Ingin Mengakhiri Hidup

1068 Kata
Jovita terdiam sejenak untuk mengumpulkan tenaga dan kembali berulah menendang pintu. Lelaki itu murka dan menyeretnya kembali ke gorong-gorong penjara yang menyedihkan itu. Ia didorong paksa untuk masuk ke dalamnya Tubuhnya langsung disambut binatang kecil merayap masuk menyusuri setiap sela tubuhnya. Baru saja berdiri sebentar binatang-binatang kecil sudah merayap ke kakinya, kaki seribu, kecoa, bahkan anak lipan, tidak ada kata-kata yang bisa ia ungkapkan, selain berteriak minta ampun Ia menyesali sikapnya yang melawan lelaki kejam itu. Berteriak, sampai pita suaranya habis juga tidak akan ada yang mendengarkannya. Bau busuk dari gorong-gorong itu, langsung menyeruduk hidungnya dan bau menyengat itu membuatnya pusing, air di bawah kakinya baunya, buat perut mual. Ia tidak punya tenaga lagi hanya untuk berdiri, kakinya sudah tidak punya kekuatan untuk menopang tubuhnya. Ia terduduk lemas membiarkan binatang-binatang itu masuk menyelinap kedalam bajunya. Ia membiarkan seekor lintah yang menempel di betisnya mengisap darah dari kulit kakinya yang mulus, ia hanya melihat tidak mampu mengerakkan tangan. Tenaga sudah habis ia pakai untuk berteriak. Matanya sayu dengan pundaknya naik turun, tubuhnya tidak berdaya, rasa lapar yang ia rasakan sangat menyiksa, membuatnya hampir mati, tubuhnya bersandar dinding yang lembab. ‘Ayah, ibu, apa salahku hingga aku mendapatkan penderitaan ini? Manusia kejam itu membiarkan aku mati lemas, aku kelaparan , aku menyusul kalian, bu’ ucap Jovita dalam hati. 'Manusia apa yang membiarkan seorang wanita mati lemas karena kelaparan, apakah ia punya hati?' ia membatin. Jovita disiksa atas kesalahan yang ia tidak tahu letak kesalahannya di mana. Ia merasa tidak tahan lagi, tidak diberi makan berhari- hari dan rasa sakit di pergelangan tangannya, dalam mimpi sekalipun, ia tidak pernah menduga akan mendapat perlakukan seperti saat itu. Disisa tenaganya matanya mengawasi sekitarnya, ia mencari sesuatu benda yang bisa mengakhiri penderitaannya. Jovita tidak tahan dengan penderitaan yang dialami, ia berniat mengakhiri hidupnya, bahkan mau mati sekalipun ia tidak bisa, karena tidak menemukan benda untuk ia gunakan untuk mengakhiri penderitaannya. Kini tubuhnya, dirayapi banyak binatang, bahkan ia merasa masuk ke bagian sensitifnya. ‘Aku ingin mati, lebih baik mati dari pada tersiksa seperti ini’ ucapnya dalam hati. Ingin mati susah, ingin hidup tak mampu. Ia menyandarkan kepalanya diantara dua lutut kakinya. Ia menyelipkan tangan kananya untuk menggapai lehernya sendiri. Lalu ia menekan kuat urat lehernya. Wajah itu menghitam, seiring tekanan di lehernya dan mata seakan ikut keluar dan lidahnya ikut terjulur, ia punya tenaga kuat untuk melakukanya, seolah-olah ia dibantu setan penghuni gorong-gorong itu untuk bunuh diri. Pada saat duduk tadi, ia tidak punya tenaga , tapi saat ingin melenyapkan nyawa sendiri, ia bisa kuat seperti itu. Ia masih berusaha untuk mengakhiri hidupnya. Hingga bayangan seseorang melompat ke arahnya dan menghentikannya, ia terkulai lemas dengan mata tertutup, nyeri di lehernya masih ia rasakan, kuku-kuku panjangnya menancap di lehernya meninggalkan bekas. “Kamu belum saya ijinkan mati,” Suara bernada tegas bergema di telinganya. “Belum waktunya untuk mati, jika aku sudah puas dan aku bilang kamu boleh mati ... baru kamu boleh mati,” ujarnya, seolah-olah, ia punya kunci kehidupan. Hara kini sudah pingsan dengan wajah menghitam karena aksi bunuh diri yang ia lakukan. Leher itu membiru dan meninggalkan jejak cekikan tangan sendiri. Ia membawa Jovita ke kamar mandi, menyiram tubuhnya, tidak perduli dengan keadaannya. Walau wanita malang itu sudah pingsan. Melihat tubuh wanita itu sangat kotor, tidak mungkin baginya menggendongnya ke ranjang, karena tubuh itu bau comberan. Dengan keadaan masih tergeletak tidak berdaya, Naga menyiram dengan selang, baginya, Jovita hanya seseorang yang tidak penting. Cara Leon memperlakukan seorang wanita sangatlah kejam dan tidak manusiawi. Merasa tubuh Jovita sudah bersih, ia menanggalkan semua pakaian kotor yang ia pakai, hingga Ia benar –benar tergolek tanpa sehelai benang menempel di tubuhnya. Tangannya menarik batrobes, memakainya ke tubuh Jovita dan menidurkannya di kasur miliknya, membiarkannya tidur. Leon membuka laptop miliknya, matanya sibuk mengawasi dan memeriksa angka-angka dan laporan yang masuk. Hingga mulutnya menguap dan matanya terasa lelah. Ia menutup benda segi empat yang berwarna hitam itu. Ia menghampiri sisi tempat tidur dan melihat wanita itu masih tertidur pulas. '"Sial mau sampai jam berapa dia tidur di kasurku. Apa aku perlu melempar tubuhnya keluar? Aku mengantuk,"gumamnya pelan. Tidak tahan dengan rasa mengantuk, ia merebahkan tubuhnya di samping gadis tawanan itu. Menutup matanya, lengan diletakkan di atas keningnya, ia mulai masuk ke alam tidur, dengan napasnya teratur, tidak beberapa lama kemudian ... mimpi buruk itu, datang lagi. Tubuhnya di seret beberapa orang dan dipukuli dan ditendang. Suara tangisan seseorang gadis remaja terdengar sangat pilu, ia berteriak pada Leon “Tutup matamu... jangan melihatnya, jangan membuka matamu!” Suara itu ter-niang lagi dalam mimpinya. Ia berkeringat dan matanya mengeluarkan butiran kristal-kristal bening dengan napas tersengal-sengal, mimpi buruk itu menghampirinya lagi, sejak wanita itu ada di tempatnya. Ia terbangun dan tidak bisa tertidur lagi. Ia mengepal kuat tangannya, menatap tajam kearah Jovita. Dadanya naik turun , ia turun dari ranjang menuangkan segelas vodka ke dalam gelasnya, menghabiskan dalam satu tegukan, meminumnya seperti minum air. Matanya masih menatap tajam kearah wanita berparas cantik. Rasa dendam dalam dadanya kembali menguak saat melihat Jovita tidur. Walau wanita itu seorang bidadari sekalipun, tidak akan mampu menenangkan hati Leon tidak akan bisa membendung amarahnya. Bahunya kembali naik turun dengan napas tertahan merasakan gejolak di dalam d**a. Ia mendekati sisi ranjang, Ia mencengkram ujung ranjang, memegang dadanya sendiri, kemarahan di dadanya, butuh pelampiasan. Ia mengambil segelas air minum menyiramkannya ke wajah Jovita, Jovita ter bangun, raut wajahnya kaget dan gugup, duduk dengan wajah panik bercampur takut, ia buru buru menutup tubuh dengan kedua tangannya, memeluk tubuhnya sendiri, matanya sibuk mengawasi, ia berpikir dirinya sudah mati karena tadi sudah menutup mata. Ia masih sibuk mencari keberadaanya. Namun, ada seseorang yang berdiri di depannya dengan tatapan mata tajam , mata berwarna hitam pekat itu seakan-akan sedang menguliti Jovita. Menatap dengan buas, ia melihatnya dengan tatapan kebencian Jovita mencoba mengumpulkan kesadarannya, ia mengejap-ejapkan mata dan tangannya mengucek mata. Belum juga kesadarannya pulih, tangan besar itu menarik pergelangan tangannya yang sakit, ia terkejut dan meringis menahan rasa sakit, di pergelangan tangannya yang di cengkram kuat lelaki yang sedang marah itu. Amarah Leon semakin memuncak saat Jovita menepis tangannya. Leon menekan tubuhnya ke kasur dengan kemarahan. Tanpa ada aba-aba, kedua tangannya di rentangkan di sisi tubuhnya, ditekan dengan kuat, tubuh lelaki itu sudah tepat di atas tubuhnya. Menatapnya dengan buas, seolah ia makanan lezat yang harus segera dinikmati. Dengan kasar ia menyambar bibir Jovita melumat , berharap Jovita berteriak atau memohon. Leon berpikir dengan begitu sakit hatinya sedikit terobati. Bersambung .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN