Apa yang dokter Danar takutkan benar-benar terjadi, Saras yang sudah mengetahui perasaan dokter Danar benar-benar merubah sikapnya, sama seperti saat dulu waktu pertama kali Saras tinggal di rumah dokter Danar.
Sikap yang begitu kaku, berbicara hanya seperlunya saja dan sama sekali tidak ada senyum apalagi tawa dan seketika dokter Danar menyesali keputusannya membiarkan dokter Iqbal memberitahu kepada Saras seperti apa perasaannya yang sesungguhnya.
Waktu Saras membahas tentang perasaan dokter Danar dan meminta laki-laki itu untuk membuang perasaan itu jauh-jauh, dokter Danar sudah berusaha meyakinkan wanita itu jika apa yang dokter dan rasakan memang benar.
Dokter Danar sama sekali tidak mempermasalahkan tentang masa lalu. laki-laki itu hanya membicarakan tentang masa depan yang ingin dia jalani dengan Saras bersama-sama, tapi Saras tetap meminta dokter Danar untuk tidak memiliki perasaan atau pikiran seperti itu dengan ancaman Saras akan benar-benar pergi dari kehidupannya jika laki-laki itu membahas tentang perasaan itu lagi.
"Kenapa Mbak Saras, Kenapa kamu meminta aku untuk membunuh perasaan cinta dan sayang yang sudah mulai tumbuh di hatiku? aku sama sekali tidak pernah mempermasalahkan tentang masa lalu kamu, walaupun kamu terlahir dari bongkahan batu sekalipun aku tidak akan mempermasalahkannya. Dan kamu juga pasti sudah mengerti kalau kehidupan masa depan kamu jauh lebih baik daripada masa lalu, bukan cuma kamu yang memiliki masa lalu yang buruk Mbak Saras, aku juga sama," pertanyaan dokter Danar saat Saras meminta laki-laki itu untuk melupakannya, Saras hanya diam mendengarkan semua itu.
"Kamu pernah gagal membina rumah tangga, aku juga sama. kamu pernah disakiti oleh orang yang kamu cintai, aku juga pernah merasakannya. kamu memiliki seorang putra dari masa lalu kamu, aku juga punya. bukankah dua orang yang bernasib sama akan mudah menjalani hidup di kemudian hari dan menjalin kisah bersama?" Tanya Dokter Danar membuat Saras kembali menatapnya dengan tatapan serius.
"Kisah hidup seperti apa yang dokter Danar maksud? dokter Danar pasti memimpikan kalau aku bisa menerima cinta dokter Danar, lalu kita hidup bersama dalam sebuah rumah tangga dan menjalaninya dengan penuh kebahagiaan bukan?" tanya Saras sambil menatap kedua mata dokter Danar dalam-dalam, laki-laki itu menganggukkan kepalanya.
"Aku tahu Mbak Saras memiliki sebuah luka, aku juga tahu kalau luka itu membekas sangat dalam dan belum sembuh maka dari itu mari kita sembuhkan luka itu bersama-sama Mbak Saras," jawab dokter Danar dengan bersungguh-sungguh, Saras hanya tersenyum kecil mendengarnya.
"Untuk menjalin sebuah hubungan dua orang harus memiliki visi dan misi yang sama dok, sedangkan kita? kita jauh berbeda, kamu ingin menjalin sebuah hubungan lalu membina rumah tangga sedangkan aku, aku sama sekali tidak memiliki impian itu. aku hanya ingin menjalani hidupku sendiri, melakukan sesuatu untuk kebahagiaan dan ketenanganku sendiri. maaf dokter Danar, kalau dokter Danar tidak juga bisa melupakan perasaan itu lebih baik aku pergi, agar dokter Danar tidak mengharapkan aku lagi," kata Saras memohon pengertian laki-laki yang duduk di sebelahnya.
"Jangan, Mbak Saras jangan pergi. aku masih membutuhkan Mbak Saras di rumah dan rumah sakit juga masih sangat membutuhkan Mbak Saras. tetaplah hidup seperti ini dan aku minta maaf, Mungkin memang harusnya Mbak Saras nggak mengetahui semua ini. kalau begitu kita lupakan saja pembicaraan kita ini dan semua yang dokter Iqbal katakan pada Mbak Saras tadi, sekali lagi aku minta maaf," kata dokter Danar sambil menatap wajah Saras dengan penuh rasa bersalah wanita itu hanya menganggukkan kepala lalu menunduk dan tidak lagi menatap wajah dokter Danar.
Pembicaraan mereka usai dan sepertinya itu adalah pembicaraan panjang mereka yang terakhir hingga hari ini.
Dokter Danar menghela nafas berat, koran yang ada di tangannya sama sekali tidak dia baca karena pikirannya sesaat tadi kembali pada pembicaraan yang ia lakukan bersama Saras tentang perasaannya beberapa hari yang lalu.
"Dokter Danar sarapannya sudah siap," panggil Saras, ini adalah hari Minggu dan mereka tidak ada rencana untuk datang ke rumah sakit, sejak saat itu keduanya tidak lagi duduk bersama untuk makan pagi ataupun makan malam Saras lebih memilih untuk makan di dapur dan dokter Danar pun tidak berani memintanya untuk makan bersama.
"Iya Mbak," Jawab dokter Danar singkat laki-laki itu lalu bangun dari duduknya dan berjalan memasuki rumah karena sedari tadi iya duduk di teras belakang.
Mereka berpapasan di dekat meja makan saat dokter Danar datang dan Saras akan pergi ke belakang dan seperti biasanya keduanya sama sekali tidak saling bicara hingga dokter Danar teringat sesuatu.
"Mbak Saras, hari ini aku nggak makan di rumah karena ada undangan reuni teman SMA di Paninggaran mungkin acaranya bisa selesainya sampai malam, Mbak Saras masak buat makan Mbak Saras sendiri aja," kata dokter Danar, acara reuni sma-nya itu memang diadakan di sebuah cafe yang ada di pegunungan terletak di bagian Selatan kota sebelah Selatan kota tempat mereka tinggal.
Sebenarnya dokter Danar sudah lama menerima undangan reuni itu, saat baru menerima undangan dokter Danar berencana ya untuk mengajak Saras pergi bersamanya, tapi mengingat keadaan sekarang Dokter Danar yakin kalau Saras pasti akan menolak ajakannya.
"Iya, dok" jawab secara singkat wanita itu lalu melanjutkan langkahnya untuk ke belakang.
Dokter Danar akhirnya menyantap makan paginya seorang diri, dalam diam ia merasakan semakin lama masakan Mbak Saras semakin enak. termasuk sepiring nasi goreng yang ada di hadapannya sekarang.
Sekitar pukul sepuluh pagi dokter Danar sudah siap-siap untuk pergi laki-laki itu sengaja ke dapur untuk berpamitan pada Mbak Saras.
"Mbak Saras aku berangkat ya Kamu hati-hati di rumah," kata dokter Danar pada wanita yang sedang berdiri di depan meja setrika sepertinya Wanita itu sudah menyelesaikan pekerjaannya.
"iya, dok," jawab Saras seperti biasa hanya dua kata singkat yang wanita itu ucapkan tanpa ekspresi berarti di wajahnya.
"kamu nggak apa-apa kan di rumah sendirian? atau kamu ikut aja yuk, sekalian refreshing Kamu kan belum pernah jalan-jalan ke pegunungan teh di sini," kata dokter Danar yang memang sejak awal ingin mengajak Saras wanita itu malah menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Enggak aku mau di rumah aja," jawab Saras membuat dokter Danar tersenyum lalu menganggukkan kepalanya laki-laki itu segera meninggalkan tempatnya berdiri.
"Eh ... dokter Danar," panggil Saras saat dokter Danar sudah hampir sampai di pintu utama rumahnya membuat laki-laki itu tersenyum gembira karena dia merasa jika Saras pasti berubah pikiran dan mau ikut bersamanya sekarang.
"Iya Mbak Jadi mau ikut?" tanya Dokter Danar dengan Senyum merekah di wajahnya.
"dokter Danar searah ke rumah sakit nggak? setelah aku pikir-pikir lebih baik aku ke rumah sakit aja daripada sendirian di rumah, Nanti sore sebelum dokter dana pulang aku udah pulang kok," kata Saras dokter Danar tetap tersenyum lalu menganggukkan kepalanya Saras langsung berjalan untuk mengikuti laki-laki itu yang akan ia tumpangi sampai rumah sakit.
Memang benar apa yang Saras katakan walaupun ini hari Minggu tapi tetap saja penghuni rumah sakit tetap ada di sana, yang libur hanya para dokter dan poliklinik pemeriksaan yang ada di depan.
***
Sesuai janjinya saat sore hari Saras kembali ke rumah sebuah ojek sepeda motor ia tumpangi dari rumah sakit ke komplek perumahan dokter Danar, benar saja perkiraan wanita itu dokter Danar belum sampai rumah sepertinya memang benar laki-laki itu akan sampai rumah hingga larut malam.
Saras menatap ke arah selatan, terdiam menatap langit yang begitu menggelap di musim penghujan ini sepertinya sebentar lagi hujan akan segera turun membasahi bumi wanita itu langsung masuk ke dalam rumah.
Walaupun sudah beberapa hari jarang mengobrol tapi rasanya saat di dalam rumah sendirian seperti ini kebosanan benar-benar menyergap hati wanita itu, di tambah lagi karena walaupun sampai langit benar-benar menggelap dan hujan turun dengan begitu deras dokter Danar sama sekali belum terlihat pulang.
Saras begitu gelisah berdiri mondar-mandir di ruang tamu menunggu dokter Danar pulang sesekali wanita itu membuka tirai dan menatap keluar tapi yang terlihat hanya kegelapan yang sesekali diterangi oleh kilat yang menyambar lalu diiringi dentuman petir yang begitu keras.
"Kenapa dokter Danar belum pulang-pulang ya," kata Saras pada dirinya sendiri tentu saja wanita itu tidak mempunyai jawaban untuk pertanyaan itu, seketika untuk pertama kalinya Saras menyesali karena menolak pemberian ponsel dari dokter Danar waktu itu.
Wanita itu kembali menatap jam yang tertempel di dinding entah untuk ke berapa kalinya, waktu terasa lama sekali berputar tapi saat ini sudah jam sembilan malam membuat perasaan Saras semakin dilanda kecemasan.
Saras tahu bagaimana jalanan menuju ke pegunungan pasti naik turun dan meliuk-liuk apalagi dilewati saat musim hujan seperti ini, itulah yang membuat wanita itu begitu merasa cemas.
"Aku ke rumah Bu Ida aja deh, minta Bu Ida buat teleponin dokter Danar," ucap Saras ketika kembali menunggu hingga jam berlalu dan dokter Danar belum juga sampai di rumah.
Wanita itu lalu mengenakan jas hujan dan mengendarai sepeda motor untuk ke rumah Bu Ida yang ada di desa sebelah.
Saras tidak menyadari meskipun dirinya yang meminta dokter Danar untuk menghapus perasaan laki-laki itu dari dalam hatinya tapi saat ini justru hati Saras lah yang begitu dipenuhi kecemasan tentang laki-laki itu.