Part 12

1589 Kata
Tadinya, Sean mengatakan kalau Elsa ada di rumah sakit, tapi saat William tiba di ruangan yang pria itu maksud, Elsa tidak ada di sana. Sean juga kini tiba di sana dan melihat kalau ranjang itu kosong. Sean coba bertanya pada perawat dan perawat itu mengatakan kalau Elsa sudah pergi sekitar 10 menit yang lalu. Sean ingin menelepon Elsa, tapi baru ingat kalau ponsel Elsa ada padanya karena lupa ia kembalikan tadi.    William yang tidak tahu kalau ponsel Elsa ada pada Sean, kini mencoba meneleponnya. Seperti yang sudah diduga, deringan ponsel Elsa terdengar dari saku celana Sean. Awalnya, William kira ia salah mengenali deringan ponsel itu, tapi Sean saat mengeluarkan ponsel itu, William yakin itu adalah ponsel milik Elsa.   "Kenapa kau membawa ponselnya?" tanya William dari balik masker yang ia gunakan.    "Apa itu urusanmu?" Sean membalas dengan nada yang ketus, lalu pergi untuk mencari keberadaan Elsa.    Sedangkan William juga pergi dari tempat itu, meski tidak tahu harus ke mana mencari Elsa, ia bahkan tidak tahu apakah Elsa masih ada di rumah sakit ini atau tidak. William juga tidak tahu kalimat apa saja yang Sean katakan hingga membuat Elsa pergi tanpa meninggalkan pesan apapun.  ••••   Elsa masih ada di rumah sakit dan saat ini sedang duduk seorang diri di sebuah kursi taman. Elsa melamun dengan pandangan yang mengarah pada seorang wanita yang memakai baju pasien rumah sakit dan sedang bicara dengan seorang pria. Entah apa hubungan mereka, tapi Elsa bisa melihat kalau pria itu begitu perhatian pada wanita itu. Mereka tertawa bersama bahkan pria itu sampai mengikat rambut wanita yang saat ini duduk di kursi roda.    Melihat hal seperti itu membuat Elsa juga ingin memiliki pria yang memperlakukannya dengan layak. Kata orang, wanita akan menjadi ratu saat bersama pria yang tepat, tapi sayangnya ia tidak seberuntung itu. Elsa merasa kalau dirinya tidak lebih dari istri pajangan yang hanya Sean pamerkan pada ibunya, tidak lebih dari itu. Di saat suami lain dengan bangga mengajak istrinya ke pesta, Sean justru memintanya untuk tetap di rumah saja. Di atas kertas Sean memang miliknya, tapi di luar itu ia tidak pernah memiliki Sean.    "Elsa." Suara seorang pria terdengar yang membuat Elsa langsung menoleh ke arah sumber suara. Elsa melihat seorang pria yang memakai topi dan masker sedang berdiri di sebelahnya. Dari sorot matanya, Elsa merasa tahu siapa pria itu.    "William?" ucap Elsa.    "Ayo bicara," ajak William.    Elsa langsung berdiri setelah yakin kalau itu adalah William. "Apa yang terjadi padamu?" tanya Elsa dengan nada khawatirnya setelah melihat cedera pada tangan pria itu.    "Ikutlah denganku, lalu kita bicara." William meraih tangan Elsa, lalu mengajaknya pergi.  ••••   William membawa Elsa ke tempat yang sepi agar lebih nyaman untuk bicara dengannya. Sebenarnya tidak penting menceritakan penyebab cederanya, tapi karena Elsa ingin tahu, maka William ceritakan semuanya.    "Aku minta maaf karena tidak datang untuk menemuimu. Sean membawa ponselku dan aku tidak terlalu mengingat alamat yang kau kirim padaku. Tapi, kenapa ada luka di bibirmu?" tanya Elsa setelah mendengar cerita William. Pria itu mengatakan cedera di tangannya karena kecelakaan saat syuting, tapi dia tidak mengatakan apa-apa tentang bibirnya.   "Apa itu karena Sean? Apa dia sungguh menemuimu, lalu mengatakan kalau aku mengandung anakmu?" Elsa kembali bertanya pada William.   "Ya, pria itu memukulku," jawab William.   Sean sungguh tidak percaya pada apapun yang ia katakan dan itu membuat Elsa semakin takut. Elsa takut membayangkan Sean memaksanya untuk menggugurkan anak yang ia kandung karena dia berpikir itu adalah pria lain, tidak, bahkan tidak ada jaminan Sean akan menerima anak ini meski dia tahu itu adalah darah dagingnya sendiri.    "Entah apa yang Sean katakan padamu, aku harap kau tidak terlalu memikirkannya. Aku akan mencari cara untuk mengeluarkanmu dari masalah ini," ucap Elsa dengan nada lirihnya.    "Sean berpikir seperti ini karena dia salah paham atas ucapanku. Aku minta maaf untuk hal itu." William menyesal telah mengatakan kalimat ambigu yang membuat Sean berpikir sungguh ada hubungan di antara dirinya dan Elsa.    Tadinya, Elsa juga sempat berpikir kalau saja William tidak membuat Sean salah paham, maka semuanya tidak akan seburuk ini. Namun, setelah Elsa pikir lagi, William mengatakan itu atau tidak rasanya Sean tetap tidak akan mengakui anak ini sebagai anaknya, karena dia saja tidak ingat pernah berhubungan dengannya.    "Seperti yang kau bilang sebelumnya, Sean hanya melihat sisi burukku saja, jadi kau mengatakan itu atau tidak, aku rasa tidak akan mengubah pandangan Sean tentang diriku." Suara Elsa lagi-lagi terdengar begitu lirih.   "Aku merasa bersalah karena kau terlibat dalam hubungan tidak sehat di antara aku dan Sean. Aku ingin menyembunyikan ketidakharmonisanku dengan Sean, karena setidaknya aku tidak akan merasa semakin menyedihkan karena orang lain tahu kalau aku tidak bisa mendapatkan hati suamiku sendiri, tapi Sean malah membongkar semuanya di depanmu," ucap Elsa lagi.   Melihat Elsa seperti ini membuat William merasa sangat sedih. "Kau tahu itu hubungan tidak sehat, lalu, kenapa kau bertahan?" tanya William.    "Demi Ibu Sean yang sudah seperti Ibuku sendiri. Beliau sedang sakit dan saat ini ada di ruang ICU." Elsa memberikan jawaban untuk pertanyaan William.    Jadi itu adalah alasan kenapa Elsa bertahan dengan pria yang selalu menyakitinya. Elsa mengorbankan dirinya sendiri karena rasa sayangnya pada orang lain. Di dunia ini, tdak banyak orang seperti Elsa dan Sean beruntung bisa mendapatkan salah satunya, tapi dia tidak pernah bersyukur.  "Aku tidak bermaksud ikut campur, tapi ..." William menghentikan kalimatnya karena merasa tidak enak untuk menanyakan ini pada Elsa, tapi semuanya perlu diperjelas untuk menemukan titik terangnya. "Maaf jika pertanyaanku mengganggumu atau bahkan menyinggung perasaanmu, tapi, siapa ayah bayi itu?" dan pada akhirnya William tetap bertanya pada Elsa.    Sejujurnya, Elsa merasa kalau William sudah cukup melewati batasnya saat menanyakan hal itu, tapi dia dilibatkan oleh Sean ke dalam masalah ini dan jika bercerita tentang itu adalah salah satu cara menyelesaikan masalah ini, maka akan ia lakukan.    "Ini adalah bayi Sean. Sean mabuk saat itu, jadi dia tidak ingat apapun. Tidak peduli betapa kesalnya aku pada Sean, aku tidak pernah mengkhianatinya. Tapi, Sean tidak percaya padaku, dia percaya ini adalah anakmu atau bahkan anak pria lain. Dia selalu memandangku serendah itu, padahal dia ..." Elsa menghentikan kalimatnya. Tidak, Elsa tidak bisa lagi membiarkan orang lain terlalu banyak tentang ketidakharmonisan rumah tangganya.    William percaya pada apa yang Elsa katakan karena sejak awal ia yakin kalau Elsa memang tidak seperti yang Sean pikirkan dan entah kenapa ia merasa kalau Elsa sudah mengetahui tentang Yuna yang mengandung anak Sean. Jika benar begitu, William tidak bisa membayangkan bagaimana sakit hatinya Elsa saat ini.   Melihat Elsa menunduk dan menangis setelah bercerita padanya, membuat William langsung membawa wanita itu ke dalam pelukannya. Elsa terkejut dengan apa yang William lakukan, tapi ia tidak menolak semua ini. Elsa merasa lelah dengan semua ini dan rasanya sangat nyaman saat mendapat sandaran seperti ini.    Di sisi lain, Sean yang sejak tadi mencari keberadaan Elsa, kini ia menemukan wanita itu sedang berpelukan di tempat yang sepi. Sean kesal melihat hal ini karena bahkan jika tempat ini sepi, tapi seseorang bisa saja masuk.   "Apa yang kalian lakukan? Pernah membayangkan jika orang lain yang melihat hal ini?" ucap Sean yang membuat Elsa dan William berhenti berpelukan.  William berdiri dan begitu juga dengan Elsa. William benar-benar muak melihat wajah pria itu, pria berengsek yang tidak pernah bisa memperlakukan Elsa dengan layak. Dari banyaknya pria di dunia ini entah kenapa Tuhan memilih Sean untuk menjadi suami Elsa. Bagi William, itu adalah takdir yang salah.   "Kau tidak mau memberinya sandaran, jadi aku yang memberikan itu padanya." William menjawab pertanyaan Sean.   "Tolong jangan mengatakan sesuatu yang bisa memperkeruh keadaan. Kita harus meluruskan kesalahpahaman ini." Elsa bicara pada William. Elsa takut jika jawaban dari William akan semakin menambah masalah karena dia juga yang akan dirugikan.    "Tidak perlu banyak bicara tentang omong kosong, karena keputusan akhirnya adalah kehamilan itu harus digugurkan. Kau masih menjadi istriku dan aku tidak ingin ada anak orang lain dalam keluargaku. Dengan begitu, masa depan dan karir William akan terselamatkan." Sean tidak basa basi lagi. Ia bahkan tidak memikirkan kalau kata-katanya menyakiti hati Elsa.    "Elsa mengandung anakmu, bukan anakku atau anak pria lain. Sadarilah hal itu!" William membalas ucapan Sean.    "Apa kau mengatakan itu karena kau tidak percaya kalau dia mengandung anakmu? Apa kau tahu siapa saja yang tidur dengannya?" tepat setelah Sean mengatakan ini Elsa memberikan tamparan keras padanya.    Elsa sungguh berharap kesalahpahaman ini bisa terselesaikan dengan baik, tapi Sean terus saja menyakiti hatinya dan mengikis keyakinannya kalau masalah ini bisa diakhiri dengan baik. "Aku mohon, sudah cukup kau memandang rendah diriku. Aku tidak akan memaksamu untuk menerima anak ini dan kau tidak punya hak untuk memutuskan apapun tentangnya. Di saat seperti ini kau baru mengakuiku sebagai istrimu, sebelumnya kau ke mana saja?" ucap Elsa setelah menampar pipi Sean.    Sean terlihat semakin marah setelah Elsa menamparnya. Pria ini bahkan sampai mengangkat tangan untuk membalas tamparan Elsa padanya, tapi William dengan cepat mencekal tangannya dengan kuat.    "Kau tidak bisa menerima anak ini dalam keluargamu, kan? Baiklah, aku yang akan keluar dari keluargamu. Kau tenang saja, Ibu tidak akan mengetahui hal itu. Aku juga tidak akan membawa apapun yang Ibu berikan padaku." Elsa kembali bicara, lalu merebut ponselnya dari tangan Sean dan setelahnya pergi.    Sementara itu, Sean yang sudah menepis tangan William dengan kasar, lalu memberikan tatapan tajam pada pria itu. "Apa yang kau rencanakan dengannya?" tanya Sean dengan nada yang ketus.   "Aku berharap kau tidak akan menyesali semua ini." William hanya mengatakan ini, lalu pergi meninggalkan Sean.    Sementara Sean masih diam di tempatnya dan terlihat tersenyum dengan mengangkat salah satu sudut bibirnya. "Aku tidak akan pernah menyesali apapun," gumam Sean dengan percaya dirinya.   "Aku tidak akan pernah membiarkan wanita itu hidup dengan tenang, apalagi sampai bahagia." Lagi, Sean kembali bergumam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN