan!" perintah Ian. Ia menyimak dengan dua tangan terpaut di bawah dagunya. "Nona Wina lahir dari pasangan Erlinda Widarti dan Joseph Vincent yang memiliki darah Indo-Jerman. Namun, mereka tidak memiliki ikatan pernikahan. Saya kurang tahu detailnya, tetapi ibu nona Wina kabarnya adalah seorang wanita penghibur dan sering menggaet pria-pria kaya untuk dijadikan pasangan," kata Egi. Ian mengangguk pelan. Ia tidak tahu ini. "Lalu, bagaimana hubungan Wina dengan ibunya?" "Sangat buruk. Saya tidak menemukan interaksi nona Wina dengan ibunya sejak 7,5 tahun lalu ketika nona Wina meninggalkan Indonesia," jawab Egi. Ian merasakan firasat yang tidak baik sekarang. "Jadi, maksud kamu Wina sengaja pergi ke luar negeri ketika dia hamil King?" "Bisa jadi seperti itu, Tuan." "Lanjutkan. Bagaimana pekerjaan dan kehidupan Wina selama ini?" tanya Ian. Egi membalik kertas laporannya. "Yah, nona Wina menjadi penulis naskah dan buku anak yang cukup terkenal di luar negeri. Beliau memakai nama lain. Joanna Vincent. Beliau beberapa kali bekerja sama dengan yayasan atau perusahaan besar untuk membuat pemeran teater dan sering kali terlibat dalam pembuatan film. "Dan sekarang, saya dengar nona Wina sedang bekerja dengan Diamond Entertainment untuk membuat film layar lebar. Dan CEO perusahaan itu adalah tuan Roki Bara." Ian mengangkat dagunya seketika. Tangannya langsung mengepal. "Roki ... dia suami Wina?" "Calon suami, Tuan. Dirumorkan bahwa mereka telah bertunangan sejak enam bulan yang lalu," jawab Egi. Ian tersenyum miring. Ia sangat lega ketika tahu Wina belum menikah. Tunangan, hanya tunangan. Ia tersenyum lebih lebar. "Jadi, Wina bohong sama aku. Dia bilang, dia udah nikah padahal sebenarnya belum." "Ya, saya rasa nona Wina nggak mau terlibat dengan Anda, Tuan. Beliau wanita mandiri dan didukung oleh tuan Roki. Saya pikir ... Anda harus berpikir ulang untuk mengejar cinta nona Wina," kata Egi memperingatkan. Ia tahu persis kenapa Ian memintanya mencari informasi mengenai Wina. Ian menggeleng. "Nggak akan. Wina melahirkan anak aku, dan aku nggak mau kehilangan mereka begitu aja." Ian menjeda omongannya selama beberapa detik karena ia tengah berpikir. Jika ia bisa membuat King bersekolah di tempatnya, ia akan memiliki banyak kesempatan untuk bertemu Wina. Namun, ia tak tahu apakah rencana itu akan berhasil atau tidak. "Kamu cari tahu sekarang, kapan King boleh pulang dari rumah sakit?" "Ehm, ya. Hari ini, Tuan. Saya dengar dia sudah boleh pulang," jawab Egi. "Dan kamu sudah tahu di mana rumah Wina?" Ian memiringkan kepalanya. "Maaf, Tuan. Tapi itu belum saya temukan." Ian membuang napas panjang. Tampaknya ia harus membuntuti Wina agar ia tahu di mana mereka tinggal. *** King merasa senang karena ia boleh pulang. Ia melipat baik-baik formulir dari Ian yang sejak kemarin ia simpan di bawah bantal. Ia menyelipkannya di antara buku lalu dimasukkan ke dalam tas. Ia sudah memeriksa ponsel Wina dan menemukan email dari Ian. Ia akan membereskan pendaftaran sekolahnya setelah ia pulang nanti. "Udah siap semua?" tanya Roki yang sore itu menjemput Wina dan King. "Ya, udah." Wina mengambil tas King lalu mengulurkannya pada Roki. Ia mendekati King yang tengah duduk di tepi ranjang sambil memantulkan bolanya ke lantai. "King, kamu beneran udah nggak sakit?" "Ehm, dokter juga udah bolehin aku pulang, Ma. Aku bosen di rumah sakit," ujar King. Ia memeluk bolanya lalu turun dari ranjang. "Aku nggak sabar pulang." "Oke. Tapi, kita masih harus kontrol ke rumah sakit lusa," kata Wina mengingatkan. King mengangguk. Ia akan menjadi anak yang baik hingga tujuannya tercapai. Ia membiarkan Wina merangkul bahunya lalu mereka bertiga pun meninggalkan kamar. King merasa agak sedih karena hari ini Ian tidak datang. Ia sangat gatal untuk meminjam ponsel Wina lalu mengirim pesan pada Ian. Ah, tapi ia tak bisa begini terus. Mungkin, ia akan merengek lagi agar dibelikan ponsel pribadi. "Kita harus membeli makanan," kata Roki. Ia menoleh pada Ian yang berjalan di sebelah Wina. "Kamu mau makan apa, King? Om beliin buat kamu." "Apa aja, Om. Tapi, aku mau pulang. Mama mungkin bisa masak buat aku," kata King penuh harap. Jadi, ia akan memiliki kesempatan menyelinap ke ruang kerja ibunya selama beberapa menit. "Ah, jadi kamu kangen masakan Mama?" tanya Wina seraya mencubit pipi King dengan gemas. "Tentu aja. Nggak enak masakan rumah sakit," ujar King. Wina tertawa. "Lain kali, Mama harap kamu nggak ceroboh lagi. Kamu harus hati-hati di mana pun kamu berada. Mama juga nggak suka kamu ada di rumah sakit kayak gini." King mengangguk. Ia mengakui dalma hati bahwa ia sangat ceroboh, tetapi jika kecelakaan itu tak pernah terjadi, ia mungkin tak akan pernah bertemu dengan Ian. Jadi, ia tetap saja bersyukur diam-diam. "Gimana kalau Mama masak spaghetti buat kamu?" tanya Wina ketika mereka mendekati mobil. "Oke. Aku suka. Aku mau saus bolognese. Terus aku juga mau sosis bakar dan daging," jawab King. Wina mengangguk sementara Roki tertawa kecil seraya memasukkan tas-tas ke dalam bagasi. Ia lalu melirik Wina. "Nanti aku bantuin kamu masak." Wina mengangguk. Ia masuk ke mobil setelah King. Tak lama, mobil itu meluncur cepat di jalanan tanpa tahu bahwa Ian sejak tadi telah menajamkan mata ke arah mereka bertiga, bahkan kini Ian mengikuti mobil itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN