"Pagi Neng,"sapa Diana.
"Pagi juga,"balas Kei.
"Kei Lo tau nggak?"tanya Icha.
"Nggak,"
"Ahh Lo kok gitu sih Kei,"kesal Icha.
Biasanya jika Icha mengatakan seperti itu, jawaban Kei harus "Ada apa Cha?".
Kei mendesah pelan sambil mengangguk.
"Ada apa Cha?"
"Kakak Lo ternyata demen sama Keenan,"seru Icha.
Kei hanya diam seribu bahasa tak tau harus berkata apa.
"Kei,"
"Kei!"
"Keina Azkadina Auroraa yang cantik jelitaa denger Ichaa nggak sih!"sungut Icha karena diabaikan Kei yang lagi-lagi malah melamun.
"Ahh iya iya terus kenapa?"jawab Kei setelah tersadar karena teriakan Icha.
"Yaa gapapa, Gue pinter kan bisa tau kalo kakak Lo suka sama Keenan,"sombong Icha.
"Hallah sok sokan bilang Keenan Keenan kalo ada orangnya juga cuman diem nunduk bilangnya," Kak Keenan'"ejek Diana karena Icha juga sama seperti dirinya, takut dengan Keenan.
"Apasih Lo ganggu aja,"ucap Icha.
"Udah-udah yuk kantin,"
"Sarapan lagi Kei?"tanya Diana.
Kei hanya mengangguk yang membuat Diana menggeleng tak percaya.
Mereka bertiga bersenda gurau dikoridor kelas dan sampai dikantin langkah Kei terhenti karena melihat satu orang yang sangat-sangat Kei benci, siapa lagi kalau bukan Keenan.
"Guys balik aja yuk,"ajak Kei.
"Loh kenapa?"tanya Icha.
"Lo kenapa sih Kei akhir-akhir ini kayak ngehindari Kak Keenan,"asal Diana.
Perkataan Diana sukses membuat Kei cengo setengah mati, bagaimana Dia mau menjelaskan pada Mereka?.
"Ahh nggak Aku gak ngehindari Kak Keenan kok, gatau kenapa sekarang tiba-tiba nggak mood aja,"alasanya.
"Ayolahh Kei, Gue juga belum sarapan ini,"rengek Icha dengan muka memelasnya.
Kesekian kalinya Kei mengangguk tanda setuju dengan Icha walau Ia sangat ingin lari darisana.
" Yeay ayok,"tarik Icha takut Kei berubah pikiran lagi.
Mereka lalu memilih meja yang sangat strategis dipandangan anak Gervide membuat Kei semakin ingin keluar dari kantin.
….
….
‘Perlu hidup baru untuk mmbuang kenangan lama’
3 hari ini Kei sering mual bahkan Dia harus rela bolak-balik kamar mandi hanya untuk menumpahkan isi perutnya.
Dan hari ini Ia bertekad untuk membeli test pack. Jujur Kei takut, takut jika hasilnya tidak seperti yang Kei harapkan.
Sebenarnya Kei tidak ingin membeli barang itu, barang yang haram jika dibeli oleh anak-anak sepertinya.
Tapi keadaan yang memaksa Kei untuk membeli barang terlarang itu.
….
Di sinilah sekarang Kei berada, di depan apotek dan Kei masih saja stay memandangi tempat itu. Bukan bukan karena kagum atau apalah itu, tapi Dia hanya sedang menenangkan hatinya yang gusar.
Dengan langkah ragu Kei mencoba masuk kedalam.
"Ada yang bisa Saya bantu Mbak?"kata seorang apoteker.
" Ahh Saya mau membeli test pack,"
"Hamil muda ya Mbak, sebentar ya Saya ambilkan dulu,"
Kei mengangguk dengan senyum masam. Hamil muda???.
Untung saja Kei tidak lupa kalau saja dia masih memakai seragam, mungkin Apoteker tersebut akan mengucapkan kata yang berbeda.
Setelah Kei membayar, Kei langsung pulang kerumah.
Saat ini Kei hanya bisa meramalkan doa-doa agar hal yang tidak Ia inginkan, tidak terjadi.
Kei memberanikan diri melihat hasilnya, tanpa aba-aba air matanya langsung turun merembes ke pipinya.
Dua garis merah, artinya Keina...
"Positif"
Kei menangis, menangis untuk membuktikan pada dunia. Bahwa hidupnya, tidak adil.
"Bagaimana ini?"
"Aku harus gimana Tuhan?"
"Aku butuh arahan,"
"Kenapa takdirku sangat buruk Tuhan, apa salahku?"
Keina menjerit dalam batinnya. Dan tanpa sadar tangannya mengepal.
…2 hari berlalu setelah Kei tahu bahwa dirinya sedang mengandung anak dari si b******k itu.Kei masih seperti biasa, Dia tak pernah menunjukkan kalau dirinya rapuh. Dia selalu membawa suasana gembira untuk orang sekitar.Namun Kei tau kalau rahasianya tak akan bertahan lama, untuk itu Dia hanya diam seakan baik-baik saja."Gak ada 5 bulan lagi udah mau Ujian lagi nih,"ucap Icha lesu.Aku bahkan gak tau apa besok Aku masih disini Cha-Batin Kei dalam hatinya.Kei hanya tersenyum menanggapi."Belajar yang rajin Cha, katanya mau jadi polisi,"ucap Kei mengingatkan."Iya jadi polisi nggak cuman fisik otak Lo juga harus encer Cha,"ucap Diana menusuk batin Icha sambil memakan snack. "Kamu juga udahan dulu pacarannya Cha,"ucap Kei yang disetujui dengan tawaan Diana. "Keei,"ucap Icha merajuk."Becanda becanda,"kata Kei."Dasar ngambekan,"sindir Diana." Diem lu!"balas Icha sadis."Udah udah, yuk kantin keburu bel,"kata Kei yang langsung diangguki Diana dan Icha
…
Plakk"Apa ini ha?!!"tanya Fahri yang tak lain tak bukan adalah Papa kandung Kei.Kei yang baru saja pulang sekolah terkejut karena langsung mendapat tamparan keras dari Fahri sehingga Ia jatuh tersungkur dilantai.Kei lalu menfokuskan matanya pada benda yang dipegang oleh Fahri.Kei terkejut, test pack miliknya ada ditangan Papanya.Lalu pikirannya menerawang sekilas dan Kei teringat, kalau Ia lupa memasukkan benda itu ke lacinya. Test pack itu masih ia letakkan diatas meja belajar."I-itu," Kei menjawab dengan terbata-bata."Jawab yang benar bodoh!"teriak Rere yang tak lain adalah Mama kandung Kei.Jujur Kei sadar jika Kei memang tak akan bisa menyembunyikan kehamilan Kei karena janinnya pasti akan tumbuh dan membuat perut Kei semakin membuncit.Tapi bukan sekarang, Kei belum siap. Kei belum siap jika Kei harus memulai kehidupan Kei sendiri. Kei butuh penopang, Kei butuh sandaran- Jerit Kei dalam hatinya"Itu punyaku Pa, Ma,"ucap Kei putus asa. Bagaimana Ia akan berbohong, buktinya saja sudah ada ditangan Papanya."Jangan pernah memanggil Kita Papa dan Mama, karena Kamu BUKAN SIAPA SIAPA disini,"kata Fahri dengan tatapan nyalang dan penuh penekanan."Tapi Aku ini anak Kalian berdua,"jawab Kei lirih tapi bisa didengar oleh Fahri dan juga Rere." Hah anak?anak apanya, anak pembawa sial iya?!""Dari dulu Kamu itu memang selalu membawa sial keluarga ini tau nggak. Masih inget Kamu, kalau Kamu yang bunuh anak kesayangan Saya? Masih inget Kamu saat Kamu buat Dia mati hari itu?"kata Rere murka sambil menarik surai milik putri kandungnya itu dengan kasar.Kei meringis. Sakit. Mungkin itu yang Ia rasakan saat ini."Bukan Aku Ma bukan Aku pembunuh Kak Feino,"jawab Kei dengan tangisan yang sudah membentuk aliran dipipinya dan memegangi rambut yang Rere tarik dengan brutal."Bukan?jelas-jelas Kamu pelakunya Kei. Kamu yang membunuh Feino hari itu. Kamu yang buat ANAKKU MATIII!!!"teriak Rere penuh emosi lalu melepas rambut Kei dengan dorongan yang kuat membuat Kei tersungkur di lantai."Pa cepat bereskan barang-barang anak ini,"perintah Rere. Fahri mengangguk lalu menghilang dari pandangan Kei.Kei tetap diam, Dia sama sekali tak ada niatan untuk membela dirinya ataupun memohon pada Rere agar Ia dapat tetap tinggal di rumah ini. Jujur Ia mulai lelah diperlakukan bak binatang."Oiya apa ini memang pekerjaan Kamu, dibayar berapa Kamu sampai bibitnya jadi kayak gini ha?"tanya Rere dengan angkuh."Jawab jalang!!!"tendang Rere dengan sepatu haknya. "MAMA!""Aku nggak serendah itu Ma, Aku masih punya harga diri!"Kei meluapkan emosinya sekarang setelah sekian lama diinjak-injak oleh Mamanya."Hhh harga diri?, berapa harga dirimu ha?""MA!"teriak Kei.Plak"Apa Kamu tak pernah diajari sopan-santun disekolah?!"tanya Fahri setelah menampar pipi Kei. Kei hanya diam, terduduk diatas lantai dengan tangan kanan yang menutupi pipi nya. "Ini barang-barangmu dan ini terserah mau buat apa Saya nggak peduli, yang terpenting jangan kembali lagi kerumah ini. Saya sudah muak dengan tingkah laku Kamu,"Ucap Fahri sambil menyerahkan amplop cokelat pada Kei.Tanpa pikir panjang Kei mengambil amplop itu lalu menyambar koper besar miliknya dan melangkah keluar dari rumah yang mirip seperti neraka baginya. …2 hari sudah Kei sejak kepergian Kei dari rumah. Bohong jika Reina tak khawatir.Reina juga tak tahu kenapa, tapi yang pasti rasa simpatinya muncul dikala Kei pergi. Kemarin Reina memang melihat saat-saat Kei disiksa, Dia melihat dari kamarnya. Dia tidak turun, entah kenapa hatinya sekarang sakit tiap melihat Kei menangis. Tapi Dia tak tau apa yang harus Dia lakukan.2 hari itu juga Reina tak masuk sekolah. Satu hari Ia gunakan untuk merenung, betapa kejamnya dirinya pada Kei. Dan satu hari lagi, Ia gunakan waktunya untuk mencari Kei. Dia merutuki kebodohannya selama ini.