Aruna dan Seno saling melemparkan senyum, mereka berdua terlihat malu-malu, apalagi Aruna, karena menjadi seorang janda beberapa bulan yang lalu, membuat gairah Aruna dan hatinya tertutup, namun ketika bertemu dengan pria yang usianya 26 tahun, yang kini duduk dihadapannya membuat hati Aruna kembali berbunga-bunga.
Sudah sejak lama Rosa ingin mengenalkan temannya pada Aruna, namun Aruna selalu menolak, selalu saja ada penolakan dan alasan yang berkaitan. Seolah-olah Aruna tidak perduli lagi dengan seorang lelaki dan masih terluka atas pernikahannya yang dulu.
Lalu, seorang wanita yang kini mengenakan rok di atas lutut dan pakaian yang kekurangan bahan tersebut, menghampiri Aruna dan Seno.
Aruna mendongak dan menatap wajah wanita itu. Wanita itu cantik dan seksi.
“Apa kita sudah bisa pulang?” tanya wanita itu, tatapan matanya mengarah kepada Seno yang kini duduk dihadapannya.
“Oh iya. Kamu sudah bosan?”
“Bosan lah. Kamu meninggalkanku dan malah kemari,” geleng wanita itu dengan suara manja.
Aruna menautkan alis dan merasa dirinya bodoh sekali, mengapa ia membuka hati untuk pria yang ada didepannya, sedangkan pria itu sudah memiliki kekasih.
Aruna menggelengkan kepala.
[Kenapa aku merasa panas sekali? Aku cemburu? Ah tidak mungkin. Aku baru bertemu Seno dan tidak mungkin langsung cemburu. Dia hanya baik dan aku terlena dengan kebaikannya.] Aruna membatin seraya menggelengkan kepala.
“Aruna, kamu gak apa-apa?” tanya Seno menatap Aruna yang terlihat gelisah.
“Hem? Oh aku gak apa-apa, kamu bisa kembali menemui kekasihmu,” kata Aruna membuat Seno menoleh menatap wanita yang kini berdiri dihadapan mereka.
Seno tertawa kecil dan menggelengkan kepala, begitu pun dengan wanita itu. Seno terlihat tampan ketika tertawa seperti itu, membuat hati Aruna berhasil berdebar-debar.
Seno menggelengkan kepala. “Dia bukan pacarku,” kata Seno.
Aruna spontan mendongak dan menatap wajah Seno. “Dia bukan pacarmu?”
Seno mengangguk dan berkata, “Dia temanku, teman sekolahku dulu, kita baru bertemu hari ini.”
Aruna terlihat lega dan tersenyum sesaat, entah mengapa ia senang dengan kenyataan itu, namun berusaha tidak terlihat transparan.
Seno berhasil membuat hati Aruna berdebar, dan ketika Aruna berpikir bahwa wanita yang kini berdiri adalah pacar Seno, Aruna merasa kecil, ia seorang janda, pantaskah mendapatkan pria perjaka? Tidak mungkin.
Seno tersenyum dan bangkit dari duduknya, lalu berkata, “Baiklah, Aruna. Terima kasih untuk hari ini, kamu wanita yang cantik. Aku senang mengenalmu, jangan lupa untuk menghubungiku. Dan, jangan lupa menyimpan nomorku.”
Aruna menganggukkan kepala dan tersenyum, itu sudah pasti.
“Baiklah. Aku harus pergi, aku harus menemani temanku ini,” kata Seno lalu mengangkat tangan kanannya dan membelai rambut Aruna membuat Aruna membulatkan matanya penuh dan pacuan jantungnya begitu hebat mengendor-ngendor didalam sana.
Aruna terlihat mematung dan menahan napas, sentuhan yang lembut dan sudah lama Aruna tidak diperlakukan seperti ini kepada seorang pria.
“Aku harap ada pertemuan selanjutnya,” kata Seno.
Aruna menganggukkan kepala.
“Aku pergi dulu.”
Aruna kembali menganggukkan kepala.
Seno lalu melangkah meninggalkan Aruna, membuat Aruna bernapas lega karena napasnya sudah hampir berhenti.
Seno tersenyum dan menggelengkan kepala. Sedangkan wanita yang kini berdiri didepannya hanya bersedekap.
“Aduh aduh, kamu percaya pada Seno?” tanya wanita itu.
“Eh kamu belum pergi?”
“Perkenalkan namaku Chloe, aku akan memberitahumu sesuatu tentang Seno,” kata Chloe.
“Tentang Seno? Ada apa dengan dia?” tanya Aruna terlihat tidak perduli, namun telinganya masih siap mendengarkan.
“Seno memiliki moto dalam hidup, ia memiliki prinsip yang tidak bisa di rubah oleh siapa pun, moto hidupnya adalah melindungi wanita cantik dan melindungi lansia. Seno hanya mempermainkan wanita cantik dan menggodanya, hidupnya di gunakan untuk bermain, namun tidak ada seorang pun yang ia pacari, ia hanya tahu menggoda dan bermain, setelah ia bosan ia akan kembali ke tempatnya,” kata Chloe menjelaskan.
“Kenapa kamu menjelaskan ini kepadaku?” tanya Aruna meski ia sudah kecewa dalam hati.
“Ya aku hanya memberitahumu agar kamu tidak berharap terlalu jauh.”
“Aku tidak mengharapkan apa pun. Lagian aku baru bertemu dengan Seno hari ini, jadi tidak mungkin aku mengharapkannya,” geleng Aruna.
“Bukan Seno namanya jika dia tidak membuat orang jatuh cinta di pandangan pertama,” kekeh Chloe.
Aruna membulatkan matanya, apakah ia korban? Seno berbicara seolah-olah ia adalah wanita yang beruntung menemukan wanita yang ia sukai. Aruna merutuki dirinya sendiri dalam hati, ia tidak bisa berkata apa-apa.
Aruna menghela napas panjang dan berkata, “Maaf, lagian aku tidak tergoda padanya, kami hanya bertemu karena pertemuan kita sudah di atur.”
“Aku hanya memperingatkanmu dan mengatakan sesuatu yang harus kamu tahu, jangan percaya pada Seno, dia bukan pria yang baik, dia hanya mempermainkan wanita, setelah bosan ia akan meninggalkanmu,” kata Chloe membuat Aruna menegang.
Aruna merutuki diri sendiri, ia sudah berhasil jatuh hati pada Seno, entah ini semua karena kebiasaannya atau tidak. Namun, Aruna memang sudah jatuh hati.
Aruna menghela napas panjang dan berkata, “Kamu tidak usah khawatir, aku bukan wanita yang mudah jatuh hati. Lebih baik kamu pergi, sepertinya dia sudah menunggumu.”
Chloe menoleh dan melangkah meninggalkan Aruna, Chloe mendekati Seno.
“Kenapa kau lama sekali?” tanya Seno.
“Aku hanya mengatakan sesuatu yang benar pada wanita itu,” kekeh Chloe.
“Tentang?”
“Tentang kamu yang memiliki moto tentang melindungi wanita cantik,” jawab Chloe.
Seno menatap ke arah Aruna yang masih duduk terdiam di tempatnya, Aruna terlihat sangat kecewa, sudah pasti karena Chloe yang sudah mengatakan hal yang tidak harus di katakan. Seno menghela napas panjang.
“Ayo kita pergi,” kata Seno.
“Kamu tidak marah?”
“Marah? Kenapa aku harus marah? Kamu mengatakan hal yang benar, dan aku tidak akan marah.”
Chloe tertawa kecil dan menggelengkan kepala. “Jadi, kamu juga menggodanya karena dia cantik?”
“Seperti itu lah. Percayai yang ingin kamu percayai.”
Chloe menghela napas panjang dan menganggukkan kepala. “Masih ada yang ingin ku beli, kamu harus menemaniku.”
“Lakukan apa yang ingin kamu lakukan,” kata Seno lalu mereka melangkah dan meninggalkan tempat.
“Selalu saja mengatakan itu, percayai apa yang ingin kamu percayai, lakukan apa yang ingin kamu lakukan, gitu terus aja omongannya,” geleng Chloe.
“Lalu aku harus mengatakan apa?” tanya Seno.
“Beneran kamu gak marah sama aku?”
“Enggak lah. Ngapain marah sih,” geleng Seno lalu melangkah terus menjauh dari tempatnya tadi.
“Gitu donk, kamu emang pria yang gak pemarah dan kamu pria yang menjadi idaman semua wanita, tapi enggak untukku,” kekeh Chloe membuat Seno tertawa kecil.
“Karena itu aku senang berteman denganmu karena kamu gak punya perasaan padaku,” jawab Seno.
Chloe tersenyum dan menganggukkan kepala.