BAB 8: Kehadiran Lilian

2075 Kata
Tubuh Cayra terhempas jatuh di lantai es, beberapa kali dia kehilangan konsentrasinya sepanjang latihan berjalan, dia kehilangan tempo gerakan tubuhnya karena pikirannya tidak ada di tempat. Cayra tidak tahu pikirannya sedang di mana, tubuhnya memang bergerak, namun pikirannya terus menerus terbayang ucapan Ariana tadi malam yang membuat Cayra tidak bisa mengatasi rasa kecewanya. Cayra takut, dia semakin tersingkirkan. “Cayra, fokuslah!” teriak Hitomi memarahinya di pinggiran. Cayra terbangun dengan kesulitan, gadis itu membungkuk terlihat merasa bersalah dan sempat meminta maaf sebelum kembali melanjutkan sesi latihannya. Namun selang beberapa menit kini dia kembali terjatuh dan tidak sengaja menabrak Bada hingga keduanya terjatuh. “Cayra! Keluar dari sana dan berhenti berlatih!” teriak Hitomi terdengar kesal. Bibir Cayra menekan keras, melihat Bada yang tersungkur di lantai es, beruntung saja dia tidak mengalami cedera apapun. Cayra segera bangkit lagi dan mengulurkan tangannya hendak membantu Bada. “Menjijikan, jangan menyentuhku!” hina Bada menepis kesal tangan Cayra. “Aku minta maaf, aku tidak bermaksuda melukaimu,” jawab Cayra. Bada tidak menjawab, gadis itu berdiri dalam bantuan semua orang yang langsung menghampirinya dan membawanya pergi ke sisi. Semua orang menanyakan keadaan Bada, mereka terlihat takut terjadi sesuatu kepadanya karena dia adalah puteri dari seorang pengusaha yang selama ini menjdi sponsor terbesar kelompok es skating. Cayra menghela napasnya dengan berat, gadis itu menatap ke sekitar dengan perasaan tidak menentu. Seharusnya hari ini Cayra melakukan latihan dengan baik, namun entah mengapa pikirannya terus dihinggapi hal-hal buruk yang membuatnya kehilangan fokus. Dengan terpaksa akhirnya Cayra keluar dari lantai es dan harus menerima teguran Hitomi karena hari ini Cayra tidak latihan dengan sungguh-sungguh, padahal musim dingin semakin dekat. *** Setelah mendapatkan teguran Hitomi, Cayra memilih mengurung diri di ruangan ganti untuk menenangkan diri dan merenungkan kesalahan yang telah dibuatnya. Mungkin ini untuk pertama kalinya Cayra tidak fokus dan tidak bersemangat latihan, meskipun begitu, ini sama sekali tidak baik untuknya. “Seharusnya aku tidak boleh seperti ini terus,” gerutu Cayra memarahi dirinya sendiri. Suara bantingan pintu terdengar di belakang Cayra, Bada yang telah dia tabrak datang menyusul masuk, gadis itu terlihat masih marah sampai melemparkan sepatu es skatingnya ke dinding loker dan membuat segera berdiri terlihat takut bercampur waspada. Cayra menelan salivanya dengan kesulitan, gadis itu sedikit bergeser sedikit menjaga jarak ketika Bada mendekatinya dan menendang loker. “Kau pikir kau siapa hah? Berani sekali mengganggu latihanku!” teriak Bada marah. Cayra menarik napasnya dalam-dalam terlihat pasrah menerima kemarahan Bada yang kini meledak. “Maafkan aku, aku benar-benar tidak bermaksud melukaimu,” bisik Cayra menjawab. Bada kian mendekat dan meraih wajah Cayra, mencengkramnya dengan kuat, menuntun Cayra agar menatap sepasang matanya yang menatap penuh kebencian. “Seharusnya kau tahu diri, anak miskin sepertimu mana mampu tampil di acara bergengsi, setidaknya tunjukan rasa berterima kasihmu dengan tidak membuat masalah denganku. Sekali lagi kau membuat masalah denganku, aku tidak segan mendepakmu dari tempat ini dan acara musim dingin nanti. Apa sekarang kau mengerti?” Cayra mengangguk tanpa suara, dia menahan diri untuk tidak melawan atas tindakan sewenang-wenang Bada yang kini memiliki ruang untuk menekan dan menghinanya seperti biasa. “Menjijikan,” bisik Bada memaki seraya melepaskan cengkramannya dengannya dorongan. Bada berbalik pergi dan keluar ruangan tanpa mempedulikan tatapan orang lain yang tidak berani bersuara atas tindakannya. Bada dan Cayra sempat mengalami kompetisi yang sengit untuk menjadi penari utama es skating di musim dingin akhir tahun ini, kekalahan yang diterima Bada membuat dia merasa cukup kecewa dan malu padahal selama ini Bada yang selalu di elu-elukan akan menjadi penari utama, sayangnya juri justru memilih Cayra. Tubuh Cayra sedikit terhuyung, gadis itu kembali duduk menahan diri untuk tidak menangis dan berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja meski sakit hati. *** “Tuan muda sedang ada di dalam, Anda langsung masuk saja ke dalam,” titah Heros begitu melihat kedatangan Cayra. “Terima kasih,” ucap Cayra sebelum pergi masuk ke dalam rumah Javier. Seperi biasa, keadaan rumah itu selalu sepi karena tidak ada banyak orang. Pandangan Cayra mengedar melihat penjuru arah, menyadari Javier tidak ada di lantai satu, tanpa pikir panjang Cayra pergi naik lantai atas menuju kamar Javier. Pintu kamar Javier terlihat sedikit terbuka membuat Cayra bisa mengintip untuk mencari keberadaannya. “Javier, apa aku boleh masuk?” tanya Cayra. “Masuklah.” Cayra membuka pintu lebih lebar dan segera masuk ke dalam sebelum menutupnya kembali. “Apa yang kau lakukan?” Tanya Cayra begitu mendapati Javier tengah kesulitan mengancingkan kemejanya, ditambah dengan keadaan rambut kusut dan basah karena baru selesai mandi. Javier mengalami kesulitan menjalani aktivitasnya akibat satu tangannya yang terluka. “Diamlah Cay, memangnya kau tidak melihat aku sedang apa?” gerutu Javier terlihat kesal. Tas di tangan Cayra dilempar ke ranjang, Cayra mendekat dan berdiri tepat di hadapan Javier. “Biar aku bantu.” Javier berhenti berusaha mengancingkan pakaiannya, pria itu membiarkan Cayra membantu mengancingkan kemeja yang kini dipakainya. “Rambutku juga, keringkan ya,” pinta Javier terdengar pelan dan memohon. Samar Cayra mengangguk, menyembunyikan rona merah di wajahnya karena malu. Mungkin perhatian seperti sudah sering mereka lakukan satu sama lainnya sejak dulu, namun karena kini mereka sudah dewasa, semuanya menjadi terasa berbeda bagi Cayra. Cayra sudah dewasa, dia sudah tahu bagaimana mengagumi ketampanan seorang pria, bentuk tubuhnya dan juga perhatinnya. Sialnya, Javier adalah orang pertama yang hadir di tengah pendewasaan Cayra. Selesai mengancingkan kemeja Javier, Cayra menarik Javier menuju cermin dan menyuruhnya duduk di lantai. Cayra senang bisa memiliki kesempatan untuk merawat Javier meski itu hanya dengan mengancingkan pakaian dan mengeringkan rambutnya. Jika Cayra melakukannya dengan seseorang yang disuka, semuanya menjadi berharga. Suara mesin pengering rambut terdengar, diam-diam Javier memperhatikan Cayra melalui cermin. Cayra terlihat tersenyum sambil mengeringkan rambutnya. “Kau kenapa Cay?” tanya Javier ikut tersenyum. “Apa?” “Dari tadi kau terus tersenyum.” Bibir Cayra menekan mencoba menghentikan senyumannya, dia terlalu senang sampai tidak sadar terus tersenyum. Javier bersedekap, masih memperhatikan gerak-gerik Cayra. “Kenapa berhenti tersenyum? Kau terlihat cantik saat tersenyum Cay,” ucap Javier terdengar manis. “Diamlah,” jawab Cayra terdengar ketus, berbanding balik dengan keadaan jantungnya yang saat ini berdetak kencang karena malu. Javier terlalu sering berkata manis dengan ekspresi wajah yang serius sampai membuat Cayra sering kali bertanya di dalam hatinya, apakah pria itu bicara dengan serius atau hanya senang menggodanya saja. Hati wanita itu sangat lembut meski terkadang mereka terlihat sangat kuat dan dingin dilihat dari luar. Seharusnya Javier juga sadar akan hal itu. “Saudaramu sudah ada di rumah?” Suara Javier yang bertanya menyentak lamunan kecil Cayra. “Iya, Lilian sudah ada di rumah, nanti dia akan bersekolah di tempat yang sama dengan kita. Kau mau berkenalan dengannya?” Tanya Cayra dengan senyuman samar memaksakan diri menunjukan rasa bahagia saat menceritakan Lilian. “Kenapa aku harus berkenalan dengannya?” Cayra tercengang kaget mendengar jawaban tidak terduga Javier. “Dia kan saudaraku,” jawab Cayra gelagapan mendadak canggung. “Nanti juga di sekolah bertemu,” jawab Javier lagi tidak menunjukan ketertarikan apapun dengan kehadiran Lilian. *** Mia membaca data Lilian di komputernya, wanita itu beberapa kali memeriksa data dan informasi yang dia dapat dari sekolah Lilian sebelumnya untuk memastikan apa yang dia dapat tidak memiliki kesalahan. Setelah Mia mengeceknya beberapa kali, ternyata semua laporan dan informasi yang dibacanya memang benar. Kening Mia mengerut samar, ada sesuatu yang tidak beres dari data yang diterimanya dan ini sangat bermasalah. “Apa kau serius akan menerimanya di sini?” Tanya Mia pada Robert yang berdiri di belakangnya. Robert mengusap tengkuknya dengan tekanan, wajahnya terlihat tertekan dan menahan kesal namun tidak bisa diungkapkan dengan banyak kata karena hal itu berpengaruh sama sekali apalagi memperbaiki keadaan. “Kepala sekolah sudah menerimanya, sebaiknya kita diam saja dan memantaunya.” Mia bersedekap dan menatap tajam rekan kerjanya. “Kau sudah gila? Bagaimana kita bisa diam begitu saja sementara kita tahu anak ini bermasalah,” protes Mia. “Memangnya kita bisa apa? Aku sudah berbicara dengan kepala sekolah, dan dia tidak bisa melakukan apapun selain menerimanya,” tanya Robert menyelak. Tanpa bicara lagi Mia langsung beranjak dan pergi keluar dari ruangannya dan langsung pergi ke ruangan kepala sekolah untuk mendengar langsung alasan mengapa kepala sekolah mau menerima Lilian. Langkah kaki Mia kian lebar begitu dia melihat pintu ruangan kepala sekolah sudah berada di pandangan matanya. Beberapa kali Mia mengetuk pintu sampai sang kepala sekolah mempersilahkannya masuk. Sang kepala sekolah yang tengah berdiri di depan jendela melihat Mia dengan tatapan dingin, dia sudah bisa menebak jika Mia pasti akan datang kepadanya. “Duduklah,” pinta Charles terdengar lembut mencoba menenangkan Mia agar mereka bisa berbicara dengan kepala dingin. Mia segera duduk berhadapan. “Apa maksud Anda? Anda menerima murid bermasalah di sekolah kita?” Tanya Mia tidak bisa menahan protesannya lebih lama lagi. Charles menumpukan kedua siku tangannya di atas meja, pria paruh baya itu tidak langsung menjawab dan hanya memperhatikan Mia yang kini terlihat marah. Charles tidak tahu harus menjelaskannya dari mana karena masalah kedatangan murid baru ini tidaklah sesederhana apa yang dilihat, jika saja ini masalah biasa, Charles juga pasti akan langsung menolak keberadaan Lilian tanpa berpikir dua kali. “Anda akan tetap diam saja Pak Charles?” tanya Mia mendesak. Charles membuang napasnya dengan berat, pria paruh baya itu menyandarkan bahunya ke kursi dan masih diam dalam beberapa detik, sampai akhirnya Charles bersuara, “Tolong tenang, Mia.” “Saya tidak bisa tenang, Anda orang yang paling saya hormati di sekolah ini. Bagaimana bisa Anda mengambil keputusan yang ceroboh seperti ini?” “Lilian, saya harus menerimanya,” jawab Charles dengan berat. “Pak Charles. Lilian, murid ini memiliki banyak catatan merah, dia masuk rehabilitasi remaja, menjadi pelaku bully dan dia dilaporkan meracuni adiknya dari keluarga angkatnya sendiri. Dia tidak ditahan secara sah karena masih dibawah umur. Anak ini seharusnya di tempatkan di sekolah khusus, bukan di sini.” “Mia, ini sudah final.” “Tidak bisa, saya harus membicarakan ini kepada bu Ariana yang menjadi walinya.” “Dengar Mia, bu Ariana tidak tahu jika Lilian memiliki catatan merah ini.” Mia terbelalak kaget sampai tidak bisa memahami, bagaiamana bisa Ariana yang menjadi walinya tidak tahu apapun tentang Lilian? Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa semuanya sangat ganjil? “Apa yang sebenarnya telah terjadi Pak Charles? Beritahu saya agar saya bisa memahaminya!” desak Mia. Charles menggeleng enggan untuk memberitahu lebih jauh. Mia terlihat geram dan akhirnya berkata, “Pak, Anda menunjuk saya menjadi wali kelas Lilian, jika Anda tidak mau memberitahu apa yang terjadi, saya akan melaporkan hal ini pada dinas pendidikan!” tekan Mia mengancam. Sekali lagi Charles membung napasnya dengan berat, dia tidak memiliki pilihan lain selain memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Charles membungkuk mengambil tabletnya di bawah meja dan menunjukannya kepada Mia agar wanita itu bisa memahami keadaannya. “Mantan orang tua angkat Lilian, dia adalah seorang pengusaha yang berpengaruh hingga bisa menyuruh beberapa anggota dewan turun tangan. Semalam beberapa anggota menghubungi saya, mereka mengancam akan memutuskan bantuan kepentingan sekolah dan memindahkan seluruh guru di sekolah ini ke tempat lain jika menolak keberadaan Lilian. Saya bisa memahami kekhawatiran Anda, namun saya tidak memiliki pilihan lain, ada banyak guru yang harus saya lindungi dan ada banyak murid yang masa depannya terancam.”Kali ini Mia tidak berkata apapun, dia bisa memahami posisi Charles yang tidak bisa melakukan apapun selain menerima kehadiran Lilian. “Kita pantau Lilian sepenuhnya, jangan sampai masalah ini sampai keluar karena ini akan menciptakan kegaduhan dan menghancrukan kredibilitas sekolah kita. Saya mohon Mia, lagipula Lilian akan sekolah di sini selama satu tahun dan sebentar lagi dia lulus,” ucap Charles lagi membujuk Mia agar berhenti protes. Mia membuang napasnya dengan gusar, dengan berat hati dia mengangguk setuju meski jauh di dalam lubuk hatinya dia menolak seepenuhnya kehadiran Lilian. *** Cayra tersenyum lebar terlihat puas melihat lembaran hasil ulangannya hari ini yang bernilai cukup bagus. Tidak sia-sia Cayra banyak belajar dan mengurangi latihan es skatingnya. “Teraktir aku makan,” tagih Javier dengan senyuman lebarnya melihat hasil ulangan Cayra. Belum sempat Cayra menjawab, dari sudut luar kelas dia melihat kedatangan Mia yang berjalan di ikuti oleh Lilian. Kehadiran Lilian berhasil membuat kegaduhan dan mencuri perhatian banyak orang, terutama siswa laki-laki. Kecantikan Lilian dan senyumannya yang lembut membuat mereka terpesona. Samar Cayra tersenyum, sebagai seorang gadis dia juga mengakui kecantikan Lilian yang menarik. Sesuatu hal yang wajar jika Lilian bisa membuat banyak orang terpesona. Kegaduhan yang terjadi sedikit mereda ketika Mia masuk ke dalam kelas dan tersenyum kepada semua orang untuk memperkenalkan Lilian. “Dia saudaramu?” tanya Javier yang ikut memperhatikan kehadiran Lilian masuk ke dalam kelas. Cayra mengangguk membenarkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN