Asi yang Banyak

1164 Kata
Gemma baru saja melahirkan bayinya, wajar kalau ia mengeluarkan ASI . Ternyata pakaian bagian depan Gemma basah karena ASI-nya menetes dengan deras, setelah ia urut dengan kedua jarinya. Bongkahan di dadanya membesar bagai balon ditiup. Gemma menyembunyikan dari Zevandra Gemma malu. Untuk mengurasi rasa sakit di dadanya ia masuk ke kamar mandi dan mencoba mengeluarkannya dengan tangan. “Ini sangat menyakitkan,” Gemma meringis di kamar mandi. Ternyata dokter itu melihat dan mengetahui kondisi Gemma, dia minta ijin keluar dan membeli sebuah alat untuk memompa Asi. “Kamu pakai ini saja,” ucap Zevandra menyodorkan bag. “Ini apa?” “Itu menggantikan bayimu untuk mengeluarkannya.” Dengan cekatan Zevandra memasang alat tersebut dan mengajari Gemma cara menggunakannya. Ia juga membeli beberapa potong pakaian untuk Gemma pakai. “Terimakasih Pak,” ucap Gemma dengan gembira. Gemma kembali memegang dadanya, pakaiannya basah lagi, padahal baru beberapa jam lalu ia mengeluarkannya dengan alat yang diberikan dr. Zevandra. Gemma menyimpan ASI miliknya ke dalam botol dan menyimpan dalam kulkas lalu menatap dengan sedih kalau saja ia tidak dipisahkan dengan putranya, bayi malang itu sudah meminum s**u dari ibunya. Saat ia ingin mengambil alat pompa ASI tersebut, tiba-tiba Zevandra menarik tangannya dan membekap mulut Gemma lalu mereka bersembunyi di belakang lemari. “Ada apa?” tanya Gemma. Dokter berwajah tampan itu hanya menunjuk ke arah taman di sana dua orang pria berpakaian hitam-hitam memasuki Villa tersebut. Ternyata seseorang mengikuti Zevandra saat ia ke toko tadi. “Cari cepat wanita itu temukan dia jangan sampai kabur,” pintah seorang lelaki yang memakai topi kupluk. “Kami sudah mencari ke semua ruangan tidak ada Bos,”ucap anak buahnya. “Dia pasti belum jauh dari tempat ini, aku yakin pria itu sudah membawanya melarikan diri, dia baru melahirkan, tubuhnya pasti masih lemah, jika kalian menemukannya habisi mereka berdua! Jangan meninggalkan jejak.” “Baik Bos,” jawab ketiganya serentak. Gemma berjalan pelan-pelan mengikuti Zevandra, Villa itu sudah terkepung tidak ada lagi tempat untuk melarikan diri. Dokter bertubuh tinggi itu menunjuk sebuah toren air yang berukuran besar yang tidak terpakai. Ia masuk ke dalam lalu diikuti Gemma, ia menyeret kakinya yang sakit. Mereka berdua duduk di dalam toren besar tersebut. “Dimana mereka?” tanya seorang pria. “Kami kehilangan mereka Pak.” “b******n tidak becus, cari sampai dapat. Kalau malam ini kalian tidak menemukannya tidak ada bayaran,” ancam si empunya suara. “Kami sudah melakukan semua pekerjaan yang diperintahkan bapak, tapi berikan dulu upah kami,” tuntut seorang lelaki berpakain lusuh. “Saya tidak ingin b******n seperti kalian membocorkan rahasiaku,” ujar seorang pria dengan setelan jas mahal terlihat berkelas tentunya kaya. “Baiklah, berikan uang bayaranku aku akan pergi jauh tidak akan memberitahukan siapapun tentang apa yang bapak lakukan,” ucap pria bayaran “Temukan dulu mereka bodoh!” “Berikan uangku dulu baru kami bekerja lagi.” Tolak dua lelaki yang berpenampilan seperti petani. “ Kamu membuatku kehilangan kesabaran.” Tidak disangka pria itu menghabisi dua lelaki yang meminta imbalan. “Jangan ada jejak,” perintah lelaki yang menembak tersebut “Baik Tuan.” Tidak lama kemudian suasana jadi hening. Tangan Gemma masih gemetar mendengar suara tembakan, ia tidak tahu kalau ia akan diburu sampai sejauh itu Tidak lama kemudian Gemma memegang dadanya yang sakit karena ASI belum di keluarkan, dadanya membengkak membuat tubuhnya meriang, ia menggigil meringkuk di dalam toren, keringat sudah membasahi keningnya. “Kamu tidak apa-apa?” Zevandra. Menatap tubuh Gemma yang menggigil, “apa kamu sakit?” “Ya. Aku ingin mati, Bapak harus menyelamatkanku. Ini memang sedikit memalukan tapi aku tidak tahan lagi,” ujar Gemma dengan suara lirih. Zevandra menggosok hidungnya, ia berpikir bagaimana caranya menyelamatkan Gemma dari situasi saat itu. “Kamu menyimpan pompa itu di sebelah mana, biar saya ambil.” “Ada di atas kulkas.” Zevandra berdiri ingin keluar, tapi saat ia mengeluarkan kepalanya, ternyata tempat itu masih diawasi para penjahat tersebut. Mereka sengaja tidak mengeluarkan suara agar Gemma dan Zevandra keluar dari persembunyiannya. Ia duduk kembali dan melobangi toren itu dengan pisau dari sakunya. “Bertahanlah, saya tidak bisa keluar,” bisik Zevandra. Gemma tidak menyahut, rasa sakit di dadanya membuat tubuhnya menggigil dan pakaian depanya sudah sangat basah. “Aku tidak tahan lagi,” lirih Gemma semakin meringkuk. Walau tidak pantas, tapi sebagai seorang dokter, Zevandra ingin menyelamatkan Gemma. “Baiklah, saya akan melakukannya, berikan padaku.” Zevandra menolong Gemma lagi, ia menggantikan bayi untuk minum s**u milik Gemma. “Baunya membuatku mual,” keluh Zevandra, jika ada lampu saat itu mungkin wajah tampan itu sudah memerah menahan mual. “Maaf, tapi aku tidak tahan lagi,” ujar Gemma memungkukkan sedikit tubuhnya.” Gemma, membuka pakainya dan memberikan pada Zevandra, wajah Gemma sudah terasa panas karena malu. Tapi ia tidak punya pilihan, Asi itu juga harus segera dikeluarkan sebelum membeku dan berubah jadi penyaki “Kamu menggantikan bayiku untuk melakukannya,” ujar Gemma, mengepal tangannya menahan rasa sakit, air matanya tumpah saat menyinggung tentang bayi. “Aku mual.” Zevandra memundurkan tubuhnya. “Kalau bapak tidak melakukannya, aku akan mati,” ujar Gemma, bongkahan itu semakin membesar seperti balon yang diisi angin membuat tubuh Gemma panas dingin. Merasa tidak punya pilihan, akhirnya setuju melakukannya,”baiklah.” Gemma mengarahkan dadanya ke wajah lelaki tersebut. “Asi bagus juga untuk kesehatan, maka itu kamu harus melakukannya dengan cepat,” ujar Gemma mengajari dokter. “ ASI memang bagus, tapi untuk bayi, bukan untuk orang dewasa,” jawab Zevandra . Gemma menutup wajahnya dengan telapak tangan menahan malu. Ia akhir meminumnya untuk menyelamatkan Gemma dari rasa sakit, Gemma bernafas legah setelah kedua bongkahan besar itu menyusut, terbebas sekaligus merasa malu. Karena ia mengijinkan pria lain menyentuh bagian tubuhnya. ‘Aku melakukan itu untuk bertahan hidup, tidak ada niat untuk berzina’ ucap Gemma dalam hati. Mereka berdua masih duduk diam dalam toren tersebut, sementara Zevandra masih mengintip dari lobang, ia mengeluarkan pisau dari saku jaketnya dan membuat lubang baru lagi untuk membuat lubang udara, tinggal dalam toren membuat keduanya kekurangan oksigen, tidak ingin mati lemas sang dokter melobangi toren itu untuk udara masuk. “Apa mereka sudah pergi?” tanya Gemma. “Belum.” Dalam kegelapan lelaki itu hanya diam menunggu para penjahat itu pergi. Ia lelaki yang irit bicara terlihat cuek, angkuh dan tatapannya tajam seperti silet kalau sedang marah ataupun kesal. Kalau Gemma tidak memulai pembicaraan ia juga tidak bicara. “Maaf. Karena menolongku bapak jadi ikut terlibat,” ucap Gemma dengan tulus. Lagi-lagi pria itu hanya diam tidak menanggapi. Karena ia tahu, penjahat yang mengejar mereka saat ini bukan mengejar Gemma, penjahat ini beda dari penjahat yang mencari Gemma. Mereka ingin melenyapkan Zevandra juga, nasib keduanya sama-sama diincar oleh penjahat. “Apa bapak mendengarku?” “Diamlah, sebelum penjahat itu menemukan kita,” pungkas Zevandra. “Kalau aku masih hidup dari sini. Aku akan memberi rasa sakit yang sama pada Erina dan Regi,” bisik Gemma, matanya terasa panas setiap kali mengingat anak yang ia lahirkan. Bersambung Jangan lupa berikan dukungan ya kakak , terimakasih
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN