“Apa yang ingin ia lakukan.” Leon berlari, menangkap dengan cepat.
Terlambat beberapa menit saja, nyawa akan melayang dan kepalanya akan remuk di hantam batu-batu keras.
“Lepaskan tanganku biarkan aku mati!”
Leon tidak menghiraukannya, ia menarik tubuhnya hingga benar-benar naik lagi keatas. Lalu mendorongnya dengan kasar hingga terjatuh di lantai.
“Kamu benar-benar gadis bodoh. Aku sudah bilang, kamu belum bisa mati sebelum aku ijinkan kamu mati.”
Leon semakin marah lagi, ketika Jovita Hara memilih ingin mengakhiri hidup saat ada masalah, sama seperti yang di lakukan ibu dan kakak perempuan Leon.
“Dengar! jangan harap kamu mati dengan mudah.”
Jovita memilih ingin mengakhiri hidupnya, ia tidak mau jadi mainan Leon, ia juga tidak tahan dengan rasa sakit yang ia alami.
Leon mengeluarkan ponsel dari kantong jaket.
“Toni, kamu naik ke atap!”
“Baik Bos,” jawab Toni di ujung telepon, tidak sampai lima menit dengan bahu naik turun, nafas ngos-ngosan ia sudah di atas.
“Ada apa Bos?”
Matanya melihat Jovita masih tersungkur di lantai,
“Bawa wanita pembangkang ini ke gudang, ikat, dia mencoba terjun dari lantai ini, tidak boleh siapapun yang berani membantah perintah saya.
Kalau kamu ingin mati tunggu saya izinkan, baru kamu mati,” kata-kata yang sangat menyakitkan . Hidup segan mati pun tak mampu.
Toni membopong tubuh Jovita ke gudang.
“Aku takut gelap, tolong jangan bawa aku ke sana?”
“Ini perintah Bos, saya hanya menjalankan perintah. Nanti, kalau aku membantahnya aku akan di hajar . Kamu kenapa ingin melompat dari sana?”
“Tapi, aku takut,”suara Jovita parau tubuhnya bergetar
“Baiklah, aku akan menyalakan lampu, tidurlah disini, jangan menangis atau jangan berteriak, lebih baik diam agar dia tidak menyakitimu, caranya mengahadapi Bos, kamu harus anak yang penurut, jangan membantahnya, kalau kamu berniat ingin melawannya, itu akan sia-sia, yang ada kamu yang akan tersakiti” Toni memberinya nasehat
“Temenin aku, aku takut,” kata Jovita memohon.
Toni tahu merasa sangat kasihan, ia akan dapat masalah besar dari Bosnya jika ia melakukan itu, tapi hatinya tidak tega melihat Jovita yang ketakutan, Toni memilih menemaninya dalam gudang.
Ia tidak ingin menyentuh ataupun dekat dengan milik Bosnya, ia hanya duduk di pojok dan Jovita ia ikat di tiang, di tengah ruangan gudang, ia membiarkan posisi tubuhnya duduk agar ia bisa istirahat.
Leon tahu Toni menemani Jovita dalam gudang, semua ruangan dalam rumahnya tidak luput dari kamera cctv, jadi ia tahu kalau Toni duduk jauh dari jovita, ia juga tau kalau jovita di ikat.
Sebelum ayam berkokok Toni sudah keluar dari gudang, ia menuju kamarnya, tapi seseorang sudah menunggunya di dalam kamar, siapa lagi kalau bukan Leon.
“Kamu dari mana saja? aku menunggumu semalaman disini,” kata Leon, nada suara datar tapi menekan,
“Saya hanya kasihan melihatnya Bos, dia takut sendirian, takut gelap, maka itu saya menemaninya,”
“Apa kamu suka wanita-wanita yang bekas aku pakai?”
“Tidak Bos, saya tidak berani, saya hanya kasi-”
Paaak ….!
Belum juga ia selesai bicara, ia sudah di beri bogem mentah, bukan hanya itu, Leon bahkan mengambil pemukul bisbol dan menghajar Toni tanpa ampun, Toni hanya diam saja, karena ia tahu, semakin ia berusaha menjelaskannya, ia akan semakin marah dan bertambah murka.
“Aku tidak suka perintah saya di abaikan.
Kenapa kamu tidak menjawab, biasanya kamu menjelaskan..
kenapa..!
kenapa sekarang diam saja”
“Saya salah Bos, saya minta maaf,” kata Toni, wajahnya babak belur.
Setelah puas menghajar teman masa kecilnya tersebut, ia keluar dari kamar Toni dengan langkah seperti orang mabuk.
Dalam kamar, ia menuangkan minuman keras dari botol, kepalanya pusing, matanya tidak bisa tidur sampai pagi, membuat kepalanya seperti ingin meledak, Leon terkapar karena terlalu mabuk.
Toni datang membawa serapan untuk Jovita ke gudang, Jovita dihukum karena mencoba bunuh diri, kini ia diikat seperti tawanan di gudang belakang.
“Ada apa dengan wajah Kakak?” tanya Jovita terkejut dengan luka lebam di waja Toni Hong.
“Tidak apa-apa, aku terpleset di tangga.” Toni menutupi permasalahannya.
“Kakak di pukul, karena aku kan?”
Jovita merasa bersalah, karena ia memaksa lelaki itu untuk menemaninya, pada akhirnya lelaki itu dapat masalah besar, wajahnya babak belur.
“Tidak apa-apa, kedepannya kamu harus menurutinya, apa yang di katakan bos Leon , dengan begitu kamu tidak tersakiti, bahkan orang di sekitarmu juga tidak ikut terseret, begitulah kehidupan di sini , tidak ada yang bisa menolong di sini , semuanya akan menjaga diri sendiri dan jangan percaya pada orang lain”
“Baiklah, aku tau, maafkan aku,” kata Jovita, ia menangis saat melihat luka-luka di tubuh Toni, ia merasa bersalah karena semua itu karena dirinya.
“Dia orang yang menakutkan, aku benci padanya”
“Jangan menangis, cepat habiskan makanannya,” kata Toni, ia kasihan melihat Jovita
“Kenapa kakak baik padaku, apa kita sebelumnya pernah bertemu?”
“Aku harus segera pergi dari sini … sebelum hal buruk terjadi lagi.”
Toni pergi dengan buru-buru, pertanyaan Jovita menguap begitu saja, Ia tidak ingin menambah masalah, ia takut Bosnya akan lebih marah lagi nanti, jika ia masih mau mengobrol lama dengan jovita.
Maka itu ia buru buru meninggalkan Jovita
“Terimakasih sekali lagi,” jovita melontarkan lagi kata-kata-maaf itu dari mulutnya. Lelaki itu tidak mendengarkannya, karena tubuhnya menghilang keluar dari gudang itu.
Walau bosnya memukulinya dengan kasar dan seluruh badannya lebam, tapi Toni selalu bekerja professional.
Ia akan menemui bosnya pagi ini, karena setiap pagi sebelum hari kerja di mulai, ia akan menemui bosnya.
To …Tok ….!
Tidak ada sahutan dari dalam kamar Leon, ia khawatir kalau bosnya terjadi sesuatu, beberapa ketukan tidak ada sahutan, Toni dan dua orang berbadan tegap membongkar kunci.,
Leon duduk di lantai, ia tidak tidur, pingsan pun tidak, ia hanya duduk lemas. Matanya melihat kearah pintu.
“Bos, ada apa …?” Kedua orang yang berbadan tegap membantunya berdiri
“Kepalaku pusing, aku merasa rumah berputar, kalau aku berdiri. Aku ingin tidur tapi tidak bisa memejamkan mataku.
aneh mataku mengantuk tapi tidak bisa tertidur. Bawa wanita itu kesini, aku harus memberinya pelajaran …. Ini semua gara-gara dia, siapa suruh dia ingin melompat dari atas, bawa dia kesini,” ia memerintah kedua lelaki berbadan tegap itu membawa Jovita ke kamar nya lagi.
“Baik Bos,” tidak pakai lama Jovita sudah di seret lagi masuk kamarnya.
“Kamu pikir aku egois bukan? setelah membuangnya, tetapi tidak lama lagi aku memungutnya dan memakannya, kamu pasti berpikir seperti itu bukan?”
Ia melirik Toni yang masih berdiri di samping Jovita, bahkan luka akibat di hajar itu masih terlihat sangat jelas.
“Iya,” jawab Toni terdengar ketus.
“Jadi apa kamu menyukai milikku sekarang?”
“Tidak, aku hanya kasihan padanya Bos.”