1. FLO DAN LUKANYA
Suara ketukan pada pintu kayu terus menggema ketika Florensia menuruni anak tangga dari lantai dua. Rumah yang sepi tentu saja ketukan pintu terdengar sangat jelas. Ia menatap jengah pada Arga, saudara kembarnya yang asik bermain game di sofa ruang tamu tanpa peduli dengan suara yang terus terdengar.
“Arga, dari tadi ada yang ketuk pintu masa kamu nggak dengar sih?” protes Flo.
“Buka pintu deh, Flo. Aku lagi tanggung main game,” jawabnya tanpa menoleh kepada kakak perempuannya.
“Aku mau ke dapur.”
“Aku lagi main game juga,” jawab Arga tidak mau kalah.
Flo mendengus sebal dengan tingkah saudara yang berjarak lima menit dengannya saat lahir, “Jadi adik ngalah kenapa sih, nyebelin,” gerutunya.
Florensia Alinka dan Argasia Dinata adalah saudara kembar yang lahirnya selisih lima menit dengan posisi Flo lahir terlebih dahulu dan kini keduanya berusia 25 tahun. Meskipun Flo posisinya sebagai kakak, tetap saja sikapnya terkadang lebih kekanak-kanakan daripada Arga. Adiknya itu bisa bersikap dewasa karena ia adalah pria satu-satunya di rumah ini. Ayah mereka sudah meninggal dan hanya tinggal bersama ibunya saja bernama Dayu. Flo bekerja sebagai staf marketing sebuah perusahaan healthy food dan Arga bekerja sebagai manajer keuangan di salah satu perusahaan konstruksi.
Dengan malas serta wajah ditekuk, Flo berjalan ke arah pintu masuk. Ia membuka dengan sedikit kasar tanpa peduli siapa yang bertamu. Saat pintu terbuka lebar, matanya membulat melihat siapa yang tengah berdiri di hadapannya.
“Hai…” sapa seorang pria.
“Hai…” jawab Flo dengan datar.
“Arga ada?”
“Ada.”
“Boleh masuk?”
“Boleh.”
Percakapan singkat yang sangat tidak berfaedah selalu saja terjadi ketika Flo berhadapan dengan Biantara Nugraha. Pria yang menjadi teman baik Arga dan ini kali ke tiga Flo bertemu dengan Bian. Bian adalah kakak tingkat Arga ketika kuliah di Melbourne. Pria itu berusia 28 tahun dan selama ini Flo tahu kalau pria itu tinggal di luar negeri.
Bian menatap Flo yang tengah mengenakan kaos biru cerah dengan hot pant di atas lutut, sungguh menampakkan kaki jenjang serta tubuhnya yang seksi. Rambutnya juga kuncir kuda sehingga leher putihnya terekspos cukup jelas. Bian menyadari kalau tubuh Flo berubah lebih berisi. Kalau tidak salah ingat, terakhir ia bertemu kakak dari Arga ini adalah setahun yang lalu masih sedikit kurus.
“Silakan masuk,” ucap Flo sopan.
“Siapa, Flo?” tanya Arga tanpa sadar Bian sudah berdiri di hadapannya.
“Teman kamu jauh-jauh datang ke sini tapi kamu cuekin?” sindir Bian.
Langsung saja Arga mendongak dengan mulut terbuka saat suara pria di hadapannya terdengar sangat familiar. “Astaga, Mas Bian? Kapan datang?” Melihat sahabat baiknya datang langsung saja ia lupa dengan permainan game miliknya. “Gimana kabarnya?”
“Baik, kamu juga kayak baik-baik saja? Tapi sibuk ya sampai nggak sempat jemput aku?”
Arga memeluk Bian ala pria yang sudah lama tidak bertemu, “Bukannya pulang sama Citra?”
Bian tersenyum tipis, “Sebaiknya jangan bahas Citra nanti mood-ku jadi tidak bagus, Ar.”
Melihat interaksi Arga dan Bian membuat Flo tersenyum geli. Ternyata tidak hanya perempuan yang akan heboh saat bertemu dengan teman lama tapi pria juga. Tidak lama, Flo membawakan kopi untuk Bian dan teh untuk Arka. Ia tidak sempat bertanya apa yang disukai pria itu jadi dia buat kopi saja karena Flo yakin hampir semua pria suka kopi dan ia harap Bian juga.
“Silakan,” ucap Flo setelah menghidangkan kopi.
“Terima kasih, Flo,” jawab Bian sopan sambil menyunggingkan senyum.
Flo kembali ke lantai dua setelah mengambil minum untuk dirinya sendiri.
Bian memandang Flo hingga punggung gadis itu tidak terlihat lagi.
“Mas..” tegur Arga yang sadar dengan kelakuan Bian.
“Eh, iya?” Bian nyengir karena malu.
“Kenapa lihat Flo kayak lihat model victoria secret, sih?” sindir Arga.
“Ah itu, aku ngerasa Flo banyak berubah ya?”
“Makin gemuk?”
“Bukan tapi makin berisi. Rasanya dulu Flo cukup kurus.” Ia ingat betul bagaimana Flo setahun yang lalu. Nampak kurus walaupun tidak sampai memperlihatkan bentuk tulangnya.
“Montok?”
Bian langsung mengangguk tanpa merasa malu dengan Arga.
“Flo lagi stres Mas. Diselingkuhi sama calon suaminya.”
“Hah, calon suami?”
Arga menghela napas lemah, “Mas nggak lupa kan kalau kakakku sudah punya pacar sejak jaman kuliah? Nah mereka rencana menikah tahun ini tapi pria bodoh itu malah ketahuan sedang bercinta dengan wanita lain.”
Sejak Arga kembali ke Indonesia setelah lulus dari kuliah, Flo memilih bekerja di Bali karena Nino, pacarnya sejak kuliah bekerja di sana. Keduanya tentu tinggal terpisah karena takut menimbulkan masalah. Saat ia dan Nino sudah menyiapkan sebuah pernikahan, tanpa sengaja Flo memergoki Nino sedang bersama wanita dalam keadaan tanpa busana di rumah yang akan dijadikan tempat tinggal Flo dan Nino saat keduanya sudah menikah.
Kadar toleransi Flo habis akibat kecewa hingga akhirnya ia membatalkan rencana pernikahan yang sudah disiapkan hampir 80 persen. Arga yang marah karena saudaranya diperlakukan tidak adil, akhirnya membawa Flo kembali ke Jakarta. Sudah hampir dua bulan Flo di Jakarta dan sebulan sudah ia bekerja di tempat baru.
“Kenapa wanita sebaik Flo harus menerima perlakukan seperti itu?” tanya Bian tidak percaya.
“Aku juga heran kenapa Flo bisa berhubungan dengan si breengsek itu sangat lama. Setiap aku ingat masalah itu, rasanya aku ingin mencincang b******n itu lalu aku kasih makan piranha potongan tubuhnya,” ucap Arga geram.
“Tapi syukurlah kalau Tuhan kasih Flo petunjuk sehingga tidak menikah dengan pria seperti itu.”
“Benar, aku sudah cukup kewalahan menghadapi patah hatinya.”
“Memang ada apa?”
“Biasanya yang aku tahu orang patah hati nggak punya naafsu makan. Nah ini beda, kerjaannya makan terus sampai tengah malam bangunin aku buat nganter beli martabak. Bayangkan Mas, aku seperti suami yang harus siaga karena istri sedang ngidam.”
Biar tergelak kencang mendengar penuturan Arga yang cukup miris, “Kamu ini memang adik kembar yang pengertian.”
“Tapi berat badanku juga nyaris naik banyak kalau terus ngikutin kemauan Flo. Akhirnya aku ajak si Flo buat olahraga teratur dan jadilah dia yang sekarang. Bagus kan hasil bentukanku?”
Bian mengangkat dua jempolnya, “Bagus, sampai-sampai aku hampir lupa dia itu saudara kembarmu.”
Arga bersusah payah membuat Flo mau berhenti mengunyah dan mulai diet serta berolahraga. Hingga akhirnya stres kakaknya berkurang dan kembali menjalani kehidupan normal.
“Jadi sekarang dia udah nggak apa-apa?” tanya Bian.
“Sudah tapi nggak tahu deh karena dia dengar pria itu akan menikah minggu ini. Sinting kan?”
“Ya sudah sebaiknya kamu jaga Flo dengan baik. Patah hati memang semenyakitkan itu. Salah-salah Flo malah melakukan hal b0doh yang bisa mengancam keselamatannya.”
Arga membayangkan saja sudah merinding, “Jangan sampai deh, Mas. Sayang banget hidupnya Flo berakhir karena pria model cap botol minyak nyong-nyong itu,” ucap Arga tidak rela.
Bian sangat mengerti apa yang dirasakan Arga. Bukankah ikatan saudara sangat kental apalagi keduanya adalah saudara kembar. Arga tipe cuek tapi soal Flo, Bian tahu sahabatnya ini sangat protektif bahkan sudah seperti pasangan yang tengah menjalin hubungan karena Arga selalu melakukan video call setiap malam bersama Flo.
Dua pasang mata kini tengah menatap wanita yang tengah berjalan menghampiri keduanya. Flo sudah terlihat cantik dengan dandanan yang terlihat segar. Menggunakan ripped jeans biru cerah, kaos longgar dan sling bag yang nampak terlihat sangat santai. Rambutnya terurai sungguh membuat siapapun yang melihat pasti tertegun, tidak terkecuali Bian.
“Mau kemana?” tanya Arga.
“Mau ketemu Mirah sebentar. Kamu mau makan apa?”
“Jangan beli, masak saja. Tenggorokanku sekarang cepat sekali sakit kalau makan makanan dari luar,”
Flo tidak protes karena Arga sesensitif itu dengan micin, “Iya nanti aku juga sekalian belanja bahan makanan.”
“Ya sudah hati-hati, jangan lama nanti aku kelaparan.”
Flo memutar bola matanya, “Iya, cerewet.” Kini pandangan Flo beralih ke Bian, “Permisi, saya pergi dulu.” Ucapnya dengan kaku.
“Silakan dan hati-hati,” jawab Bian.
Flo berlalu dari hadapan Arga dan Bian. Ia ingin bertemu Mirah untuk meluapkan kegundahan hatinya karena mendapat undangan pernikahan dari Nino. Pria itu seperti tidak punya rasa malu, mengundang mantan pacarnya yang sudah ia sakiti. Flo tidak mau dikasihani tapi ia geram dengan sikap Nino yang sepertinya sangat meremehkannya.
“Mas, gimana ceritanya Mas Bian balik ke Indonesia? Katanya betah di sana.” Arga tahu Bian tidak mau pulang karena di sana pria itu tinggal dengan Citra. Model papan atas yang kini melanglang buana di Australia.
“Karena sudah saatnya aku mewarisi jawabatan Papa, Ar.”
“Lalu Citra? Kalian akan menikah?”
Bian tersenyum miris, “Dia menolak pulang, perasaannya masih ragu dan memilih tetap di Aussi.”
“Kalian pu..tus?” tanya Arga ragu.
“Entahlah, aku hanya memberinya waktu memikirkan semuanya. Karena kalau dia menikah denganku, mau tidak mau dia harus berhenti menjadi model. Keluargaku tidak suka menantu mereka mengumbar aurat untuk khalayak umum.”
Bian pernah bercerita kalau mamanya sempat sakit melihat Citra berpose dengan mengenakan bikini. Arga mengerti apa yang dirasakan orang tua Bian karena sebagai orang yang menganut adat timur, seorang wanita hendaknya menjaga penampilan walaupun itu pekerjaan namun tetap tidak enak dilihat bagi sebagian orang termasuk keluarga Bian.
“Mas menyerah?”
Bian mengangkat kedua bahunya dengan raut wajah pasrah, “Aku sudah siap dengan kemungkinan terburuk, Ar. Kalau nyatanya aku menikah dengan wanita lain, aku bisa apa. Mungkin aku bisa bermain belakang kalau Citra mau,” ucap Bian sambil terkekeh.
“Mas, kalau kamu sampai seperti itu aku akan berhenti jadi tempat curhatmu. Jangan sekali-sekali mengkhianati wanita karena dampaknya luar biasa. Contohnya ada, si Flo.”
“Apa lagi yang tersisa mengenai Flo?” tanya Bian tertarik.
“Dia bilang nggak mau nikah karena ilfeel sama cowok.”
“Serius?”
“Mas, apa tampangku kelihatan lagi bercanda?” tanya Arga yang mulai kesal.
Bian terkekeh geli, “Calm bro, jangan ngegas begitu dong.”
“Ya sudah balik lagi soal Mas dan Citra. Jadi hubungan kalian menggantung, begitu?”
“Bisa dibilang begitu.”
Arga mengangguk, ia cukup paham dengan masalah pelik Bian yang tidak ada ujungnya sejak lama.
“Terus kapan mulai kerja?”
“Mungkin minggu depan, karena aku harus mengurus beberapa hal dulu sampai siap ganti posisi papa.”
Bian cukup lama di rumah Arga karena keduanya memang sudah lama tidak bertemu. Bian bisa mengenal Arga selain karena dulu ia adalah seniornya, Bian juga pernah membantu Arga saat harus dirawat di rumah sakit akibat usus buntu dan di sanalah pertama kali Bian bertemu dengan Flo. Pertemuan kedua saat Arga wisuda dan yang ketiga adalah hari ini.
Sejam kemudian, Flo datang dengan membawa kantong belanja di kedua tangannya. Ia cukup kaget melihat mobil Bian masih terparkir di depan rumahnya. Rasanya setiap bertemu pria itu Flo merasa tidak betah. Ada hal yang selalu saja mengganggu pikirannya saat mendapat tatapan dari Bian.
“Kamu sudah pulang?’ sapa Bian.
“Eh, iya.”
“Flo, masak untuk bertiga ya. Mas Bian makan malam di sini saja biar ramai,” pinta Arga.
“Iya, nanti aku masak tiga porsi,” jawab Flo sambil memasukkan beberapa bahan makanan ke dalam kulkas. Ibunya yang masih di Bandung untuk beberapa hari ke depan tidak menyediakan stok bahan makanan yang banyak jadilah Flo harus belanja.
Tiga puluh menit kemudian Flo sudah selesai menghidangkan makanan. Malam ini ia masak sup ayam karena cuaca agak dingin serta udang asam manis. Jangan salah, Flo jago urusan masak karena selama merantau ia dituntut bisa masak demi menghemat biaya hidup.
“Ar, aku sudah selesai. Ayo makan dulu,”
Baik Bian dan Arga sama-sama menolah dan melihat Flo yang nampak sedikit lelah setelah sibuk di dapur.
“Yuk Mas, makan dulu. Setelah itu baru boleh pulang tapi kalau mau menginap juga boleh. Kita bisa main game sampai pagi,” ucap Arga dengan ekspresi senang.
“Jangan begadang nanti anemia kamu kumat,” sahut Flo yang sudah duduk di meja makan.
Mendapat sindiran dari kakaknya, Arga hanya nyengir sebagai tanggapan.
Kini Bian duduk berhadapan dengan Flo sedangkan Arga duduk di sisi Bian.
“Kamu pintar masak,” ucap Bian saat mulutnya tengah mengunyah.
Flo hanya diam tanpa membalas pujian Bian. Saat ini ia sedang tidak ingin berbasa basi atau ngobrol dengan orang yang tidak terlalu dekat dengannya.
“Masakan Flo enak kan, Mas?” tanya Arga.
“Iya, enak dan aku suka.”
“Lebih enak mana? Citra atau Flo?”
Mendengar namanya dibandingkan dengan wanita lain, Flo terdiam. Ia tidak tahu siapa Citra dan apa hubungannya dengan Bian. Tapi sejujurnya Flo tidak peduli akan hal itu.
“Karena aku sedang makan masakan dari Flo jadi yang lebih enak ya masakan Flo,” jawab Bian diplomatis.
Ketiganya makan dengan serius, Arga tidak berhenti mengajak Bian bicara, begitu juga dengan Bian asik membahas mengenai bisnis. Flo yang sedang malas mengakhiri makan makan malamnya lebih dulu. Ia ingin istirahat karena tubuh dan pikirannya sedang lelah. Belum lagi besok ia harus mengikuti meeting pagi-pagi mengenai produk baru yang akan diluncurkan.
Saat hendak ingin beranjak, suara Bian menginterupsi keinginannya.
“Flo, kamu kerja di mana?”
“Di Graha Grup, sebagai marketing,” jawab Flo lengkap karena ia tahu Bian pasti akan menanyakan posisinya.
“Mas aku lupa kasih…” suara Arga terhenti ketika Bian memberi kode agar pria itu diam.
“Bergerak di bidang apa?”
“Healthy food,” jawab Flo singkat.
“Kamu betah di sana?”
“Betah-betah saja karena ini adalah pekerjaan yang ditawarkan oleh teman saya.”
“Kamu pernah bertemu dengan pemilik perusahaan?”
“Pernah, Bapak Wisnu kan? Pernah sekali berpapasan di lobi gedung,” tiba-tiab Flo memicingkan mata, curiga Bian seperti sedang mewawancarainya, “Kenapa?”
“Tidak apa-apa, saya hanya ingin tahu.”
“Flo, kamu ini mukanya jangan sangar begitu, bisa kan? Mas Bian cuma nanya dan itu bukan hal yang terlarang untuk ditanyakan,” Arga merasa tidak enak dengan Bian karena sikap Flo mendadak jutek padahal ia tahu saudara kembarnya sangat baik dan manis.
“Santai, Ar. Kamu ini berlebihan sekali,” tegur Bian.
“Permisi saya duluan,” ucap Flo lalu beranjak dari duduknya.
~ ~ ~
--to be continue--
*HeyRan*
------------------
Terima kasih sudah mampir di cerita ini. Sebelum lanjut membaca saya sebagai Author ingin menyampaikan beberapa hal. Jika kalian merasa cerita yang dibaca kurang sesuai, silakan tinggalkan cerita ini untuk meminimalisir kalian menulis komentar negatif.
Apabila menemukan kesalahan informasi atau adanya typo bisa disampaikan dengan cara yang baik. Masukan yang positif akan selalu saya terima. Jadi tolong sebelum menulis komentar jahat alangkah baiknya dipikirkan lagi dampak komentar tersebut bagi Author. Saya juga sebagai manusia biasa tidak luput dari segala kesalahan.
Terima kasih dan salam sayang untuk kalian
RAN