Wajah tanpa ekspresi, kaku dan dingin bukanlah hal yang asing. Saat gue menatap wajah pria--yang kini tengah sibuk membaca buku dengan khidmad dan khusyuk di ruang kerjanya.
Gimana enggak, masa-masa sulit gue selama kuliah diisi oleh wajah kaku dari pria batu yang ada di hadapan gue ini. Pasalnya, dia adalah dosen pembimbing skripsi sekaligus akademik gue. Klise sekali ya. Seorang mahasiswi menikah dengan dosennya sendiri. Tapi asal kalian tahu, kisah cinta gue gak semulus kulit model iklan body lotion! Penuh kerikil dan duri duri tajam.
Ah iya! Walau wajahnya terkesan kaku dan dingin. Tapi tetap aja, gue udah jadi terbiasa dan bahkan gak bisa kalo gak liat wajah itu sebentar aja. Eaakk! Dulu aja, gue kesel bukan maen. Sekarang dah bucin, jadi ya .. Gitu deh!
"Revisian skripsimu mana? ... Bukannya saya minta ditaruh di meja agar bisa saya koreksi secepatnya," tanyanya sesaat setelah menyelesaikan aktivitas membaca buku. Kemudian beralih menatap gue dengan wajah datarnya itu.
"Iya sebentar bapak. Saya sedang ingin meminta bantuan suami saya dulu. Barangkali suami saya bisa membantu, setidaknya melakukan suatu hal yang membuat saya lebih nyaman dan tidak cemas berlebihan seperti saat saya bimbingan," sarkas gue dengan wajah ditekuk.
Lalu, tiba-tiba seutas senyuman terbit di wajahnya. Senyuman yang kini menjelma menjadi kekehan geli. Membuat gigi rapinya terlihat dan sudut matanya menyipit.
Ya. Dia tertawa. Menertawakan gue.
"Sini! Mas mau bilang sesuatu!" Panggilnya dengan wajah mencurigakan.
"Sayang jangan cemberut gitu, dong!" ujarnya saat gue melangkah ke arahnya dengan wajah cemberut.
Untuk sesaat gue meras takjub. Pria batu es yang barusan mengintimidasi gue dengan pertanyaannya. Kini berubah menjadi sosok suami-able yang gue dambakan. Perubahan yang benar-benar cepat ... Berbakat jadi bintang film. Sampai-sampai gue ingin menyarankan suami gue ini buat ikut casting drama.