Esok paginya ketika terbangun Nancye langsung membereskan seisi penthouse karena Ny. Ursten sedang ke swalayan berbelanja bahan dapur.
Nancye lalu membereskan kamar Darren.
Ketika masuk ke dalam kamar pria iblis itu, Nancye melihat tataan yang begitu rapi dan super mewah, hanya ada beberapa lukisan dan sebuah foto yang terbingkai rapi di atas nakas, itu sudah sangat jelas jika foto itu bersama ibunya.
Nancye membereskan tempat tidur Darren, banyak pakaian yang berserakan dimana-mana, Nancye memungutnya satu persatu, lalu menyimpannya di keranjang cucian.
Setelah selesai membereskannya, Nancye hendak keluar dari kamar, namun bajunya terjepit di laci meja lampu nakas, Nancye belum sempat menyadarinya ketika ia memaksakan tetap keluar dari kamar dan seisi laci terjatuh.
Nancye melihat foto Darren berserakan bersama wanita lain.
Wanita yang mungkin saja seperti kekasihnya, ia lihat dan menatap wanita itu seperti seseorang yang ia kukenal.
"Ini … dia adalah Maria Jasmine Leward teman sekolahku, dia sudah tiada. Jadi … Maria adalah kekasih pria iblis itu?” Rasa penasaran menguasai dirinya, membuatnya lupa bahwa bisa saja ia kedapatan di sini.
“Aku tak menyangka jika dia sangat mencintai wanita ini, wanita yang memang pantas untuk di cintai,” gumam Nancye, tanpa menyadari kedatangan Darren.
"Apa yang kau lakukan di kamarku?" tanya suara bariton milik Darren, Nancye bergegas mengembalikan ke tempat semula.
"A-aaku ta-tadi tidak sengaja menjatuhkan ini," kata Nancye begitu gugup, ia takut jika Darren marah dan berpikiran jika Nancye mengusik masa lalunya.
Darren menghampiri Nancye dan menggenggam lengannya begitu kuat, Nancye meringis kesakitan, Darrem menarik Nancye agar berdiri dan menatapnya penuh dengan tatapan mengintimidasi.
"Maafkan aku," ucap Nancye, karena ia sangat tahu apa yang akan terjadi ketika ia sudah berani mengusik hal pribadi milik Darren.
"You are women Damn!!" bentak Darren sembari menghempaskan Nancye ke lantai dan Nancye seperti mendapatkan pukulan yang begitu keras.
"A-aaku–" Nancye seakan tak bisa berbicara saat ini, ia berani sudah membangunkan macan yang sedang tertidur.
"Siapa yang menyuruhmu ke kamarku? Haa?!" tanyanya, tatapannya begitu membunuh dan suaranya semakin keras.
"I’m sorry, aku hanya ingin membereskan kamarmu, aku hanya mencari kegiatan, jadi–"
"Apa kau lupa? Kau tak berhak mengabrek isi kamarku, jangankan mengabreknya, kamu tidak pantas menginjakkan kaki di kamar ini! Ingat, posisimu di sini hanya sekedar pelacurku, jadi lakukan saja sesuai tugasmu dan duduk manis di kamar menungguku," kata pria ibli itu makin mempererat genggamannya.
Plakkkk.
Plakkkk.
Tamparan keras mendarat ke pipi Nancye. Goresan pecahan kaca itu masih terasa perih, namun ia sudah menambahnya dengan menamparnya. Nancye tak kuasa lagi menahan tangisnya, meski ia sudah berusaha kuat. Tangisnya memecah ruangan, ia sudah berusaha menahannya, namun air matanya sungguh membuatnya merana.
Tamparan itu sangat terasa.
Tamparan dari seorang pria.
Ada apa dengan nasibnya?
"Menangislah sepuasnya! Tidak ada yang akan mendengarmu ... itu hukuman karena kamu sudah berani mengusik hal pribadiku,"
"Apa kamu tau kenapa Maria meninggal? Itu karena sikap kasarmu," ucap Nancye, ia tak bisa menahannya lagi, ia masih terperangkap di sisi kiri dekat nakas dan duduk melipat kedua kakinya.
Mata Darren berkabut emosi, mendung dan gelap. Nancye rela jika ia di tampar lagi karena ucapannya selalu saja tak bisa ia tahan.
"Darimana kau tau jika dia Maria?" tanya Darren yang masih kembali menguatkan genggaman tangan wanita yang sudah ia bayar untuk memberikan kepuasan untuknya.
"Dia temanku. Kau tak perlu tahu darimana aku mengenalnya, yang pasti aku tau kenapa Maria mengakhiri hidupnya, itu karena sikap kasarmu."
"Kau pikir kau siapa? Berani berbicara seperti itu padaku? Apa aku harus mengingatkan kau siapa dirumah ini? Kau jangan bermain denganku, aku bisa saja membunuhmu sekarang juga."
"Silahkan. Aku juga sudah rela kau bunuh, kau sudah merenggut semuanya dariku, jadi silahkan bunuh aku," kata Nancye semakin membuat dirinya berani untuk bicara.
Mata Darren semakin memerah karena sikap keras kepala Nancye yang selalu saja melawan perkataannya. Darren lalu menarik Nancye dan mendudukkannya di atas ranjang miliknya dan mengikatnya dengan tali serta mulut Nancye ditutup rapat dengan sapu tangan.
Nancye berusaha keras melepaskan diri, namun ikatan Darren begitu kuat, membuatnya semakin tak bisa bergerak.
Darren keluar dari kamarnya dan pergi meninggalkan Nancye yang masih dalam keadaan terikat.
"Apa salahku di masa lalu? Sampai aku mendapatkan hukuman seperti ini? Aku di perkosa, diperintah dan dipukuli seperti seorang wanita yang tak punya harga diri, tapi apa dayaku? Kenapa ini semua harus terjadi? Siapa yang sudah tega melakukan ini padaku?" Nancye membatin, ia menitikkan air mata.
Beberapa jam berlalu ketika Darren pulang dan masuk kedalam kamar, ia lupa jika sejak tadi Nancye ia ikat di dalam kamar.
Darren melihat Nancye sudah tak sadarkan diri, beberapa kali ia mencoba membangunkan Nancye, tapi Nancye tak juga sadarkan diri. Darren mulai panik dan membawa Nancye ke rumah sakit.
****
Sampai di rumah sakit Darren disambut hangat oleh beberapa dokter dengan menundukkan kepala mereka, tapi Darren menyuruh mereka semuanya pergi dan hanya memanggil Leduardo keruang pemeriksaan.
Darren sudah membawa Nancye ke ruang pemeriksaan dan tinggal menunggu Leduardo.
"Ada apa, Kawan?" tanya Leduardo yang baru saja datang.
"Check this woman."
"Siapa dia? Dan kau apakan wanita ini sampai babak belur seperti ini? Kau menyakitinya?" tanya Leduardo yang sudah tahu tentang sikap Darren yang begitu kasar kepada wanita. Tapi untuk pertama kalinya membawa wanita ke rumah sakit ini.
"Jika kau sudah tau tak usah bertanya."
"Sampai kapan kau akan seperti ini, Kawan?"
"Sudahlah! Periksa saja wanita ini, aku tak mau mengurus wanita yang sudah mati."
"Jika kau tak mau mengurus nya kenapa kau membawanya kemari? Dan tidak membuangnya?"
"Apa kau pikir aku sejahat itu?"
"Aku tau kau tak sejahat itu, tapi kenapa kau menyakiti wanita ini?"
"Dia telah berani mengganggu kehidupan pribadiku."
"Apa segitunya sampai kau menyakiti wanita ini? Lihatlah wajahnya ... dia cantik dan kau menyakiti wanita ini?"
"Cukup, Kawan! Aku tidak ingin berdebat denganmu."
"Berapa lama kau sekap dia?"
"Kau pikir aku penjahat?"
"Apa kau lihat ini? Ini bekas ikatan tali, kau pasti mengikatnya, ‘kan?"
Darren mendengkus. "8 jam."
"Apa? 8 jam? Kau hampir membunuh seorang wanita, dia pasti kelaparan dan kehausan."
"Aku hanya lupa jika dia aku hukum di kamar, jadi aku keluar tanpa membuka ikatannya dulu."
"Apa dia salah satu jalang yang memuaskanmu?"
"Dia berbeda."
"Terus?"
"Dia berbeda dari jalang di luar sana."
"Apakah kamu menyukainya?"
"Apa kau pikir aku gila? Menyukainya? Jika aku menyukainya aku tak mungkin menyakitinya."
"Iya. Itu tidak mungkin, jika dia sudah sadar kau bisa mengajaknya pulang."
"Bagaimana kondisinya?"
"Dia hanya kelelahan dan butuh istirahat."
"Well. Bagaimana kalau kau temani aku minum?"
"Bagaimana kalau besok malam? Aku masih dines jadi belum bisa keluar."
"Baiklah. Besok malam aku akan menunggumu di tempat biasa."
BERSAMBUNG.
.
.
Jika kalian suka jalan ceritanya jangan lupa tekan like / love ya, karena dari love / like kalian, saya bisa berkarya dan memberikan cerita-cerita yang lebih baik lagi.
Salam cintaku.
Irhen Dirga