It's Hurt

1570 Kata
“A-apa? Kami ngapain? Gak ngapa-ngapain kok. Tadi Ara cuma bantu aku masak,” ujar Billy terbata. Orang yang dia hadapi sekarang bukan hanya sahabatnya tapi juga kakak sepupu dari gadis yang ia yakin kini mulai mempunyai tempat tersendiri di hatinya. “Aku... aku nyiapin mejanya dulu, Kak.” Aurora lalu buru-buru pergi meninggalkan Billy dan Jessica. Ia merasa seperti tetangkap basah dengan tatapan kakaknya. “N-ngapain kamu!? Ngeliatinnya gitu banget. Suka, hah!?” Tanya Billy lalu mulai menata makanan yang ia buat ke piring. Saking gugupnya karena merasakan tatapan Jessica, piring yang berisi makanan itu malah belepotan. “Kamu pikir aku gak liat apa yang kalian lakuin tadi?” Tanya Jessica dengan senyuman menyebalkannya itu menghentikan sejenak pergerakan tangan Billy yang sedang membersikan tepian piring yang belepotan. !! “L-lihat apa?” Tanya Billy pelan, nyalinya benar-benar ciut sekarang. “Ya kamu sama Ara lah, emang siapa lagi yang ada di sini? Ngapain tadi, hah? Masaknya pake jiwa yang berbunga-bunga. Tatap-tatapannya gitu banget lagi.” Jessica mendekat dengan senyuman menggoda sambil menaik turunkan alisnya yang membuat Billy mundur selangkah. “Eh!! Mulutnya biasa aja ya. Aku cuma... cuma bantu dia. Ayolah, jangan mikir macem-macem, Jess.” Billy berusaha agar suaranya terdengar biasa saja. “Gimana gak mikir macem-macem? Orang tadi kalian tatap-tatapan mesra gitu.” Kali ini Billy dapat merasakan wajahnya memanas. Tenggorokannya terasa kering hingga ia berulang kali menelan ludah. “Mesra mesra pala Azka pitak, hah!” “Lagi pula kalau kamu sama Ara ada... ehm, kalau kalian ada hubungan special pun itu gak masalah loh,” lanjut Jessica. “A-apaan deh!” Kesal Billy yang masih berusaha bersikap tenang padahal dalam hati jedag jedug serr~ “Yaa gimana yaaa. Ara kan udah gede juga, dia bisa nentuin pilihannya sendiri. Dan kamu juga udah tua. Kamu tau yang terbaik,” ujar Jessica dengan senyuman menjengkelkannya. Menggoda Billy benar-benar menyenangkan. Apalagi ia sangat jarang bisa melihat ekspresi malu-malu yang Billy tunjukan sekarang. “Kamu ngomong apa sih, Jess!? Kami gak ada hubungan seperti yang kamu kira! Dan jangan ngatain aku tua!!” Billy mengatakannya dengan sedikit keras. Ia bukan marah pada Jessica. Rasa malu, canggung, dan senangnya bercampur menjadi satu membuatnya begitu. “Mulai sekarang yang sopan yah sama aku. Gimana pun juga aku ini kakaknya Ara loh,” ujar Jessica lalu mengedipkan sebelah matanya pada Billy dan berlalu begitu saja. “Oo ya satu lagi. Kamu angkat semua makanan ini ke meja yah. Aku mau bangunin yang lain,” ujar Jessica tanpa menghentikan langkahnya. Seenaknya menyuruh seperti itu membuat Billy yang tadinya menciut sekarang malah menatapnya kesal hingga mengeluarkan kata-kata mutiara. “Nenek lampir kolor ijo!!” Meskipun sambil menggerutu Billy tetap mengangkat semua sendiri. Billy bahkan tidak tau mengapa ia bertambah kesal saat tidak menemukan Aurora di meja makan, namun ia mencoba tidak terlalu memikirkannya. Billy menata makanan di meja makan hingga meja tersebut penuh. Tak lama kemudian Billy melihat Aurora menuruni tangga. Gadis itu sepertinya baru saja selesai mandi, bisa di lihat dari bajunya yang sudah ganti dan wajahnya yang terlihat lebih segar. Sejenak lagi-lagi Billy sempat terhipnotis dengan aura yang Aurora pancarkan, namun itu tak bertahan lama setelah melihat Jessica dan Azka berjalan beriringan menuruni tangga, disusul dengan Joshep dan Kezie di belakang mereka. Billy melihat seringai itu. Seringai menyebalkan yang Jessica tunjukan padanya. Setelah perseteruan Billy dan Jessica, semuanya berjalan baik. Tapi itu hanya berlaku untuk Jessica, tidak dengan Billy. Jessica malah sengaja menyindir dan menggoda Billy dan Aurora di depan yang lain. “Waafh… Masakhan Bangf Bilfi emfang juaya.” Mereka tertawa kecil mendengar ucapan Azka yang tidak jelas karena mulutnya penuh dengan makanan hingga kedua pipinya menggembung. Berbeda dengan yang lain Billy menatap malas Azka, sedangkan Jessica menatap kesal pacarnya itu. Tingkah kekanakan yang dikeluarkan Azka sekarang tidak pada waktu yang tepat. Sekarang ada tiga orang yang lebih muda dari Azka melihat kekonyolannya. “Iih kamu makanannya di telen dulu dong. Ntar keselek, kalau mati aku jadi janda sebelum nikah,” ujar Jessica yang membuat tawa yang lainnya pecah, termasuk Billy. “Gila. Mana ada janda sebelum nikah,” ujar Billy disela tawanya. “Syirik aja jomblo,” cibir Jessica. “Kamu ngomongnya gitu banget sih, Yang.” Azka menatap memelas Jessica setelah menelan makanan yang ada di mulutnya. Jessica hanya diam, namun ia mengambilkan segelas minuman untuk Azka. “Dia mana bisa mati. Semua juga masuk perut,” cibir Billy lagi. “Kamu diem, ya! Kamu jangan pernah hina atau jelekin Azka di depan aku. Kalaupun ada yang jelekin Azka itu cuma aku,” ujar Jessica dengan tekanan membuat Billy seketika menghentikan tawanya dan menatap datar wanita cantik itu. “Hahahaa... Rasain lo, Bang. Kicep kan ama bini gue,” ujar Azka lalu mengedipkan sebelah matanya pada Jessica yang tersenyum. Jessica suka tawa Azka. Menurutnya ketampanan Azka akan terlihat berkali-kali lipat saat sedang tertawa. “Gak asik,” ujar Billy dengan wajah kesalnya. “Tapi bener loh. Ini enak,” ujar Jessica diikuti anggukan dari Kezia, Joshep dan Azka. “Gak masak sendiri. Tadi Ara yang bantu aku masak semua ini,” ujar Billy mendapat reaksi berbeda dari mereka. Azka yang biasa saja, Jessica dengan senyuman lebarnya, Joshep dan Kezie yang tampak terkejut dengan apa yang baru mereka dengar. “Ara?” Tanya Kezie dengan wajah tidak percaya dan Billy membalasnya dengan anggukan santai. “Seriusan? Lo masak?” Tanya Kezie lagi namun kali ini langsung pada sahabatnya. Bahkan Joshep juga menatap gadis itu. “Liatin gue biasa aja. Gue tau gue mirip Liza Soberano,” ujar Aurora dengan sedikit mengibaskan rambutnya membuat Billy, Jessica dan Azka tertawa. “Iya, mirip bulu keteknya Liza lo mah,” balas Kezie dengan wajah sedatar mungkin lalu mendapat hadiah pukulan di lengannya oleh Aurora. “Jorok banget sih lo, di depan makanan nih. Lagian lo nanya kayak mustahil aja buat gue masak,” ujar Aurora dengan begitu percaya diri. “Ya mustahil lah. Secara lo gitu... masak?” Heran Kezie. Ia benar-benar tidak percaya bahwa Aurora memasak. “Emang kenapa?” Tanya Billy yang juga penasaran dengan respon yang ditunjukan Kezie mendengar Aurora memasak. “Ya aneh lah, Kak. Nih anak manja mana pernah masak, rebus air juga rasanya gak mungkin,” ujar Kezie membuat Aurora melotot kearahnya. ‘What the hell! Jatuhin gue di depan abang ganteng aja nih kutu kuprett!!’ Jessica yang mengenal betul adik sepupunya itu tertawa kecil membenarkan ucapan Kezie. Sedangkan Aurora yang tidak bisa membantah kembali melanjutkan dengan kesal. Tampak jelas sekali dari caranya menyuap, mengunyah dan menelan makanannya. “Loh? Jadi emang belum pernah masak ya, Ra?” Tanya Billy menatap Aurora. Bukan hanya Billy tapi seluruhnya yang berada di meja makan itu. Aurora menghela nafas sebelum menggeleng pelan. “Sama sekali?” “Hm... Iya, Kak. Tadi pertama kalinya,” ujar Aurora semakin pelan. Ingin rasanya Aurora menenggelamkan kepalanya ke dalam sup yang ada di depannya. Ini pertama kali ia malu mengakui bahwa dirinya tidak bisa memasak, kalah dari Billy yang pria sedangkan ia perempuan. “Wah... seneng bisa jadi yang pertama nemenin kamu masak, Ra.” Billy tersenyum ke arahnya. Aurora menggigit bibir bawahnya mendapat reaksi yang tak terduga dari Billy. Ia senang karena Billy tidak mengejeknya seperti yang lain. ‘Lo emang selalu yang pertama, Abang ganteng.’ “Aku cuma bantu yang gampang, Kak.” Aurora tersenyum malu sedikit tersipu. Itu jelas sekali terlihat. Bebeda dengan seseorang yang duduk di hadapannya, Joshep. Pria itu menatap sedih pada Aurora yang tampaknya sangat senang dengan setiap kalimat yang Billy lontarkan kepadanya. Pegangannya pada sendok dan garpu mengeras terlihat dari ujung jarinya yang memutih. Mengingat fakta bagaimana Aurora tidak ingin menyentuh peralatan dapur membuatnya marah dan sedih. “Aseeep~” Untuk kesekian kalinya Aurora merengek pada Joshep yang tampak sibuk dengan pekerjaannya. Ia tidak bisa fokus karena Aurora dari tadi memanggil namanya. “Apa sih, diem ah. Gue lagi ngerjain tugas Pak Totoh nih,” ujar Joshep tanpa mengalihkan pandangan dari laptop di hadapannya. “Tapi Josh, gue laperr.” Mendengar itu, Joshep menghentikan aktifitasnya. Menatap Aurora yang juga menatapnya penuh harap. “Hah... Ya udah, yuk. Lo mau gue bikinin apa?” Tanya Joshep beranjak dari kursinya. “Yaayy! Apa aja, yang penting bisa dimakan.” Bagaimana Joshep akan marah jika Aurora selalu bertingkah imut di hadapannya. Hatinya terasa akan meledak. “Eits… jangan seneng dulu. Lo harus bantuin gue masak,” ujar Joshep membuat Aurora seketika cemberut. “What!? Masak!? No no no gue gak mau, lo aja. Ntar tangan gue luka pas motong-motong gimana? Ntar juga megang bawang kan bau, perih lagi kena mata, trus kulit gue jadi jelek kena percikan minyak panas gimana? Iih gak ah.” Joshep menghela nafas mendengar penjelasan panjang dari Aurora. Selalu seperti itu ketika ia mengajak Aurora untuk memasak bersama. “Eh, Upil cicak! Lo besok-besok bakalan jadi istri sama ibu anak-anak lo. Mau lo kasih makan apa, hah!?” “Heh, p****t kuda nil. Jaman udah canggih keles, tinggal pesen lewat hp dateng deh makanan ke rumah. Atau gak gue tinggal cari suami yang pinter masak, gampang kan?” Perkataan Aurora membuat Joshep menatapnya tak percaya. “Tapi-” “Udah ih, gak ada tapi-tapian. Gue liatin lo masak dari sini. Cepetan, gue udah laper banget ini.” Ting Bunyi dentingan sendok dan piring itu berasal dari Joshep. Ia berdiri dari duduknya membuat yang lain menatapnya heran karena makanan yang ada di piring Joshep masih banyak. “Gue selesai. Sorry, gue permisi ke kamar dulu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN