Cerita Mama

1547 Kata
Alima Najma Naufalyn gadis berusia 23 tahun gadis cantik memiliki tubuh semampai yang tak pernah di pamerkannya, selalu ia samarkan dan tutup rapat dengan busana yang di syari'atkan agama Islam untuk para muslimah. Ia selalu menutup rapat tubuhnya dengan gamis syar'i lengkap dengan hijab panjangnya. Jika ingin keluar rumah dengan jarak yang cukup jauh. Alifa selalu memakai masker untuk menutupi sebagian wajahnya. Saat ini Alifa belum bisa istiqamah untuk memakai niqab, layaknya muslimah di luar sana yang sudah bisa menutup auratnya dengan sempurna. Semoga suatu saat nanti, Alifa juga bisa istiqamah untuk menutup wajahnya. terlahir dari keluarga sederhana, membuatnya giat dalam bekerja untuk mencukupi kebutuhannya sendiri, karena tidak ingin terus menjadi beban kedua orang tuanya. Alifa seorang anak tunggal, hanya satu orang anak dalam sebuah keluarga tidak membuatnya manja, justru Alifa selalu ingin memberikan yang terbaik agar orang tuanya bangga kepada dirinya, baik itu dalam segi prestasi ataupun dalam pekerjaan seperti yang tengah ia jalani saat ini.  Dulu saat dirinya masih bergelut di dunia pendidikan, dirinya selalu menghadiahkan prestasi pada kedua orangtuanya, akhlak dan perilaku yang baik. Sekarang, ketika beranjak Dewasa, sebisa mungkin dirinya berusa mencari uang dengan keringatnya sendiri, karena tidak ingin merepotkan orang tuanya. Alifa tidak bekerja di tempat orang lain. Dia mempunyai toko pakaian yang di diriakn dari uang tabungannya sendiri. Akibat ketekunannya ia menabung sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dan saat Alifa membuka uang tabungannya ternyata jumlahnya lebih dari yang Alifa targetkan. Dari uang tabungannya itulah, cukup untuk membeli sebuah toko beserta modal usahanya. Karena ke gigihannya sejak kecil ingin memiliki usaha sendiri, Alifa rela uang jajannya setengahnya di tabung atau bahkan tidak jajan sama sekali.  Ternyata benar, kerja kerasnya membuahkan hasil yang selama ini Alifa cita-cita kan. Pagi ini Alifa libur pergi ke tokonya, jadi dirinya bisa menggantikan mamanya membuat sarapan. Alifa menyajikan makanan yang sudah di buatnya di meja. "Pagi sayang.. Kamu gak ke toko hari ini?" tanya Mamanya. "Engga Ma.. Inikan hari kamis jadwal Aku libur," jawab Alifa seraya tersenyum. "Oh iya, ya ampun Mama kok sampai lupa ya." Marni menepuk jidatnya. Alifa terkekeh."Papa mana Ma?" tanya Alifa yang sejak tadi tidak melihat papanya. "Papa sudah berangkat kerja, sebelum adzan subuh." Rahman papanya Alifa kerja di salah satu kantor, meskipun pendidikannya hanya sampai SMA, Awalnya hanya di jadikan sales di perusahaan tersebut tapi berkat kejujurannya dan kinerja yang baik. Papanya Alifa di berikan kepercayaan menjadi manager. "Oh.. Kok pagi banget berangkatnya Ma?" "Iya.. Katanya takut macet sama biar leluasa prepare karena ada rapat pagi." ucap mamanya. Ya.. Memang jarak dari rumah mereka ke tempat kerja papanya butuh waktu satu jam, belum lagi kalau macet. "Oh gitu.. Alifa bangga sama ke uletan papa dalam hal kerja Ma." ujar Alifa, memang papanya ini selalu memberi contoh yang baik untuknya. "Iya papa kamu dari dulu memang selalu semangat, gak pernah ngeluh kondisi apapun yang sedang di hadapinya.. Dan sekarang sifatnya turun sama kamu." Marni berkata sembari tersenyum. Alifa juga ikut tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya. Alifa memilih tidak menjawab perkataan Mamanya karena kalau di bahas lebih panjang lagi, tentang perjuangan sang Papa. dirinya suka terharu. "Ya sudah ayo Ma.. Kita sarapan dulu, keburu dingin nasi gorengnya."  "Oh iya.. Ayo sayang," Alifa menyendokkan nasi goreng ke piring, ia berikan untuk Mamanya terlebih dahulu. Lalu untuk dirinya. Mereka berdua makan dalam diam. Beberapa saat kemudian, setelah mereka menyelesaikan sarapannya, Alifa mencuci piring kotornya. "Nak.. Nanti setelah selesai temui Mama di ruang keluarga ya, ada yang ingin Mama bicarakan." Ujar Marni seraya menyentuh bahu Alifa. "Bicara apa Ma?" "Udah, nanti aja." "Oh iya Ma sebentar lagi ya." Sahutnya. Alifa merasa sedikit heran, sepertinya ada hal serius yang ingin Mamanya bicarakan. Pikir Alifa. Alifa segera menyelesaikan pekerjaannya, agar bisa mendengar apa yang ingin di katakan sang Mama, secepatnya. *** Alifa sudah duduk di ruang tamu bersama Mamanya, mereka masih mengobrol santai, Alifa melihat Mamanya tidak ada tanda-tanda untuk memulai pembicaraan serius. "Emmm.. Ma, Mama tadi mau bicara apa?" tanya Alifa hati-hati, mengingatkan sang mama. Marni tersenyum, helaan nafas terdengar dari mulutnya. Sebelum kemudian ia mengatakan sesuatu yang akan di utarakannya. "Begini sayang, kamu kan sekarang sudah berusia 23 tahun. Dan kamu juga sudah selesai kuliah. Seperti yang kita tahu. Dalam islam, menikah itu harus di segerakan. Apalagi jika seorang wanita, terus-terusan menyendiri itu sangat rentan. Maksud Mama jadi bahan gunjingan orang lain lah, ketemu atau mengobrol sedikit dengan laki-laki yang bukan mukhrim jika ada yang melihat, Pasti akan menjadi Fitnah. Walaupun sebenarnya kita gak ngapa-ngapain," Mamanya menghela nafas sebentar. Sepertinya Alifa tahu ke mana arah pembicaraan Mamanya. Namu, ia tetap memilih mendengarkan ucapan Mamanya terlebih dahulu. "Jadi. begini Nak.. Mama bukan ingin menjodohkan kamu, apalagi memaksa kamu harus menikah dengan laki-laki pilihan Mama. Mama juga, bukan tidak percaya dengan pilihannya Alifa yang suatu saat nanti akan Alifa kenalkan sama mama dan papa." Ucap Marni lembut. "Tapi.. Mama hanya ingin meminta persetujuan Alifa. Beberapa waktu lalu Mama sudah bicara sama temennya Mama. Jika Alifa setuju, temen Mama akan datang bersama anaknya ke rumah kita, untuk ta'aruf kepada Alifa." Jeda beberapa saat. "Tadi Mama sudah bilang kan? Mama tidak akan memaksakan kehendak Alifa. Adapun nanti jika sudah bertemu. Alifa cocok, dan berkenan menjadi pendampingnya. Ya.. Alhamdulillah berarti sudah jodohnya. Sebaliknya, jika Alifa belum merasa belum adanya kecocokan. Tidak apa-apa. Bukankah memanjangkan silaturahmi sesama umat muslim itu salah satu kebaikan, jadi tidak ada yang salah dengan pertemuan antara dua keluarga kan?"  Mamanya tersenyum setelah mengungkapkan maksudnya. Selama mamanya bicara Alifa menundukan kepalanya, jantungnya berdegup kencang. Entah kenapa jika berbicara masalah pendamping, perasaannya selalu merasa tidak karuan. Pasalnya selama ini, Alifa belum pernah berurusan dengan laki-laki manapun jika menyangkut masalah hati. Marni menggenggam kedua tangan putrinya, dia sangat mengerti anaknya. Setahunya, sampai saat ini. Alifa belum pernah membicarakan tentang lawan jenis, pada Marni. "Oh iya..ada satu hal lagi, anak temen Mama itu sudah punya tanggungan." Alifa Mendongakan wajahnya, menatap Mamanya, karena tidak mengerti dengan ucapan sang Mama. Mamanya kembali tersenyum, senyum seorang ibu yang begitu lembut dan menenangkan. "Iya sayang, dia sudah punya anak, istrinya meninggalkan dirinya dan bayinya yang berusia tiga minggu begitu saja, entah kemana perginya. Dia sudah mencoba mencarinya ke mana pun tapi tetap saja nihil tidak di temukan. Dan setelah kejadian itu dia merawat anaknya seorang diri, hanya di bantu kali-kali oleh ibunya, ibunya sudah menyarankan agar dia menggaji baby siter untuk mengurus anaknya.Tapi dia tetap tidak mau, tetap ingin merawat anaknya seorang diri, sekarang si anaknya sudah berusia enam bulan, dia tumbuh jadi anak yang sangat cantik, sangat menggemaskan, berceloteh tiadak henti. Dan, kamu tahu.. Ketika dia di titipkan ke neneknya, seolah tahu dia sedang tidak bersama ayahnya dia tidak boleh rewel. Dan benar saja dia tidak pernah rewel," Mamanya bercerita dengan sendu matanya meremang.  Alifa sangat tersentuh mendengar cerita Mamanya. Rasanya dia ingin menangis. "Emmm.. Ma apa dia bekerja?" Untuk pertama kalinya Alifa mengeluarkan suara. "Iya, dia tetep kerja..dia merintis perusahaannya sendiri dari nol, dan Alhamdulillah, sekarang perusahannya sudah menjadi perusahan yang lumayan besar. Sudah banyak di kenal juga. Bahkan, kata ibunya sekarang lagi sibuk persiapan buat launching buka cabang perusahaannya di Bandung." jelas mamanya panjang lebar. Jujur, Alifa sangat kagum kepada laki-laki itu. Yang masih sangat memperdulikan anaknya di tengah ke sibukannya. Di saat orang lain yang keluarganya utuh pun, jika dirinya sibuk bekerja. memilih anaknya di asuh oleh baby siter. Namun, dirinya tidak. "Nak.. Kok ngelamun?" Mamanya memegang pundak Alifa. "Eh.. Engga kok Ma, kenapa?" Alifa merasa aneh pada dirinya sendiri. kenapa dirinya salah tingkah? padahal belum apa-apa, kan? Marni terkekeh melihat anaknya. "Mama lanjut lagi ya, ceritanya."  Alifa mengangguk, bersemangat. "Mama kalau ke sana, sempat ketemu beberapa kali dengan anak temen Mama itu. Mama sering melihat dirinya main dengan anaknya. Menyuapi makan, menidurkannya. Yang Mama lihat.. Dia begitu menyayangi anaknya. Tapi ada yang membuat Mama lebih kagum lagi. kalau mendengar adzan berkumandang. Dia tidak pernah menunda-nuda, langsung bergegas mengambil wudhu untuk melaksanakan Salat." lanjut Marni lagi. Alifa mendengarkan Mendengarkan Maminya dengan seksama. "Jadi, gimana Nak?" Tanya Mamanya, memastikan. "Gimana apanya Ma?" Ailfa mengerutkan keningnya. "Bolehkan temen Mama dan keluarganya ke rumah kita?" Marni bertanya dengan hati-hati. Alifa berpikir. menundukan lagi kepalanya, lalau.. mengangguk pelan. "Iya Ma. kata Mama kan silaturahmi? sesama kaum muslim itu kebaikan Ma." Alifa tersenyum ke arah mamanya, marni pun membalas senyumnya. "Untuk waktunya, nanti Mama telepon temen Mama ya nak?" Alifa pun menganggukan kepalanya. "Ma.. Alifa ke kamar dulu ya, tadi belum sempat beres-beres?" Alifa berpamitan kepada Mamanya. "Iya sayang," jawab Marni, dengan senyum yang terpatri di wajahnya. *** Setelah selesai merapikan kamarnya, Alifa duduk di tepi kasur. Dia teringat kembali dengan cerita Mamanya, tentang anak temannya itu. Kalau memang benar Alifa berjodoh dengan anak teman Mamanya, Alifa akan sangat bersyukur karena sudah di pertemukan dengan jodohnya. Dan, mengenai status perjaka atau duda, itu tidak jadi masalah untuk Alifa. Siapapun dengan status apapun nanti yang akan menjadi suaminya. Bagi Alifa, yang terpenting menyayanginya, bertanggung jawab, dan menjadi teladan yang baik untuk istri dan anak-anaknya, kelak. Jika, iya. Dirinya harus menjadi ibu sambung, Inn Syaa Allah Alifa akan menyayanginya, merawat, dan mendidiknya seperti kepada anak sendiri. Seakan teringat sesuatu Alifa mengusap wajah dengan kedua tangannya. Kenapa Mamanya tidak memberi tahu Namanya ya? Alifa membaringkan badannya, memposisikannya senyaman mungkin.  "Ya Allah aku serahkan segalanya kepada mu karena aku yakin jodoh yang engkau pilihkan adalah paling terbaik untukku." Alifa merapalkan Do'a dalam hatinya, sebelum dirinya benar-benar tertidur. *** ~To Be Cintinued~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN