SESUDAH muntah-muntah dan tercekik-cekik sekali lagi, Harry terlihat sudah lebih tenang. Dia kembali ke jok belakang mobil di mana pintu sebelah kanannya terbuka, kedua kakinya menjulur keluar.
“Kita harus segera meneruskan perjalanan. Kanto masih lumayan jauh.”
“Sebentar saja boleh? Aku masih belum siap pergi.” Dia menggosok-gosok pelipis dan merambat ke kepalanya yang plontos seperti hendak pecah. Ivan memperhatikannya sejenak, namun merasa tidak tega memperhatikan penderitaan yang begitu menyiksa. Dia melangkah menghindari muntahan Harry dan menyadar pada kap mobil.
Teleponnya berdering. Di tampilan layar itu tertulis Robert Eijun. “Apa yang sudah terjadi?” tanyanya.
Eijun sedang duduk, masih di meja rapat bersama dengan sebagian besar anak buahnya. Kazuya telah selesai mengerjakan afidavit. Ibuki berhasil menemukan catatan penangkapan Harry di Kanto dan tengah berupaya menemukan seorang pengacara yang mewakilinya ketika itu. Megumi datang sekitar pukul 07.30 dan lekas menyadari kalau dirinya telah tertinggal sesuatu yang menegangkan. Martha Tristin sedang mengetik seperti orang kerasukan, dia mengetik sebuah episode lain dalam ceritanya yang berubah terus mengenai eksekusi itu. Misaki Osikawa dan Kento Himura sedang berkeliaran di seputar stasiun kereta api sembari sesekali meneguk secangkir kopi dan dengan agak gugup mengawasi semua pintu dan jendela. Syukurnya matahari telah terbit saat ini dan mereka tidak benar-benar mengharapkan sebuah masalah. Tidak kalau di kantor, bagaimana pun itu.
“Dia mengalami kejang-kejang,” sahut Ivan, sedang truk beroda 18 itu melaju mendahului dengan bising, embusan anginnya mengacaukan setiap helai rambutnya. “Aku rasa itu karena tumornya, namun ketika kejang-kejang itu menyerangnya, kelihatannya cukup menakutkan. Dia sudah muntah-muntah selama dua puluh menit terakhir.”
“Apa mobilmu bergerak, Ivan?”
“Tidak, kami akan melanjutkan perjalanan sebentar lagi.”
“Waktu terus berjalan, Ivan. Kau paham itu, kan? Furuya akan dieksekusi jam enam sore.”
“Aku mengerti. Dan jika kau mau mengingat, aku berupaya memberitahumu kemarin itu, sedang kau memintaku hengkang.”
Robert Eijun mengela napas dalam-dalam sembari menerima tatapan membelalak dari seputar meja. “Bisakah dia mendengarmu saat ini?”
“Tidak. Dia berbaring di jok belakang, dia sedang memijat kepalanya sendiri, dia tidak berani bergerak. Aku sendiri duduk di kap mobil, sengaja untuk menghindari truk beroda 18.”
“Katakan pada kami, kenapa kau bisa mempercayai orang ini.”
“Nah, coba kau bayangkan, dari mana aku harus mulai? Dia tahu banyak mengenai kejadian itu. Dia berada di Kanto saat kejadian itu terjadi. Dia begitu jelas mampu melakukan perbuatan keji itu. Dia sedang sekarat. Tidak ada bukti yang memberatkan Furuya Satoru selain pengakuan itu. Dan Harry pun memiliki cincin sekolah dari gadis itu yang saat ini digantungkannya pada seuntai kalung di lehernya. Itu yang terbaik yang bisa aku lakukan, Eijun. Dan harus aku akui bahwa ada kemungkinan kecil kalau semia ini ternyata hanya sandiwara belaka.”
“Tapi kau membantunya melanggar pembebasan bersyaratnya. Kau telah melakukan kejahatan.”
“Jangan mengingatkan aku, oke? Aku baru saja berbicara dengan istriku, dan dia secara kebetulan menyebutkan hal yang sama.”
“Berapa lama kau bisa datang di sini?”
“Aku tidak tahu. Mungkin dalam waktu tiga jam. Kami sudah berhenti selama dua kali untuk minum kopi karena aku tidak tidur selama tiga malam. Aku mendapatkan satu surat tilang yang ditulis oleh polisi lalu-lintas terlambah di Oklahoma. Saat ini Harry baru saja memuntahkan seluruh isi perutnya, dan aku lebih menyukai dia melakukannya di selokan dibandingkan di dalam mobilku. Aku tidak tahu, Eijun. Kami sedang berusaha.”
“Cepatlah.”