Part 10

1038 Kata
"Di rumah nanti, kau harus ingat, aku suamimu! Jadi bersikaplah selayaknya seorang istri." ujar Tuan Sky sesaat sebelum sampai di rumahnya. "Katakan apa tugasku?" "Dasar bodoh! Apa kau tidak tahu tugas istri?" Fiuh! Sabar Aila. Tahan emosi. Anggap saja dia barang antik yang harus diselamatkan. Aku memilih diam tidak menjawab pertanyaannya. Jika bukan karena menjalankan tugas untuk menjaganya, sudah kugulung dan kubuang dia ke laut. "Oke kita sudah sampai, beritahu aku apapun yang mencurigakan di rumah itu, dan kau bebas melakukan penyidikan tanpa izin dariku!" "Baik Tuan Sky, terima kasih atas kepercayaan Anda." "Oke. Tentu saja." Keningku berkerut mendengar jawabannya. Sekadar catatan kecil dikepalaku. Jangan pernah merendah didepannya, atau dia akan jemawa bak dewa penguasa. Menyebalkan! Aku mengikutinya memasuki rumah. Sesampainya di dalam, Ia memanggil Tuan Baron, kepala pelayan. Aku penasaran apa yang akan dilakukannya pada lelaki paruh baya itu. Aku duduk di sofa tepat di sebelah Tuan Sky. Lama kami menunggu, tapi Tuan Baron tak kunjung datang. Tergopoh-gopoh, seorang lelaki yang baru aku lihat wajahnya hari ini, datang mendekat. Ia memberitahu jika Tuan Baron ditemukan mati di ruang bawah tanah. Apa? Bagaimana mungkin? Aku tidak membunuhnya! Aku hanya membuatnya pingsan. Kutoleh Tuan Sky, saat yang bersamaan, dia juga menatapku. " Aku tidak membunuhnya! Aku hanya membuatnya pingsan." ujarku berusaha meyakinkannya. Tuan Sky menarik napas dalam, seolah berpikir keras. Oh Tuhan, apa yang terjadi sebenarnya? Siapa yang membunuh Tuan Baron. Kulihat Nona Ezi menuruni tangga. Setengah berlari, ia menghampiri Tuan Sky. "Kakak, kau sudah kembali, syukurlah. Aku sangat mencemaskanmu. Kau tiba-tiba menghilang dari rumah sakit, itu membuatku panik!" "Ezi, apa yang terjadi dengan Baron?" tanya Sky dengan mata nanar. "Itulah yang membuatku cemas, Kak. Baron ditemukan mati di ruang bawah tanah oleh pelayan. Saat aku pergi bersama Sean waktu itu. Sebelum kau mengalami kecelakaan. Aku ingat, waktu itu, aku menyuruh Baron bersama Aila mengambil minuman di gudang bawah tanah. Aku hanya ingin mengelabui Aila agar aku bisa pergi dengan Sean. Tidak kusangka dia membunuh Baron." Mata indah itu, menatapku sayu. "Tapi tenag saja, Kak. Polisi sudah mengotopsi jenazah Baron. Mereka menemukan luka lembam di tubuhnya terutama wajah. Tidak kusangka, Dia tega membunuh Baron!" Mata Nona Ezi nanar menatapku. Apa yang barusan dia katakan? Aku membunuh Tuan Baron? Sial! Lelucon macam apa ini? Apa sebenarnya yang dia rencanakan? "Nona Ezi, hati hati kalau bicara, saya tidak membunuh Tuan Baron!" "Kalau begitu buktikan dipersidangan!" "Ezi, apa kau melaporkan kasusu ini ke polisi?" "Tentu saja, Kak! Dia telah membunuh orang kepercayaanku! Aku tidak terima! Aku sudah menganggap Baron seperti keluargaku sendiri!" Suara ketukan pintu menghentikan adu mulut diantara kami, sesaat suasana menjadi hening. Mataku membulat saat melihat petugas kepolisian datang muncul dari balik pintu. "Permisi, apa Anda yang bernama Nona Aila?" "Iya, Ada apa?" "Maaf, Nona, Anda kami tahan atas tuduhan tersangka kasus pembunuhan. Silakan ikut kami ke kantor." Sial! Wanita monster itu menjebakku. Mataku tajam menatap nona monster itu. Tapi wajahnya datar saja, tidak ada ekspresi apapun disana. Sulit menebak apa yang ada di kepalanya. Sesaat aku memandang Tuan Sky, ia menatapku gundah. "Tuan Skya, berhati-hatilah dengan wanita monster itu. Nyawamu dalam bahaya." pesanku pada Tuan Sky sesaat sebelum petugas membawaku. Kedua tanganku diborgol. Dua petugas bertubuh tinggi tegap itu menarik tanganku. Sial! Mereka memperlakukanku kasar sekali, seolah aku adalah bandit kelas kakap. Sesampainya di mobil, satu orang masuk ke pintu supir dan yang satu duduk bersamaku di jok kedua. Kutatap Tuan Sky dari kaca mobil. Ia memandangku lekat. Setelah mobil melacu di jalan raya, aku meminta petugas untuk membuka borgol tanganku. "Ayolah, Pak! Tolong buka borgol ini, saya tidak akan melarikan diri." "Baiklah Nona. Tapi sebagai gantinya, kakimu yang akan kami borgol." "Tapi, Pak!" Ah, menyebalkan! Petugas itu memborgol kakiku. Baiklah, tidak masalah, yang penting tanganku tidak di borgol, aku ingin menghubungi Mossa agar dia menjaga Tuan Sky. Hei, apa ini? Setelah memborgol kakiku, borgol tanganku tidak juga dilepaskannya. Ia malah mengambil sesuatu dari kotak di dekat kakinya. Apa, Lakban? Siapa yang ingin dia lakban? Jantungku berdegup kencang, kini aku sadar, Nona Ezi baru saja membohongiku. Mereka bukan petugas resmi. Mereka menyamar menjadi petugas untuk menyingkirkanku dari rumah itu. "Hahaha.... hai Nona cantik. Sebenarnya aku tidak percaya kalau kau berbahaya seperti yang dikatakan Nona Ezi. Tapi tidak ada salahnya kami berjaga-jaga. Maaf, ya, Cantik, mulut manismu ini terpaksa aku lakban." "Siapa kalian?" "Kau tidak perlu tahu Siapa kami, yang jelas, hari ini adalah hari terakhirmu." "Cuih" Aku meludahi wajahnya. Napasnya bau jengkol! Ludahnya muncrat ke wajahku, menjijikkan. "Perempuan sialan!" Aw, dia menampar pipiku dengan keras. Berani sekali dia! Kesal, aku meludahi wajahnya sekali lagi. "Cuih! Lepaskan aku! Atau kalian akan menyesal!" "Wahahaha.... Besar juga nyalimu, Nona Manis! Tenanglah. Kau pasti kami lepaskan, tapi di tengah laut. Wahahah..." "Tapi, sebelum itu, sepertinya kita bisa bersenag senag dulu. Cantik... Wahahaha..." Sahut lelaki yang sedang menyetir. Tiba-tiba, lelaki disebelahku memelukku erat dan melakban mulutku. Dengan seenaknya dia menciumiku. Tangannya lancang menjamah area sensitifku. Ah, Sial! Menjijikkan sekali lelaki ini. Aku sudah tidak sanggup mencium bau sampah dari mulutnya. Aku meronta sekuat yang kubisa. Kuhantam kepalanya dengan kepalaku. "Hei, Nona. Jangan paksa aku menyakitimu! Sekarang lebih baik kau tidur saja." Lelaki bertubuh kekar itu mengeluarkan sapu tangan dari kotak di dekat kakinya. Celaka! Dia ingin membiusku. Aku harus menahan napas dan puru pura pingsan. Kutarik napa dalam sebelum kain itu menempel di hidungku. Sesaat kemudian, hidungku di bekap. Aku menahan napas. Lalu pura pura pingsan. Untung saja aku bisa menahan napas selama dua puluh menit. Aku terlatih menyelam di dalam air tanpa alat pernapasan. Aku melemaskan tubuhku, selayaknya orang pingsan. Aku harus mengatur strategi. Untuk melumpuhkan kedua badut ini. Dia mengira aku benar benar pingsan, tangannya cekatan membuka kancing bajuku. Lancang sekali dia! Itu milik suamiku, bodoh! Yang ini milikmu! Sigap, kejepit tubuhnya yang sudah berada di atas tubuhku. Lalu dengan kedua sikuku, ku putar lehernya dengan sekali hentakan.... Maaf, aku tidak bermaksud membunuhmu! Kau yang memaksaku melakukannya! Aku segera menggulingkan tubuh lelaki itu ke bawah jok. Kemudian, sigap kukalungkan borgol ditanganku ke leher lelaki yang sedang menyetir itu. Tidak butuh waktu lama, tubuhnya mengejang dan tak lagi bergerak. Tiba tiba Mobil oleng, dan menabarak pembatas jalan. Aku terguling di dalam mobil. Kepalaku membentur body mobil dengan keras. Seketika, semua gelap.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN