Chapter 42 naik kincir angin

1565 Kata
Erika dan Andra terkejut melihat penampilan Rindu yang begitu cantik dan elegan, mereka terperangah terpukau sejenak saat berada di hadapan gadis itu. "Yuk, kok bengong?" tanya Rindu heran melihat kedua sahabatnya hanya mematung. "Ini beneran lo, Ndu? Cantik banget." Erika langsung memeluknya. "Thank you pujiannya. Tapi, ini aku pakai dress bener nggak sih?" Erika dan Andra saling menatap. Meski kesannya nggak nyambung, tapi mereka tak ingin membuat mood Rindu hilang gitu aja. "Bagus, kok." "Serius?" Rindu menatap mereka lekat. Erika dan Andra mengangguk mantap. "Iya, serius." "Kita langsung cabut aja atau berpamitan ama nyokab lo?" Rindu menoleh ke belakang, mama dan papanya sedang makan malam. "Nggak perlu deh, lagian mama sama papa juga udah tahu aku mau kemana." "Oke, kalau gitu kita langsung berangkat aja." Rindu tersenyum melihat Erika dan Andra yang begitu bersemangat. Gadis itu masuk ke kursi belakang, duduk dengan tenang meredam jantung yang bertalu. Deg-degan membayangkan pertemuannya dengan Gavin. "Sambil nyetir, jangan lupa musiknya." Di sepanjang jalan, Andra memutar lagu dari Gholiat. MASIH DI SINI MASIH DENGANMU. Alunan musik yang merdu dan lirik yang asyik membuat perjalanan itu berasa menyenangkan. Mereka bernyanyi bergantian, Rindu hanya tertawa ketika suara fals Andra berusaha mengimbangi lagunya. "Masih di sini ohh.. biar kau tahu betapa nana nana nana." "Nana nana nana nana." "Nana aaa nana nana." "Woi, kalau nggak hafal liriknya, nggak usah nyanyi dong. Dengerin aja," Rindu menggodanya. "Mau gimana lagi, Ndu. Asyikin aja, habisnya seru sih, hahaha!" Erika dan Rindu menggelengkan kepala. Andra benar-benar kocak. "Iya deh, yang penting seru." Lima belas menit kemudian mereka tiba di pasar malam. Andra sibuk cari parkiran, pengunjung begitu ramai hingga kadang terlihat berdesak-desakan. Rindu memperhatikan semuanya dari jauh. "Kalian yakin mau masuk ke sini?" tanya Rindu. Erika menggangguk. "Iya, emang kenapa?" Rindu meringis. Dia menatap pakaiannya lalu menghela napas. "Aku pulang aja ya, masa iya masuk ke tempat ramai seperti ini makai baju kek gini." Erika dan Andra saling menatap. "Kita beli aja pakaian baru di dalam. Banyak kok," "Apa?" Erika segera keluar dan menarik Rindu ikut serta. Akan berabe urusannya jika gadis itu pulang tanpa bertemu dengan Gavin. "Sini deh, kita keliling aja dulu. Nanti kalau ketemu baju yang cocok baru beli." Rindu mengikuti keinginan Erika dengan terpaksa, di belakang sana Andra tengah sibuk menghubungi Gavin yang entah udah sampai dimana. Semua mata tertuju kepada gadis itu, pengunjung maupun pedagang yang di lewati Rindu pasti menoleh kepadanya. "Neng, nyasar ya?" Goda salah satu pengunjung. Rindu meringis, dia memegang lengan Erika erat. "Eh, mulut di jaga ya, nggak usah sibuk ngurusin orang lain." "Ya temennya marah, salah sendiri bajunya kayak mau ke kondangan, ini mah pasar malam, Neng." Rindu tak tahan lagi, dia bergegas pergi dan mencari taksi, langkahnya tak sengaja menubruk seseorang. Rupanya dia Gavin yang baru saja tiba. "Rindu, loh Erika sama Andra dimana?" Rindu menatapnya dengan netra yang berkaca-kaca. Penampilan gadis itu membuat Gavin terpukau. "Cantik," pujinya lalu memegang tangan Rindu erat. Erika datang menghampiri, gadis itu merasa lega melihat Gavin berada di sana. "Kalian ngapain lari-lari, kayak adegan di film India aja." Erika menatap Rindu yang langsung tertunduk. "Gini, Vin." Belum sempat Erika bicara, orang usil itu kembali lagi. "Eh, si eneng masih di sini. Bajunya nggak di ganti, Neng?" Gavin mengeryitkan dahi. "Kalian kenal dia?" tanya Gavin. Rindu menggeleng lemah. "Dia ngeledekin Rindu dari tadi, Vin," Erika mengadu membuat pemuda itu menatap kesal. "Aku pulang aja ya, aku memang salah datang kesini nggak lihat kondisi." Rindu merasa tak enak hati. "Memangnya kenapa? Kamu di sini bukan untuk di lihat oleh dia. Ayo jalan, ada banyak permainan dan wahana di sini. Jangan pikirkan kata satu orang yang meledek. Tanpa kamu sadari beberapa orang lainnya menatap dengan kagum." Rindu melihat ke sekeliling, benar saja. Beberapa orang tersenyum ramah ke arahnya. "Kamu cantik, Ndu. Setidaknya di mataku." Gadis itu tersipu malu. "Gavin!" Erika dan Andra melihat sikap keduanya yang terbilang tidak biasa. "Ehem, apa kami ketinggalan sesuatu?" Rindu spontan menjauh. Erika dan Andra menatapnya curiga. "Nggak kok, biasa aja." Gavin merengkuhnya dan tersenyum lebar. "Sedikit info ya," "Gavin," Rindu mencubit perut pemuda itu berharap Gavin tidak akan membocorkannya. "Auw, biarin aja. Mereka berdua ini." Andra mengerutkan kening "Ada apa sih? Cerita aja kali." Gavin memeluk Rindu dari belakang. "Oke, harap tenang. Jadi gua cuman mau bilang bahwa gua dan Rindu resmi jadian hari ini," Gavin tersenyum ceria. "Apa?!" Erika terkejut. "Serius?" Rindu malu, dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Ya serius lah, kasih selamat dong?" Gavin menyombongkan diri. Andra dan Erika tersenyum, mereka turut bahagia untuk hubungan keduanya. "Selamat ya, em roman-romannya mesti ada traktiran nih." Andra menatap usil. "Sip, mau makan apa aja gua yang teraktir," Gavin lagi-lagi bertingkah. "Yeiy!" Semua orang bersorak. Gavin mengenggam tangan Rindu yang masih malu-malu. "Gavin, kamu ini." Gavin menikmati suasananya. "Nggak apa-apa kan?" Rindu mengangguk. "Oke, jajanan pertama, gua mau cilok dong sama minuman. Kita di wahana yang merakyat, adanya pop ice doang," ucap Erika di sambut gelak tawa dari Gavin. "Haha haha, ada-ada aja lo, nggak masalah lo dan Andra mau pesen apapun terserah. Gua bawa uang cash kok." Erika bersorak happy, dia tidak sungkan menuju ke penjual cilok untuk memesan. "Mang, pesan dua puluh ribu ya, masing-masing satu kantong lima ribu." Rindu terkejut mendengarnya. "Banyak banget, emang bisa di habisin?" "Di bagi dong. Masing-masing satu untuk satu orang, ekhem, bisa gitu ya, udah jadian tapi nggak ngabarin." Rindu membisu. "Udah nggak usah malu-malu, kamu mau pesan apa untuk minumnya?" Rindu melihat rentetan jejeran rasa dan dia pun bingung. "Samain aja lah. Dari pada bingung." "Oke." "Mang pop ice coklat cheese nya empat ya," "Oke, neng." Sambil menunggu, Rindu dan Erika duduk bersama di pinggir jalan. Rindu terkejut tatkala Gavin datang membawa dan memakaikannya sweter dari belakang. "Eh," Rindu menoleh. "Duh, romantis banget," puji Erika. "Iya dong, nih pake supaya ngga di lirik banyak cowok." Rindu menurut, sweter itu berwarna pink muda sangat serasi dengan dress milik Rindu. "Eh, bisa nyambung gitu ya," puji Erika. "Iya dong, gua sampai muter-muter demi nyari warna yang keren ini." "Makasih, Vin." Gavin salting di buatnya. "Kayaknya kalian harus cari nama yang cocok untuk panggilan sayang kalian deh, masa iya masih manggil nama, ya nggak, Beb?" ujar Andra pada kekasihnya Erika. "Panggilan sayang, emang harus ya?" "Iyalah." Gavin menoleh pada Rindu. "Apa? Gua nggak nemu kata yang tepat." Pesanan selesai di buat. "Vin, bayar!" seru Erika. Gavin menyerahkan selembar uang biru. "Nih, sisa sepuluh lumayan beli jagung bakar. Soal nama panggilan nggak harus kok, seiring berjalannya waktu nanti juga dapat." "Thank you, Rik." "Rik, Rik lo. Jangan main singkat nama orang deh, nggak lucu tau nggak." Gavin tertawa. "Lah, kan penggalan nama lo memang Rika," "Iya, tapi kesannya lu manggil Erik. Emang gue cowok." Gavin tertawan. "Rindu aja gua panggil, Ndu. Dia nggak protes." ."Ya, karena gue ma cewe lo, beda, Vin. Ih ngeselin deh lama-lama." Gavin tertawa sekali lagi. Rindu mencicipi ciloknya, dia terlihat menikmati jajanan itu. "Enak loh, padahal kelihatannya B aja," Erika tersenyum. "Sering-sering main kesini makanya, Ndu. Jangan tahunya Mall doang." Rindu tertawa. "Ets, kita mau kemana lagi nih? Udah kenyang pastinya main dong Kalau main tenang bayar sendiri-sendiri." "Kalau gue sih terserah kalian saja, mainnya di mana." "Kalau kincir angin?" timpal Rindu. Gavin dan Andra terperangah. "Ndu, yang benar aja dong. Masa iya naik kincir angin." Rindu mendelik. "Kalau kalian nggak mau, ya udah biar kita aja. Bye!" Erika menarik Rindu untuk membeli ticket. "Eh, kalian!" Rindu tak pernah tahu jika berkunjung ke pasar malam bisa sebahagia ini. Erika memesan tiket. Gavin dan Andra terpaksa mengikuti mereka. Kedua gadis itu tertawa, mereka memilih keranjang yang berbeda untuk dimasuki. Gavin bersama Rindu, sedang Erika bersama Andra. "Ada-ada aja sih, kayak anak kecil aja," omel Gavin namun tetap duduk di kursinya. Wahana mulai berputar, tidak ada yang istimewa. Keranjang itu hanya berputar, kadang tinggi kadang rendah hanya saja semuanya lebih berwarna karena Gavin berada di sisinya. "Dari sini semua orang terlihat kecil," ucap Gavin. Rindu tersenyum. "Dari bawah orang yang berada di sini juga terlihat kecil." "Itu kata-kataku. Kau mengambilnya." "Nggak, kau tadi menyimpulkan satu sisi saja." Mereka terus berdebat, Gavin mendongak melihat bintang dan bulan di atas sana. "Indah sekali," Track. Wahananya berhenti tepat saat Gavin dan Rindu di posisi paling atas. "Gavin, apa yang terjadi? Kenapa wahana ini mendadak berhenti," Rindu tampak panik. "Sepertinya, mesinnya macet. Masih dalam perbaikan, santai saja." "Apa?" Ini adalah kali pertama bagi Rindu bermain kincir angin. "Hey ada apa? Aku akan menjagamu tenang aja." "Tapi, Gavin?" Tangan Rindu mengeluarkan keringat dingin. Gavin memeluknya memintanya agar tetap tenang. "Tutup matamu percayalah kepadaku." Rindu pun menurutinya. Wajah gadis itu begitu menggoda, Gavin memalingkan wajah, mesin menyala dan wahana kembali bergerak. Erika dan Andra mengawasi mereka dari jauh setelah wahana berhenti Gavin dan Rindu pun keluar dari sana. "Gimana, seru kan?" tanya Erika. Rindu menggeleng dia tidak setuju sama sekali dengan pendapat sahabatnya itu. "Wahana ini berbahaya, bagaimana jika mesin itu tidak hidup. Apa kita akan bermalam di atas sana," keluhnya dengan wajah serius. "Ya ampun, Ndu. Mesin mati dalam wahana seperti ini tuh sudah biasa. Dan lagi, biasanya mesin tak mampu menarik kekuatan terlalu lama, jadi istirahat dulu bentar lalu jalan lagi. Masak gitu aja lo nggak tahu." Rindu melongo, Erika dan Andra tertawa melihat ekspresinya. "Udah Ndu, lo tuh lucu banget." "Vin, kamu juga tahu kalau mesin wahana seperti ini memang sering macet?" tanya Rindu. "Ya nggak tahu. ini juga pengalaman pertama gua." Semua temannya terkejut. "Emang serasi lo berdua." "Sialan lo."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN