Jovita Hara meringis, menahan rasa sakit di sikut tangan, matanya masih sibuk mencari tahu di mana keberadaaan tubuhnya
Hanya terdengar, tetesan air yang saling bersahutan dari atap bagunan tersebut. Rumah kosong itu terasa lembab dan tercium bau apek yang menusuk hidung.
Tubuh gadis berwajah cantik itu semakin bergelidig karena seekor kaki seribu baru saja merayap menyusuri kakinya. Ia terus saja bergelidik dan memeluk kedua lengannya.
Tidak jauh dari tempatnya, tampak seorang pria asing sedang duduk
Kedua lengan tangannya yang terlihat ber -otot, tubuhnya keras bagai tiang beton, satu hal yang terlintas di otak cantiknya, melihat tubuh lelaki itu dalam balutan kaos singlet, Jovita hanya menggambarkan pria asing itu seorang pria macho bertubuh atletis. Ia tidak tahu kalau lelaki itu seong iblis yang siap menghabisinya nantinya. Lelaki itu sedang mengasah sebuah besi sampai tajam mengkilat.
Tidak ada suara maupun sapaan yang keluar dari mulutnya, ia sibuk dengan pekerjaannya, wajahnya tanpa ekspresi, seolah Jovita tidak ada di tempat itu.
‘Siapa dia apakah ia manusia?’ Ia bertanya dalam hati, hanya kalimat itu yang muncul pertama kali di otak Jovita Hara.
“Kamu siapa?”
Lelaki itu masih tidak bergeming. Matanya masih terfokus pada benda di hadapannya .
“A-a-aku bertanya, kamu siapa?" Suara Jovita terbata-bata, menahan rasa takut yang tiba-tiba datang.
Ia melirik tempat di sekelilingnya, tidak ada jalan, ruangan itu tertutup
“Apa kamu bisa mendengar?” Ia mendekat
“Hei …! Hei… apa kamu mendengar ku Pak?” panggil Jovita memberanikan diri
Tiba-tiba lelaki itu memalingkan wajah dan menatap dengan begitu tajam, sorot mata itu bagai kilatan petir yang bisa menghancurkan satu bukit. Ia tidak suka diusik, baik sekedar disapa sekalipun
‘Ini sangat menakutkan, tapi aku harus mencobanya agar aku bisa keluar dari tempat busuk ini ‘ kata Jovita dalam hati
Jovita tidak perduli dengan sorot mata tajam kemarahan itu, ia hanya ingin tahu keberadaan saat ini. Ada dimana dan sama siapa dan untuk apa?
“Aku dimana?”
Wajahnya silau karena terpapar terpaan sinar matahari yang masuk tepat di atas kepalanya.
Bisa dipastikan, hanya asal cahaya itu jalan satu- satunya, akses untuk masuk dan keluar hanya melalui lobang itu, sayangnya lobang j*****m itu, dijaga mahluk cuek, punya mulut tapi tidak mau bicara. Jovita merasa kesal karena di acuhkan.
“Ehhhh …! kalau ada orang memanggilmu atau menyapamu, kamu harus menyahut.”
jovita mengutarakan pendapatnya dan lebih tempatnya mengajarinya .
“Tidak baik mengabaikan orang yang menyapa,”ucapnya lagi.
“Diam lah, aku tidak suka yang berisik.” Suara barito bernada tegas menyuruh wanita itu untuk diam, hanya itu yang keluar dari mulutnya.
Kembali tetap terfokus pada benda sialan itu, Jovita harus mengutuk benda yang dipegang itu. Karena lelaki misterius itu lebih mementingkan benda itu, dari pada dirinya.
'Aku harus diam beberapa lama lagi?' Kata Jovita dalam hatinya.
Tidak punya tenaga untuk berdiri, Jovita Hara berjongkok memeluk lututnya, dengan matanya sibuk mengawasi kakinya, ia takut binatang-binatang kecil itu merayap lagi ke tubuhnya, ia menahan lapar, menahan rasa takut serta merasa jijik belum lagi bau menyengat dari dalam gorong-gorong itu.
Bagaimana ia bisa tidak terusik dengan bau itu, ia manusia apa bukan sih? Kata Jovita dalam hatinya.
“Aku lapar” Jovita memberanikan diri setelah beberapa lama, ia jadi anak yang penurut. Berdiam diri dan hanya sibuk mengusir serangga yang ingin merayap ke tubuhnya.
“Aku tidak tahan lagi.” menatap lelaki misterius itu.
Ia sudah pasrah, akan terima apapun resikonya.
Lelaki itu melempar buah apel untuk mengganjal perutnya. Rasa lapar yang sudah menderanya membuatnya seperti kesetanan, ia memungutnya menggosok-gosok kebagian dalam bajunya rasa lapar itu membuatnya makan dengan lahap.
**
Sementara di sisi lain
Suara ambulance meraung-raung di salah satu komplek perumahan mewah di daerah Jakarta . Garis polisi sudah terpasang, beberapa polisi sibuk memeriksa TKP dan para wartawan sibuk mencari celah untuk mendapatkan gambar, walau polisi sudah memberi larangan meliput,
mereka akan; Pantang pulang, sebelum mendapatkan berita.
Motto Pemburu berita.
Judul berita utama hari itu. Pembunuhan Satu Keluarga Oleh Orang Tidak Dikenal
Beberapa polisi masuk ke dalam rumah dan membawa beberapa barang, sebagai barang bukti
Dalam kamar itu, masih tercium bau anyer darah yang menyengat hidung.
Setelah semuanya sudah diselidiki, polisi bergegas meninggalkan tempat kejadian, dan beberapa Polisi masih berjaga mengawasi tempat perkara.
Rumah mewah berlantai dua itu, milik keluarga Iwan Santosa, seorang pemilik perusaan kontruksi.
Tetapi saat ini, pengusaha itu sudah terbujur kaku bersama istri dan kedua anak laki-lakinya.
Mereka ditemukan bersimbah darah di kamar masing-masing, dengan luka tembakan tepat di kepala kedua suami istri tersebut.
“Siapa yang melakukan hal kejam seperti ini? Siapa pelakunya?” Pertanyaan itu yang terdengar di luar garis polisi.
“Tapi kemana satu lagi anggota keluarganya? Bukankah, dia memiliki seorang gadis cantik, dia tidak ikut ?” Tanya seorang kepala polisi setelah memeriksa kertas laporan di tangannya.
Wanita cantik berbadan ramping itu hilang entah kemana, semua orang berspekulasi.
“Jangan-jangan, para pelaku memperkosanya dulu, lalu dibunuh dan mayatnya dibuang,” timpal seorang tetangga.
Polisi melakukan penyisiran dan pencarian di mana-mana, bahkan menyusuri di pinggir sungai di belakang rumah, barang kali, mayatnya di buang.
Hingga satu keluarga itu dimakamkan, tidak ada yang melihatnya.
Seorang lelaki muda yang bertanggung jawab untuk mengurus pemakaman itu terlihat menunduk sedih.
Beni Setiawan yang dikatakan tunangan dari wanita muda yang menghilang itu, Ia juga wakil Direktur di perusahaannya, calon ayah mertuanya, ia wakil dari Iwan Santosa calon ayah mertuanya atau ayah dari tunangannya,
Matanya terlihat sembab, menunjukkan kesedihan yang sangat mendalam. Terlebih wanita yang jadi tunangannya tidak tahu kemana rimba nya.
Siapa yang tega menghabisi nyawa satu keluarga itu?
Kemana perginya wanita cantik itu, apakah ia masih hidup apa sudah mati?.
Bersambung .