9. Bertemu

1020 Kata
Aku suka pantai tapi aku nggak bisa berenang. Datang ke pesta seperti ini bukanlah kebiasaan Dipta. Mungkin dulu saat usianya masih awal dua puluhan dia senang datang ke pesta seperti ini. Apalagi dia datang bersama orang yang dia cintai. Sejak kemarin Hengky menghubunginya untuk datang ke acara ulang tahun Jean, teman SD mereka. Dipta masih mengingat teman kecilnya itu karena wajah Jean sering bersliweran di layar televisi. Perusahaannya juga beberapa kali menjalin kerja sama dengan Jean. Jean adalah seorang model. Model catwalk maupun model iklan. Dipta dan Hengky menghampiri Jean untuk memberikan selamat ulang tahun. Ketika mereka sedang mengobrol terdengar suara orang yang sedang bertengkar. "Astaga... Itu Andrea. Bertengkar dengan siapa dia?" Tanya salah satu tamu pada temannya. Mereka berdiri tidak jauh dari Dipta. Pandangan Dipta pun tertuju pada perempuan berambut pendek yang bertengkar dengan seseorang. Dipta tidak melihat wajah wanita itu sebab posisinya yang membelakanginnya. Tak berselang lama Andrea mendorong wanita itu hingga jatuh ke kolam renang. Dan saat wanita itu berusaha meminta tolong karena tidak bisa berenang, Dipta baru sadar jika wanita itu adalah Gista. Rasanya seperti mimpi. Seperti tidak percaya saat bisa melihat mantan kekasihnya lagi. Butuh beberapa detik sampai Dipta sadar akan keterkejutannya hingga ia berlari ke arah kolam lalu terjun kesana untuk menolong Gista. Ketika Dipta berhasil membawa Gista ke atas kolam, Zalfa langsung menghampirinya. Ia sangat khawatir dengan Gista. Dipta berusaha membangunkan Gista dengan memanggil manggil namanya berulang kali. Berharap wanita itu sadar. Begitupun yang dilakukan oleh Zalfa. Tak ada respon, Dipta menepuk nepuk wajah Gista. Masih tidak ada respon, laki-laki itu memberikan tekanan pada d**a atau kompresi d**a dengan cara meletakkan salah satu telapak tangan di bagian tengah d**a Gista dan tangan lainnya diatas tangan pertama lalu memberikan tekanan beberapa kali. Saat melakukan hal itu, dalam hati Dipta memohon agar Gista sadar. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada wanita itu. Setelah melakukan kompresi d**a akhirnya Gista memberikan reaksi dengan keluarnya air dari dalam mulutnya disertai batuk. Dipta merasa lega luar biasa saat melihat hal itu. Dia bersyukur untuk kesadaran Gista. "Gista - Gista... " Zalfa yang berada disamping teman baiknya tampak khawatir. Kemudian membantu Gista untuk duduk. "Are you okay? " Dengan sesekali masih terbatuk Gista mengangguk pelan. Tak lama pandangannya bertemu dengan Dipta. Tentu saja itu mengejutkan untuk Gista. Dia hanya bisa membeku di tempatnya. "Ayo, aku bantu berdiri. " Zalfa berniat membantu sahabatnya berdiri namun gerakannya kalah cepat dengan laki-laki yang tadi menolong Gista, yang kini sudah menggendong sahabatnya ala bridal. Gista pun hanya bisa diam saat Dipta menggendongnya. Rasanya tidak percaya. Seperti mimpi. Setelah ratusan hari berlalu, mereka bertemu kembali. Di salah satu ruangan di rumah Jean, Dipta dan Gista ada disana. Mereka tidak hanya berdua, ada Jean, Zalfa, Hengky, dan dua pelayan yang membawa handuk serta minuman hangat. "Aku minta maaf karena kamu mengalami hal yang tidak mengenakkan di ulang tahunku, " Ucap Jean yang merasa tidak enak hati. "Nggak apa-apa, Jean. " Balas Gista. "Atas nama Andrea, aku mewakilinya untuk meminta maaf. Dia sepupu aku dan sifatnya memang agak kasar, nggak ramah juga sama orang." Dengan tubuh berselimut handuk Gista menganggukkan kepala. Sebenarnya Gista mau Andrea sendiri yang meminta maaf. Bukannya orang lain yang tidak melakukan kesalahan. Tapi sekarang waktunya tidak tepat, apalagi ada Dipta disana. Gista tidak ingin memperpanjang masalah. Apalagi harus berada satu atap dengan Dipta. Yang ingin ia lakukan sekarang adalah segera pergi dari tempat itu. Zalfa yang duduk disebelah sahabatnya merasa aneh dengan laki-laki yang menolong Gista. Lelaki yang ia tahu bernama Dipta itu terus memandang Gista. Ia juga merasa pernah melihat Dipta sebelumnya tetapi ia tidak ingat dimana? Ponsel di tangan Jean berdering. Wanita tinggi semampai itu mengangkatnya. Setelah itu ia pamit pergi keluar terlebih dahulu. "Zalfa, ayo kita pulang. " Ajak Gista. "Tunggu, Gista." Cegah Dipta. "Ayo, Zalfa." Gista tidak menghiraukan Dipta lalu berdiri. Mengetahui laki-laki itu mengenal Gista malah membuat Zalfa makin penasaran. Ia pun terus berusaha mengingat siapa laki-laki bernama Dipta itu? Dan apa hubungannya dengan Gista. "Kamu nggak apa-apa, kan? Apa kita perlu ke rumah sakit?" Dipta masih mencoba mencegah Gista untuk pergi. Sayangnya wanita itu tidak merespon. Menoleh saja tidak. Gista mulai melangkah. Disebelahnya ada Zalfa yang memapahnya. Menjaga agar sang sahabat tidak roboh. Takut Gista akan pingsan atau oleng saat berjalan. Pandangan Dipta terus menatap Gista yang terus menjauh. Dan yang membuatnya bingung adalah cara berjalan Gista yang pincang. Ia pun berpikir apakah pincangnya Gista ada kaitannya dengan terjauhnya wanita itu ke kolam renang? Tapi pikirannya yang lain menolak. Tidak mungkin gara-gara jatuh ke kolam renang membuat jalan Gista bermasalah. Atau Gista baru mengalami accident yang membuat kakinya cedera? "Apa kamu mengenalnya? " Tanya Hengky. "Iya." Hanya itu yang keluar dari kerongkongan Dipta. "Teman kamu? " Menyebut teman pun rasanya tidak benar. Dulu, mereka mempunyai hubungan yang lebih dekat daripada teman. Sebelum ia memutuskan untuk menyakiti Gista begitu dalamnya. Kalaupun sekarang Gista membencinya dan tidak sudi melihatnya, itu wajar. Didalam mobil yang di kemudikan Zalfa, Gista diam dan pandangannya tertuju keluar jendela. Ada keinginan Zalfa untuk bertanya tentang laki-laki yang bernama Dipta tadi. Jiwa keponya sungguh bergejolak. Dia paling benci penasaran. "Gista." Panggil Zalfa memulai. "Ya? " Gista menoleh sekilas. "Gimana keadaan kamu? Apa kita perlu ke rumah sakit? Aku takut kamu cidera, apalagi kalau sampai ada luka dalam." "Nggak usah, Fa." Tolak Gista. "Aku nggak apa-apa, kok. " Gista menghargai kekhawatiran sahabatnya. "Beneran? " "Iya. Tenang aja, aku nggak apa-apa, kok. Kita langsung pulang aja. " "Oke." Hening sesaat. "Eemmm... Aku boleh tanya sesuatu? " "Tanya aja. " "Siapa laki-laki tadi? Sepertinya kalian udah saling kenal sebelumnya. " Melihat Gista yang diam membuat Zalfa menyesal sudah bertanya. Seharusnya dia diam saja tapi kalau tidak di tanyakan dia bisa penasaran akut. "Kalau kamu nggak mau jawab nggak apa-apa, kok. " Lanjut Zalfa. "Iya, aku kenal dia." Gista menjawab. "Teman kamu? " "Dia... Mantan aku." "Ah, ternyata mantan pacar." Zalfa pun langsung teringat sebuah foto yang terselip di buku Gista yang pernah ia lihat di kamar sahabatnya itu. Waktu Zalfa melihat fotonya, Gista langsung merebutnya. Sekarang ia ingat. Ya, itu foto lelaki yang baru ia lihat tadi. Yang masih disimpan oleh Gista. Dan foto itu adalah foto Dipta.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN