Bab 3

1308 Kata
Pada awalnya Alanis menerima Petra menikahinya karena dirinya tidak ingin sendiri. Baginya lebih baik dicintai dari pada harus mencintai, cukup dulu dirinya mencintai pria hingga bodoh, tidak dengan sekarang. Sekarang yang terpenting itu dia menikmati untuk dicintai. Tapi sepertinya, yang di Atas belum mau membuat dirinya hidup dengan bahagia. Karena kedua orangtua Petra kembali merongrongnya dengan anak, dia benar-benar muak. Tidak tahu kah mereka, jika dirinya selalu tertekan dengan semua ucapan mereka. Dia juga ingin memiliki anak, siapa yang tidak mau mempunyai anak? Semua wanita ingin memilikinya, tapi dia tidak bisa. Alanis tahu, ketololannya di masa lalu membuatnya harus menderita sekarang. Dia bodoh harus mengambil jalan pintas, hingga membuatnya menyesal. Alanis pun belum sampai hati untuk mengatakan pada Petra jika dirinya tidak bisa hamil. Petra mungkin akan kecewa jika mengetahui itu semua, tapi sampai kapan ia harus terus menutupinya, cepat atau lambat Petra pasti curiga mengapa dirinya tidak kunjung hamil. Sedangkan dirinya selalu mengatakan jika dirinya sehat, Petra pasti akan curiga. Alanis seketika terdiam, melamunkan bagaimana jika dirinya menuruti kemauan mertuanya itu untuk di madu. Bisakah dirinya menerima? Menerima jika harus berbagi suami? Menerima berbagi ranjang? Dan menerima berbagi cinta? Cinta? Ck dia masih belum mencintai Petra, tapi dia sudah menerima Petra sebagai suaminya. Mengingat jika dirinya harus berbagi Petra, ia malah kembali mengingat masa lalunya dengan Raline dan Adjie dulu. Apakah seumur hidupnya, dia tidak boleh bahagia? Bahagia dengan orang yang mencintainya. Bukan bahagia dengan harus berbagi suami, dia benar-benar dilema. Alanis menghela napasnya berat, dia harus membicarakan ini dengan Petra. Dia tahu, dia tidak boleh egois kali ini. Petra sudah mencintainya, dan dia juga harus membuat Petra bahagia. Alanis mengambil ponselnya yang tidak jauh dari jangkaunnya, ia lalu menelepon seseorang. Sebelum di seberang sana menyemprotnya, Alanis terlebih dahulu yang bersuara. "Aku setuju--- ucap Alanis dengan menahan napasnya. --- aku setuju di madu oleh Petra, tapi dengan satu syarat. Aku yang akan mencarikan istri muda untuk suamiku, dan ibu dan ayah tidak usah ikut campur. Aku yang akan mengurus semuanya." Seru Alanis cepat dan langsung menutupnya, tak peduli jika di ujung sana ibu mertuanya itu menyumpahinya. Alanis sudah gila, suaminya itu pasti akan marah kepadanya. Karena berani mengambil keputusan tanpa memedulikannya, tapi dia bisa memikirkan itu nanti. Biarlah Petra memarahinya dan mungkin kecewa dengannya, dari pada dirinya harus terus-terusan terpojok. Sekarang yang terpenting dia harus mencari wanita yang mau menjadi istri muda Petra. Dengan semangat yang tinggi Alanis segera beranjak dari duduk santainya. Dia akan memulainya sekarang, lebih cepat lebih baik. Batinnya. *** Sejak hari itu, Alanis sering keluar dari apartementnya. Alanis mulai mencari wanita muda atau seumuran dengannya yang pantas dan cocok untuk menjadi istri kedua Petra. Namun sayangnya, sampai satu bulan lamanya ia belum mendapatkannya. Membuat Alanis pesimis dengan pencariannya. Alanis kemudian memasuki sebuah pusat perbelanjaan yang bergengsi di Bandung. Mata cokelatnya mulai mencari-cari wanita yang akan menjadi targetnya, sampai kemudian ia melihat seorang wanita yang umurnya, diperkirakan lebih muda dengannya tengah menawarkan sebuah produk. Alanis segera menghampiri wanita tersebut. "Selamat siang, Mbak. Ayo Mbak boleh dilihat dulu barangnya, produk kami sedang ada diskon." Ucap wanita muda itu dengan ramah sambil menyodorkan fondation dan lipstik. Alanis mengangguk sambil mengambil salah satu produk yang ditawarkan. "Sudah lama bekerja di sini?" Tanya Alanis basa-basi sambil membuka lipstik yang dipegangnya. "Baru dua bulan, Mbak." Jawab si sales promotion girl tersebut dengan senyum ramah. Alanis mengangguk. "Lipstik dan fondation ini berapa harganya?" "Jika Mbak mengambil 2 atau paket, harganya lebih murah. Hanya delapan ratus ribu, karena dipotong diskon juga." Alanis kembali mengangguk. "Boleh, saya ambil dua ini." Wanita muda bernama Karina itu mengangguk masih dengan senyum lebarnya. "Tunggu sebentar, Mbak. Saya buatkan dulu nota nya." Alanis mengangguk, lalu menunggu Karina membuatkan nota untuk nya. "Apa kau sudah istirahat?" Karina menggeleng. "Belum, Mbak. Sebentar lagi." "Kalau begitu saya tunggu, saya ingin berbicara denganmu sebentar." Wajah Karina meragu dan sedikit waspada, membuat Alanis mengerti. "Saya yang akan meminta izin pada atasanmu, jika itu yang kamu takutkan." "Baiklah, saya setuju." Alanis tersenyum, kemudian dirinya menunggu Karina dari seberang toko body shop tersebut. Alanis memilih memerhatikan Karina dari atas hingga ke bawah, pakaian spg untuk produk kecantikan memang harus seperti itu. Dengan tampilan dandanan yang tebal serta seragam yang menarik. Menarik kaum Adam tentunya. Tak berapa lama kemudian, Karina menghampiri Alanis yang tengah duduk. Mereka kemudian pergi menuju salah satu tempat makan di mal sana yang lebih private, karena Alanis sudah dengan wanita muda di hadapannya ini. "Kau ingin pesan apa?" Tanya Alanis ramah. Karina membaca menu yang sudah ada di sana, seketika dirinya harus menelan ludah dengan berat. Pasalnya menu makanan di sini begitu mahal, seharga ongkosnya selama satu bulan. "Sa-saya, minum saja Mbak." Jawab Karina dengan senyum malu. Alanis menggeleng tidak setuju. "Tenang saja, aku yang akan membayarnya." "Ta-tapi, Mbak. Saya nggak enak." Alanis malah kembali tersenyum dan memanggil seorang pelayan lalu menyebutkan makanan yang dipesannya. Setelah pelayan itu pergi, Alanis kembali fokus pada Karina. "Boleh saya tahu, kamu berapa bersaudara?" "Saya anak sulung dengan satu adik laki-laki, Mbak." "Ah begitu, lalu apa pekerjaan orangtuamu?" "Orangtua saya sudah tidak bekerja, Mbak. Mereka sudah tua, jadi saya yang menggantikannya." "Ah gadis yang baik." "Saya punya tawaran bagus untukmu, tenang saja saya akan membiayai semua kebutuhan keluargamu." Perkataan Alanis seketika membuat Karina tertarik. "Benarkah?" Alanis mengangguk dengan senyuman. "Berapa umurmu?" "25 tahun." "Apa kau masih perawan?" Karina mengangguk dengan malu. Alanis mengangguk dengan puas. "Saya ingin meminta kamu untuk menjadi Ibu pengganti." Karina memandang Alanis tidak mengerti. "Maksud, Mbak?" "Saya ingin kamu menjadi istri siri suami saya." Karina kaget dengan ucapan Alanis yang diluar nalar. Dia sampai terdiam. Melihat Karina yang diam saja. Alanis kembali berbicara. "Saya ingin kamu melahirkan anak untuk kami." Ucapan Alanis kali ini membuat wanita muda dihadapannya itu menganga, kaget. Dengan tertawa kaku, Karina berujar. "Mbak, bercanda kan? Bagaimana mungkin saya dan suami, Mbak----" Alanis langsung memotong perkataan Karina yang wajahnya kini merona. "Tidak, saya tidak menyarankan suami saya berhubungan badan dengan kamu, Karin." Sampai kapan pun dia tidak akan membiarkan Petra berhubungan badan dengan wanita lain selain dirinya. "La-lalu?" "Kamu tenang saja, ada banyak cara untuk membuat bayi selain dengan berhubungan intim. Jika kamu bersedia, saya akan membuatkan kontrak perjanjiannya. Ini akan menguntungkan bagi kita bersama, hidup keluargamu akan terjamin. Kau tidak perlu bekerja lagi di sana, setiap bulan kau akan mendapatkan uang untuk hidupmu dan keluargamu. Kami juga bisa membelikan apapun yang kamu mau, kau tinggal bilang. Dan kami akan mengabulkannya." Jelas Alanis tanpa kesulitan. Karina terdiam di kursinya, tawaran wanita yang sampai sekarang belum diketahui namanya itu benar-benar gila dan menggiurkan. Dia bingung, apakah dia harus menerima atau menolak? "Jika saya menolaknya, bagaimana?" Alanis mengangkat salah satu alisnya tinggi. "Kau akan kehilangan kesempatan untuk hidup lebih baik. Jika kau menolak tawaranku, kau akan terus bekerja sebagai sales entah sampai kapan. Kau mau seperti itu?" Yang dikatakan Alanis memang benar, tapi dirinya masih ragu. "Lalu setelah saya bisa melahirkan bayi untuk kalian?" "Kau harus pergi menjauh dari kami, karena kontrak ini akan selesai setelah kamu melahirkan." Karina diam mencerna. "Kau tenang saja, seperti yang sudah saya jelaskan. Kau akan tetap mendapatkan finansial selama yang kamu mau, tanpa batas. Dengan syarat, setelah kau melahirkan kau tidak boleh menampakan dirimu pada kami. Dan juga, kau tidak boleh jatuh cinta pada suamiku. Kau paham?" "Mengapa Mbak memilih saya?" Tanya Karina setelah beberapa menit terdiam. "Ntah lah, saya hanya merasa kau pantas untuk menjadi Ibu pengganti." Karina kembali diam, Alanis pun sama. Sampai kemudian makanan mereka datang berbarengan dengan Petra yang datang menghampiri mereka. Petra tersenyum lembut memandang Alanis, pria itu kemudian mencium bibir Alanis tanpa memedulikan mereka sedang berada di tempat umum. Karina yang melihat kejadian di hadapanya itu wajahnya memerah, malu karena baru pertama kali melihat pasangan suami istri yang begitu romantis. "Sayang, kenalkan. Dia Karina yang akan menjadi Ibu pengganti untuk kita." Ujar Alanis setelah Petra duduk di sampingnya. Baik Petra maupun Karin begitu kaget akan perkataan Alanis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN