4

1167 Kata
"Aku akan pergi dahulu. Jika kau membutuhkan sesuatu kau bisa meminta pada pelayan. Jangan melakukan hal bodoh yang bisa membuatmu menyesal, Aimee. Kau tahu aku mampu melakukannya dengan baik." Shane mengenakan dasi sambil menghadap Aimee. "Kau mengerti, kan?"   Aimee tidak menjawab. Wanita pendiam itu semakin sulit untuk bicara.   "Aimee?" Shane bersuara sekali lagi.   "Aku mengerti."   Shane mendekat pada Aimee yang duduk di sofa. Ia mengecup kening Aimee tanpa Aimee bisa menghindar darinya. "Lakukan apa pun yang bisa membuatmu nyaman di sini." Ia mengelus kepala Aimee lembut. Nyaman? Aimee yakin Shane tidak tahu arti kata itu. Bagaimana mungkin ia bisa merasa nyaman tinggal di kediaman seorang psikopat mengerikan.   Shane meninggalkan Aimee. Ia berpesan pada pelayan untuk menjaga dan memperhatikan Aimee dengan baik.   Seperginya Shane, Aimee tidak melakukan aktivitas apa pun. Ia hanya berdiam diri di kamar sembari memeluk dirinya sendiri. Meratapi kemalangan hidupnya yang tak tahu kapan akan berakhir.   Sementara Shane, ia pergi ke perusahaan milik keluarga istrinya. Sudah sejak tiga tahun lalu Shane menjadi CEO perusahaan multiraksasa itu. Ia bekerja keras untuk mendapatkan posisinya dan juga kepercayaan dari mertuanya, ayah sang istri.   "Pak, Ibu berada di dalam ruangan Anda." Alara, sekretaris Shane memberitahu Shane tentang keberadaan istrinya.   "Buatkan dua kopi espresso!"   "Baik, Pak."   Shane meraih kenop pintu. Ia membukanya dan masuk ke dalam sana. Wajahnya tersenyum ketika melihat sosok cantik yang duduk di sofa.   "Shane." Senyum Valerie merekah ketika melihat suaminya masuk ke dalam ruangan. Ia bangkit dari sofa lalu masuk ke dalam pelukan Shane.   "Apa yang membawamu ke sini, hm?"   "Aku merindukanmu." Mata indah Vale menatap mata hijau Shane sendu.   Shane merengkuh pinggang Vale. Ia melumat bibir Vale lembut. "Aku akan mengobati kerinduanmu, Sayang."   Vale tertawa geli. Ia benar-benar mencintai pria yang tengah merengkuhnya itu.   "Kenapa tidak pulang semalam?"   "Aku memiliki banyak pekerjaan yang harus diurus, Sayang."   Vale cemberut. "Haruskah aku minta Daddy untuk tidak memberimu tugas yang banyak?"   Shane merapikan rambut yang menutupi kening Vale. "Aku bersedia bekerja keras demi Daddy, Vale. Dia menghadiahkan putrinya yang sangat cantik untukku atas semua kerja kerasku."   "Tapi, jika kau terus bekerja seperti ini, aku yang akan kesepian."   Shane membawa Vale ke sofa, ia duduk lalu menarik Vale ke pangkuannya. "Aku akan berusaha semampuku untuk menebus semua kesepianmu, Sayang."   Vale menjatuhkan kepalanya di d**a Shane. "Apakah aku terlalu banyak menuntut padamu?"   Shane menggelengkan kepalanya. "Tidak, Sayang. Aku sama sekali tidak merasa kau banyak menuntut."   Vale mengangkat wajahnya. Ia menelusuri rangah kokoh Shane. "Aku benar-benar beruntung memilikimu. Maafkan aku karena sudah berlaku tidak baik padamu pada awal pernikahan kita."   Shane menangkap tangan Valerie. Kemudian menatap Valerie hangat. "Jangan meminta maaf, Vale. Akulah yang beruntung memiliki istri sesempurna dirimu. Aku harus berterima kasih pada Daddy karena menjodohkan kita berdua."   "Ya. Aku juga akan melakukan hal yang sama. Daddy telah memilihkan lelaki terbaik untukku." Vale mengalungkan kedua tangannya di leher Shane.   Lima tahun lalu Shane dijodohkan dengan Valerie, putri seorang pebisnis paling berpengaruh di benua Amerika. Awalnya Valerie tidak menyukai Shane. Karena ia telah memiliki pria idaman sendiri. Valerie memiliki kekasih yang merupakan seorang model terkenal. Ketampanan kekasihnya memang di bawah Shane, tetapi ia sangat mencintai kekasihnya.   Valerie memperlakukan Shane dengan tidak baik. Ia terang-terangan berhubungan dengan kekasihnya di depan Shane. Namun, Shane tidak pernah marah pada Valerie. Shane terus menghujaninya dengan kasih sayang yang lama kelamaan membuat Valerie berpindah hati. Ditambah kekasih Valerie berselingkuh, akhirnya Valerie memutuskan hubungannya dengan sang kekasih. Dan memilih untuk membalas cinta Shane.   Sekarang Valerie merasa bahwa ia telah melakukan hal yang tepat. Shane adalah pria terbaik untuknya. Ia yang sempat marah pada ayahnya karena sembarangan memilihkan laki-laki, kini berbalik berterima kasih.   Valerie begitu mencintai Shane. Dan begitu juga dengan Shane yang selalu tampak mencintai Valerie.   Sayangnya, meski mereka sudah menikah selama lima tahun, mereka masih belum memiliki keturunan. Shane tidak pernah menuntut Valerie untuk segera memberikannya anak. Namun, Valerie sangat ingin memberikan Shane anak. Dengan begitu kebahagiaan mereka akan lengkap. Valerie tahu bahwa Shane adalah pria yang sangat pengertian, Shane tidak pernah membicarakan masalah anak karena tidak mau membuatnya tertekan.   Alara masuk ke dalam ruangan Shane setelah mengetuk pintu. Ia membawa dua cangkir kopi yang Shane perintahkan padanya.   Valerie bukannya tidak mempercayai Shane dengan menjadikan Alara sebagai sekretaris. Ia sangat yakin Shane tidak akan berselingkuh di belakangnya. Alasan Valerie menjadikan Alara sebagai sekretaris Shane adalah untuk menjauhkan Shane dari sekretaris-sekretaris nakal yang akan mencoba merayu Shane.   Shane adalah pria yang sempurna. Tanpa kekayaan pun Shane bisa menaklukan hati wanita mana pun. Dan Valerie tahu benar itu karena dirinya adalah contohnya. Ia mencintai Shane yang hanya seorang pegawai kantoran biasa.   "Terima kasih, Alara." Vale tersenyum pada Alara yang sudah meletakan dua cangkir kopi di meja.   "Sama-sama, Bu Vale," balas Alara. Ia segera keluar dari ruangan atasannya.   "Aku akan melakukan perjalanan bisnis selama satu minggu ke Jerman. Dan Alara tidak bisa menemaniku. Aku akan menggantikan Alara dengan Keenan, apakah kau keberatan?" tanya Shane sembari menyerahkan secangkir kopi pada Vale.   Vale menggelengkan kepalanya. "Aku tidak memiliki alasan untuk keberatan, Shane. Lagi pula kau pasti akan kesepian di Jerman, pilihanmu membawa sahabatmu adalah hal yang tepat."   "Bagaimana jika kau juga ikut denganku, Vale?"   "Tidak bisa, Shane," tolak Valerie menyesal. "Aku memiliki jadwal untuk bertemu dengan dr. Neil."   "Kau masih saja bertemu dengan dokter itu? Aku tidak ingin kau terbebani dengan masalah anak, Vale. Berhentilah melakukan sesuatu yang akan membuatmu sedih," pinta Shane.   "Aku ingin memberikanmu anak, Shane. Meski harus berobat ke seratus dokter, aku akan melakukannya," seru Vale sungguh-sungguh.   Shane diam. Ia menatap dalam mata Vale dengan tatapan penuh kasih sayang. "Baiklah. Namun, jangan sampai masalah anak membebanimu."   Vale tersenyum hangat. "Tidak akan, Shane. Aku berjanji."   Shane menggenggam jemari Vale. "Aku pegang janjimu."   ♥♥♥♥♥   Pagi ini Shane kembali ke kediaman pribadi miliknya. Ia telah memerintahkan pelayan untuk menyiapkan perlengkapan bepergian untuk Aimee.   "Apakah Nona Aimee sudah siap?" tanya Shane pada Mona, pelayan yang dikhususkan untuk melayani Aimee.   "Sudah, Tuan," jawab Mona.   Shane naik ke tangga. Ia melangkah pergi ke kamarnya. Tangannya meraih kenop pintu dan membuka pintu itu.   Matanya menangkap sosok Aimee yang sudah mengenakan dress berwarna tosca. Warna yang sangat cocok untuk kulit Aimee.   Jika Shane senang melihat Aimee maka berbanding dengan Aimee, wanita itu mulai disergap rasa takut. Mencoba untuk tidak takut pada Shane adalah hal mustahil. Bayangan pembunuhan yang Shane lakukan selalu membuat tubuh Aimee bergetar.   Aimee ingin menjauh dari Shane yang melangkah mendekat padanya, tetapi ia takut jika ia melakukannya maka Shane akan marah. Ia tidak siap menerima resiko kemarahan Shane. Jadilah ia tetap berdiri di dekat sofa.   "Jangan menatapku seolah kau melihat hantu, Aimee. Santai saja, aku tidak akan membunuhmu." Shane bicara begitu tenang, tetapi mampu membuat kaki Aimee lemas. "Jika kau sudah siap ayo ikut aku." Shane meraih jemari Aimee.   Untuk beberapa saat Aimee masih di tempatnya, hingga akhirnya ia berjalan setelah melihat tatapan berbahaya milik Shane.   Di luar bangunan utama, Keenan sudah menunggu di dekat mobil. Barang-barang milik Shane dan Aimee telah dimasukan ke dalam bagasi mobil itu.   Shane masuk ke mobil bersama Aimee, disusul Keenan yang menjadi sopir.   "Kau tidak ingin tahu aku akan membawamu ke mana, Aimee?" tanya Shane pelan.   "Tidak ada gunanya aku tahu kau mau membawaku ke mana."   Shane tertawa kecil. "Kau benar. Tidak ada gunanya. Pada akhirnya kau akan tetap ikut bersamaku meski kau tidak mau sama sekali."   Aimee tahu itu. Karena itulah ia tidak akan membuang energinya untuk bertanya. Ia akan menjadi penurut untuk Shane, setidaknya ia tidak akan disiksa oleh Shane lebih jauh jika ia menuruti Shane.          
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN