“ Lo kayak ngajak tuh cewek ngedate tau nggak?” ucap Josua ketika keluar dari kantin bersama Farel dan Radit. Jarang-jarang mereka melihat Farel sampai sebegitunya ke cewek, ya walaupun dia memang dikenal sebagai senior yang ramah. Tapi kalau minta sampai pergi berdua, sepertinya nggak pernah.
Perlu para cewek-cewek kampus ketahui, Farel ini si jomblo akut. Udah jomblo sejak lulus SMA. Terakhir kali dia memiliki pacar tapi meninggalkannya begitu saja karena kuliah di luar negri. Entah trauma atau kenapa, Farel sampai sekarang jadi tidak pernah memiliki hubungan khusus lagi.
“ Udah move on dari Tina?” goda Radit yang tahu betapa bucinnya Farel pada teman seangkatan mereka saat SMA itu. Mereka bertiga memang berasal dari SMA yang sama, bahkan Radit dan Farel sudah kenal sejak SMP.
Farel berdecih. “ Ngapain sebut-sebut tuh nama lagi deh? Udah basi.”
“ Anjayyy! Gaya lo! Dulu aja sampe bengong di bandara gara-gara nggak sempet pamitan sama sang mantan.” Josua terlihat sangat senang menggoda sahabatnya.
Kali ini Farel tertawa, tepatnya menertawai kebodohannya di masa lalu. Bagaimana bisa ia sebodoh itu hanya karena ditinggalkan oleh gadis bernama Tina? Padahal jelas gadis itu menyia-nyiakan ketulusannya dan meragukan kesetiaannya sampai memilih untuk mengakhiri hubungan mereka yang sudah terjadi sejak kelas satu SMA. Gadis itu harusnya tahu ia bisa menunggu kepulangannya dari kuliah di luar negri. Namun nyatanya setelah setahun mereka berpisah, ia mendapat kabar jika Tina memiliki pacar di Aussie. Jadi, siapa yang tidak bisa bertahan dalam hubungan jarak jauh sekarang? Dan kesetiaan siapa yang tengah dia pertanyakan dulu?
“ Tapi bagus lah kalau lo udah move on.” Josua menepuk-nepuk pundak Farel. “ Cakep juga sih cewek tadi. Imut-imut gitu.”
Farel tersenyum tipis. Sejak awal ia memang sudah tertarik pada Elsya. Entah kenapa, gadis yang memiliki senyum manis itu membuatnya tak bisa berpaling. Walau sampai saat ini ia hanya bisa memandangnya dari jauh.
“ Siapa sih namanya? Els... Elsa? Esa? Eca?” Radit mulai menebak-nebak nama gadis yang tengah disukai temannya ini.
“ Elsya. Lidah lo kampungan banget sih,” balas Farel di sela gelak tawanya.
“ s****n. Anjir namanya ribet juga. Enak dipanggil Eca padahal. Emaknya mikir apa ya pas namain dia?”
“ Kepo deh lo.”
Di tengah pembicaraan ke tiga pemuda itu, tanpa mereka sadari ada yang sedang mendengarkan. Bukan sengaja, tapi pria itu hanya terdiam sejenak ketika nama seseorang tengah mereka sebutkan. Seketika pria itu memperhatikan satu orang yang terlihat begitu bahagia menjelaskan uniknya nama Elsya di depan teman-temannya. Lalu ia segera berlalu dari sana sebelum telinganya berasap.
Elsya yang sedang berbahagia karena dompetnya ketemu itupun langsung mengajak Windi untuk menraktirnya makan. Tadinya ia ingin mengajak Windi makan sepuasnya di kafe milik sang ayah tapi ia belum siap jika Windi tahu siapa sebenarnya ayahnya. Jangan-jangan Windi akan shock atau malah heboh karena mulutnya kan bocor banget.
Nanti aja deh kalau gue siap. Elsya membatin. Gadis itu akhirnya pergi ke salah satu minimarket dekat kampus. Katanya Windi mau banget coba onigiri dan fresh milk boba yang kata anak kampus enak banget buat makan siang singkat. Padahal mereka juga baru aja selesai makan siang, tapi Elsya malah tetap mengikutinya.
Namun di lobby kampus, Elsya berpapasan dengan Aksa yang tampak berjalan terburu-buru ke arahnya. “ Loh? Kak?”
“ Kamu mau kemana?” tanya Aksa pada kekasihnya.
Elsya menatap Windi. “ Kami mau ke minimarket. Kakak mau ikut?” tanyanya dengan sopan.
Aksa mengangguk lalu mereka pun berjalan beriringan meski Aksa berjalan agak di belakang kedua gadis itu.
“ Cowok lo bucin banget ya?” bisik Windi agar tak terdengar oleh Aksa.
“ Kenapa emangnya?”
“ Ngapain dia sering-sering ke kampus orang coba? Gue sih udah tengsin abis. Tapi demi lo... “
Elsya terkekeh geli. “ Udah ah katanya mau jajan lagi.”
Windi mengangguk-angguk. Dirinya langsung fokus kembali pada makanan incarannya.
Begitu sampai di minimarket, mereka berdua berjalan ke arah rak-rak pendingin yang berisi aneka ragam makanan siap saji. Windi mengambil dua buah onigiri dengan rasa salmon pedas dan juga memesan satu gelas fresh milk boba dengan tambahan caramel. Tentu saja Elsya yang membayar karena memang dia ingin menraktir sahabat barunya ini.
“ Serius ini makan siang singkat yang diidolain anak kampus kita?” tanya Windi begitu duduk di kursi bersama Elsya yang tadi hanya memesan milk tea dan Aksa yang hanya memesan segelas es amerikano.
“ Iya. Lo lihat aja tadi di raknya aja udah mau abis. Emang enak kok. Lumayan kenyang juga.”
“ Untung gue ngambil dua.” Windi menatap nanar pada dua onigiri bentuk segitiga di depannya. Lalu ia mulai membuka bungkusnya yang justru membuat kulit onigirinya terkelupas. “ Lah copot.” Ia jadi shock sendiri.
“ Bukan gitu bukanya.” Meski menertawai Windi, Elsya tetap membantu gadis itu untuk memberitahu cara membuka onigirinya. Lalu menyodorkannya ke Windi. “ Nih. Nariknya harus pelan-pelan biar nggak robek norinya.”
“ Ribet anjir.” Windi menggeleng-geleng heran. Untuk membuka plastik pembungkus onigirinya saja bisa memakan waktu lima belas menit sendiri. Keburu kenyang lagi yang ada. “ Mending nasi uduk deh. Harga segitu udah pake telor cabe-cabean.”
“ Tim mendang mending mulu deh lo. Kalo lo beli nasi uduk yang ada nggak bisa coba onigiri,” sela Elsya yang dibenarkan oleh Windi.
“ Iya sih. Sekali aja deh coba. Enak sih. Lumayan lah. Kirain lidah kampungan gue nggak bisa nerima.” Windi tergelak lalu menghabiskan satu bungkus onigirinya dalam sekejap. Ia lalu melirik pria di samping Elsya yang tampak asik menikmati segelas kopi berwarna hitam itu. “ Itu kan pahit? Gue pernah salah pesen karena pilih menu paling murah. Eh ternyata zonk. Mana mas-masnya diem aja pas gue pesen.”
Aksa nyaris tersedak dengan omongan teman dari pacarnya ini. Ia baru menemukan orang yang karakternya mirip sekali dengan Elsya. Ya walaupun selama bersamanya Elsya lebih terlihat feminim, tapi jika bersama teman-temannya terutama Brian... Elsya akan terlihat sangat konyol dan cerewet. Andai gadis ini bisa sebebas itu saat bersamanya. Apa karena dia belum merasa nyaman? “ Kan tadi pake gula sedikit. Jadi nggak pahit banget.”
Windi tetap menggelengkan kepalanya. “ Masih mending kopi kapal adem deh. Walaupun bikin gigi kuning kalo keseringan.” Ia kemudian melirik jam tangannya. “ Udah jam dua, gue balik ya?”
“ Hah? Sekarang banget?”
Windi langsung saja beranjak dari kursinya dan menepuk-nepuk pundak Elsya. “ Sebagai teman yang pengertian, gue undur diri karena lo berdua kan mau pacaran. Masa gue jadi nyamuk? Betewe makasih traktirannya. Sering-sering aja ya.”
“ Maksud lo sering-sering aja dompet gue hilang?”
“ Nggak lah.” Windi tertawa tapi kemudian gadis itu segera pergi dari sana.
Begitu Windi pergi, entah kenapa suasana terasa jauh lebih hening. Elsya yang tadinya ceria pun kembali terlihat kaku. “ Tumben kakak nggak ngabarin mau ke sini.”
“ Oh itu. Aku khawatir pas tau dompet kamu hilang dari Brian. Tapi... kayaknya udah ketemu ya?” tanya Aksa saat tadi sempat melihat dompet berwarna biru yang dikeluarkan dari tas milik Elsya.
“ Oh iya. Udah ketemu. Sorry nggak ngabarin, keburu panik kemarin tuh.” Elsya jadi tersenyum kikuk. Bisa-bisanya ia lupa mengabari Aksa.
“ Terus gimana ceritanya bisa ketemu?”
“ Ternyata senior aku yang nemuin dompetnya terus tadi siang dibalikin pas kami ketemu di kantin.”
Sepertinya Aksa sudah menduga siapa penemu dompet yang Elsya maksud. “ Terus?”
“ Apa?”
“ Kamu bilang makasih dong?” Aksa mulai memancing.
“ Iya aku bilang makasih dan... “ Elsya terlihat ragu. “ Dan rencananya aku mau traktir orangnya. Untuk tanda terima kasih, ya... hanya itu.” Ia mencoba meyakinkan Aksa agar tidak salah paham.
Aksa menaikkan sebelah alisnya. “ Senior kamu... cowok?”
Elsya mengangguk pasrah.
“ Oh.” Aksa mengangguk-angguk mengerti. “ Ya sudah. Berkat dia kamu nggak kehilangan dompet kesayangan kamu itu.” Ia mencoba tersenyum meski rasanya tak rela jika kekasihnya menraktir pria lain, apalagi ia tahu pria itu ternyata menyukai Elsya.
Seperti biasa, Elsya yang nggak pernah peka dengan keadaan sekitarnya pasti hanya menyangka semua ini hanya balas budinya kepada seniornya, tanpa memikirkan hal lain. Dia memang sepolos itu. Makanya Aksa sangat menyukainya.
***
Alga duduk di taman kampusnya sembari pikirannya berlalu pada beberapa menit yang lalu. Saat ia sedang makan di kantin bersama Malvin dan tak sengaja melihat Elsya yang juga makan dengan beberapa orang yang ia tahu sebagai seniornya itu. Lalu seorang pria mengeluarkan dompet biru dari tasnya dan menyodorkannya ke Elsya.
Entah apa yang terjadi, tapi dompet biru itu membuatnya seolah kembali pada kenangan kebersamaan mereka semasa SMA. Dimana Elsya menyuruhnya memilih dompet saat mereka sedang ke mall. Pilihan Alga jatuh pada dompet berwarna biru laut dan gambar kucing yang lucu itu. Baginya, kucing itu sama menggemaskan dengan Elsya. Tak disangka gadis itu langsung membelinya dan dia bahkan masih menggunakannya sampai sekarang.
Alga segera menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak boleh lemah. Meskipun Elsya bersikap seolah mereka baik-baik saja, tapi sebenarnya ia telah melukai hati gadis itu begitu banyak. Dan Elsya akan jauh lebih terluka mengetahui siapa dirinya dan bagaimana asal usulnya. “ Lo bahagia kan, Els? Please lo harus bahagia. Ada banyak cowok yang suka sama lo dan mereka seribu kali lebih baik dibanding gue yang sebatang kara ini.”