Satu minggu berlalu. Aimee telah mendapatkan pekerjaan baru. Ia menjadi pelayan di sebuah bar di pinggiran kota. Dengan uang hasil penjualan flat miliknya, ia membeli sebuah flat di pinggiran kota. Tempat yang cukup jauh dari kediamannya dulu.
Dengan ijazahnya yang hanya tamatan sekolah menengah atas, hanya pekerjaan itu yang bisa Aimee dapatkan. Ia mengantarkan minuman ke para pelanggan.
"Nona, wajahmu begitu cantik. Pekerjaan pelayan tidak cocok untukmu." Pria yang duduk di meja yang sedang Aimee layani menatap Aimee dengan tatapan melecehkan.
Tangan pria itu mulai bergerak, menyentuh pinggul Aimee.
Aimee tidak bisa membuat pelanggannya marah. Ia hanya bekerja secepat mungkin lalu pergi dari pelanggan yang melecehkannya. Aimee tahu pekerjaannya memang memiliki resiko seperti tadi, dan ia harus menerimanya karena ia tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi.
Aimee kembali ke ruang khusus karyawan. Ia duduk sejenak, mengistirahatkan kakinya yang pegal. Bar tempatnya bekerja cukup ramai pengunjung malam ini.
"Aimee, bersihkan kamar no. 04!" perintah atasan Aimee.
"Baik, Pak." Aimee segera menjalankan perintah dari atasannya. Menyiapkan kamar bukan tugasnya, tetapi saat ini semua orang sedang sibuk jadi ia harus merangkap merapikan kamar.
Bar tempat Aimee bekerja juga menyewakan kamar bagi mereka yang ingin bersenang-senang.
"Ini untukmu, Daniel." Pria yang Aimee layani tadi memberikan sebuah amplop coklat pada atasan Aimee.
Daniel tersenyum sembari menghitung uang dari pria di depannya. "Selamat bersenang-senang, Jeff."
"Tentu saja, Daniel." Jeff menyeringai. Ia segera pergi menuju ke kamar 04.
Pintu kamar terbuka. Aimee baru saja selesai merapikan kamar.
Jeff mengunci pintu. Wajah mesumnya membuat Aimee menyadari sesuatu. Perasaaan tidak enak merayap di diri Aimee. Ketika Jeff mendekat pada Aimee, Aimee melangkah mundur.
"Aku telah membayar pada atasanmu, Nona. Layani aku dengan baik," seru Jeff.
"Aku bukan wanita penghibur!" marah Aimee.
Jeff terkekeh geli. "Semua pelayan di bar ini bisa dipakai, Nona. Jangan sok suci."
Aimee terpojok. Ia sudah mencapai dinding.
"Menjauh dariku. Aku bukan wanita seperti itu!"
Jeff tentu saja tidak akan menjauh dari Aimee. Tubuh sexy Aimee sudah menghantui otaknya. Ia sudah tidak sabar untuk merasai Aimee. Jeff menangkap tubuh Aimee, memeluk perut Aimee kuat.
Aimee memberontak sekuat tenaganya, tetapi ia tetap tidak bisa meloloskan dirinya dari Jeff. Tubuhnya kini dihempas ke ranjang oleh Jeff. Tidak menyerah, ia mencoba turun dari ranjang. Merangkak mencapai sisi ranjang. Namun, kakinya ditangkap oleh Jeff. Kakinya ditarik, ia berpegangan pada tepi ranjang dengan kuat.
Jeff tersenyum iblis. Ia b*******h melihat paha Aimee yang seputih porselen. Otak mesumnya bekerja cepat. Ia ingin segera menelanjangi Aimee dan membuat Aimee berteriak nikmat. Suara Aimee pasti akan terdengar begitu sexy.
"Lepaskan aku!" Aimee memberontakan kakinya. Ia menerjang Jeff hingga Jeff terjungkal ke belakang.
Ia bergegas turun, mencapai pintu kamar dan membuka kenop pintu. Sayangnya pintu terkunci. Dari arah belakang Jeff sudah mulai marah. Wajahnya terlihat mengeras. Ia mencengkram rambut Aimee lalu menarik Aimee kembali ke ranjang. Menghempas Aimee kasar hingga Aimee terjerembab di ranjang.
"Jalang sialan! Kau membuatku muak!" maki Jeff.
"Lepaskan aku! Lepaskan aku!" Aimee bersuara histeris.
Jeff tidak mendengarkan. Ia merobek rok ketat Aimee. Hingga menyisakan celana dalam Aimee. Air liur Jeff nyaris terjatuh jika ia tidak segera menutup bibirnya. Ia membuka kasar kemeja yang Aimee pakai.
Matanya makin bersinar melihat p******a Aimee yang tertutupi oleh bra berwarna hitam.
"Dengan tubuh indahmu ini, kau tidak perlu bekerja keras, Jalang. Kau cukup mengangkang maka kau akan hidup dengan banyak uang." Jeff membuka kancing celana jeans yang ia kenakan. Kejantanannya sudah mengeras di balik celana dalamnya.
Aimee bergerak mundur, ia tidak mau melayani p****************g di depannya.
Lagi-lagi Jeff menarik kaki Aimee. Seringaian terlihat jelas di wajah Jeff yang lumayan tampan.
"Puaskan aku. Dan aku akan menjadikanmu wanita paling beruntung di dunia. Ayahku adalah walikota kota ini. Kau bisa hidup tanpa bekerja keras jika menjadi pelacurku." Jeff menawarkan kemewahan pada Aimee yang tidak tertarik sama sekali pada kemewahan.
"Lepaskan aku, b******n! Aku tidak tertarik pada hartamu!" Aimee sudah terlalu muak. Selama ini ia tidak pernah memaki orang secara langsung.
Jeff terkekeh. "Kau semakin membuatku ingin menghujammu dalam, Nona."
Jeff berhenti bermain. Ia merangkak naik ke atas ranjang. Ia menghindar dari lemparan bantal yang Aimee arahkan padanya. Jeff menangkap tangan Aimee yang hendak meraih vas bunga di nakas. Ia mendekatkan wajahnya ke leher Aimee. Mengirup aroma Aimee yang memabukan.
Aimee memberontak kuat. Kaki dan tangannya terus bergerak. Air matanya menetes seiring pemberontakannya yang ia rasa percuma.
Kenapa hidupnya sangat menyedihkan seperti ini? Kenapa takdirnya begitu buruk?
Tangan Jeff meremas d**a Aimee. Gairahnya semakin meletup-letup. Benar-benar disayangkan jika wanita secantik Aimee harus hidup sebagai seorang pelayan. Dan ya, Jeff tidak akan membiarkan itu terjadi. Ia akan menyelamatkan Aimee dari kesia-siaan.
Hidup Aimee perlahan hancur. Aimee jijik pada dirinya sendiri yang terlalu lemah.
Tubuh Aimee sudah setengah telanjang. d**a sintalnya sudah tidak tertutupi apapun lagi. Jejak cumbuan Jeff terlihat jelas di dadanya. Bekas kemerahan yang berada di kulit putihnya.
Jeff beralih, tangannya hendak membuka celana dalam Aimee.
Brakk! Kegiatan Jeff terhenti ketika pintu terbuka paksa.
"Sialan! Siapa yang menggangguku!" Jeff mengumpat kesal. Ia turun dari ranjang, dan melihat pria yang wajahnya pernah ia lihat satu atau dua kali.
"Apa yang kau lakukan di sini, Tuan Keenan?!" sinis Jeff.
Pria yang dipanggil Tuan Keenan oleh Jeff tidak menjawab. Pria itu berjalan lurus ke arah Jeff dan menghantam Jeff dengan kakinya.
Jeff terhuyung ke belakang. Tubuhnya terhempas ke dinding.
Kemudian laki-laki lain masuk. Menyelimuti Aimee dan membawa Aimee pergi dari kamar itu.
"Apakah kau pergi dariku hanya untuk mencari sentuhan pria lain, Aimee?"
Aimee tak punya kekuatan lagi untuk sekedar memberontak turun dari Shane. Ia sudah terlalu hancur. Kekacauan yang dibuat oleh Jeff untuknya telah membuat otaknya kehilangan fungsi. Ia hanya diam dengan air mata yang terus mengalir.
Shane membawa Aimee ke mobil melalui pintu belakang bar. Ia melajukan mobilnya, dan berhenti di sebuah rumah mewah yang berada jauh dari pemukiman warga.
Shane tidak mengatakan apa pun lagi. Ia hanya menggendong Aimee masuk ke rumah. Wajah Shane terlihat sangat dingin. Tatapan matanya begitu mengerikan seolah ia ingin membekukan siapa saja yang ada di sekitarnya saat ini.
Para pelayan yang ada di kediaman itu menundukan kepala mereka ketika Shane melewati mereka. Tak ada satu pun yang berani mengangkat kepala mereka hingga Shane naik ke tangga penghubung lantai 1 dan lantai 2.
Shane membuka pintu sebuah kamar. Ia membawa Aimee menuju ke kamar mandi.
"Katakan padaku, Aimee. Apakah kau menghilang dariku hanya untuk mendapatkan sentuhan laki-laki lain?" Shane menatap Aimee tajam.
Aimee memeluk dirinya sendiri. Ia terlihat sangat kacau.
"Aku akan menyadarkanmu, bahwa hanya aku yang boleh menyentuhmu, Aimee." Shane menyalakan shower. Membiarkan air mengguyur tubuh Aimee.
Shane melepaskan semua pakaian yang membalut tubuh atletisnya. Ia mengangkat tubuh Aimee yang basah keluar dari kamar mandi dan membaringkannya di ranjang.
"Kau milikku, Aimee. Hanya aku yang bisa menyentuhmu!" tekan Shane.
Aimee lolos dari Jeff, tetapi ia terjebak kembali bersama Shane. Ia tidak bisa melawan lagi. Tenaganya sudah pergi entah ke mana. Hanya air mata yang menjelaskan betapa hancur ia saat ini. Jika saja ia bisa mati sekarang, maka ia akan memilih mati. Namun, ia masih memiliki janji yang harus ia penuh. Ia tidak akan mati sebelum orang yang menghancurkan keluarganya mati lebih dulu.
Jejak-jejak yang dibuat oleh Jeff di tubuh Aimee berganti dengan jejak milik Shane. Di bahu, d**a, dan perut Aimee terdapat bekas kemerahan yang dibuat oleh Shane.
Shane mengarahkan kejantanannya ke milik Aimee yang basah karena sentuhannya. Kejantanan itu masuk menggantikan jari Shane. Menghancurkan selaput darah keperawanan Aimee.
Sakit yang Aimee rasakan di kewanitaannya, tidak lebih sakit dari jiwanya yang terkoyak habis. Shane, pria itu telah merenggut kehidupannya.
"Kau milikku, Aimee. Tidak ada seorang pun yang bisa menyentuhmu tanpa izinku!" Shane mencengkram pinggul Aimee. Mendorong kejantanannya lebih dalam ke milik Aimee. Maju mundur dengan kasar mengikuti nafsunya yang menggelora.
Shane tidak puas hanya dengan satu kali mencapai puncak. Ia sudah hampir gila membayangkan bagaimana rasanya ketika ia memasuki Aimee dengan kasar. Dan kini, ia bisa memenuhi fantasinya. Rasa tubuh Aimee jauh lebih nikmat dari yang sering ia bayangkan.
Shane tidak peduli dengan air mata Aimee yang jatuh, ia hanya terus memuaskan dirinya sendiri melalui tubuh sintal Aimee yang begitu menakjubkan baginya.
Malam itu berlalu lebih lama bagi Aimee dan lebih cepat bagi Shane. Jika saja Aimee tidak kehilangan kesadarannya maka Shane pasti tidak akan berhenti menikmati tubuh Aimee.
Shane menyelimuti Aimee. Memandang wajah pucat Aimee tanpa rasa bersalah sama sekali. "Aku sudah berusaha untuk melepaskanmu, Aimee. Namun, aku tidak bisa. Aku menginginkanmu."
Setelah beberapa saat memandangi Aimee, Shane pergi ke kamar mandi. Ia menyalakan shower, dan berdiri di bawah tetesan air.
Kedua tangan Shane mengepal ketika ia mengingat bagaimana lancangnya Jeff yang telah berani menyentuh Aimee. Ia tidak akan membiarkan Jeff hidup. Ia pasti akan membuat Jeff membayar mahal atas apa yang telah Jeff lakukan pada Aimee.
Usai mandi Shane keluar dari kamarnya. Ia pergi ke bangunan tua yang terletak di belakang bangunan utama kediaman miliknya.
"Di mana b******n-b******n itu, Kee?" tanya Shane pada Keenan yang berjaga di depan pintu.
"Ada di dalam, Shane."
Keenan membukakan pintu untuk Shane. Mereka berdua masuk ke dalam bangunan tua yang berudara pengap.
"T-tuan Shane, ampuni aku." Atasan kerja Aimee meminta ampun. Pria itu terlihat mengerikan dengan luka di sekujur tubuhnya.
"Mengampunimu?" Shane semakin mendekat pada Daniel. "Kau telah melakukan kesalahan fatal, Daniel!" Entah sejak kapan belati berada di tangan Shane, pria itu menusukan belatinya ke paha Daniel.
"Akhhh!" Daniel berteriak kesakitan. Darah mengucur dari pahanya.
Shane mencabut belati dari paha Daniel. "Kau bisa menjual wanita manapun, tetapi tidak dengan Aimee karena dia wanitaku." Shane menusukan kembali belati ke paha Daniel yang lain.
Lagi-lagi Daniel menjerit kesakitan. "Ampuni aku, Tuan Shane. Aku tidak tahu jika Aimee adalah wanitamu."
Shane mencabut belatinya lagi. Kemudian menekan kedua paha Daniel dengan kedua tangannya. Jeritan Daniel makin memekakan telinga. "Ini adalah harga atas ketidaktahuanmu itu." Mata Shane menatap Daniel tajam.
Ia kembali bermain dengan belatinya. Menusukan belati itu ke kedua lengan Daniel lalu menusuk perut Daniel berkali-kali hingga Daniel tewas mengenaskan.
"Dia membuatku sangat marah, Kee." Shane meraih saputangan yang Keenan ulurkan padanya. Mengelap wajahnya yang terkena cipratan darah Daniel.
"Bagaimana dengan putra Walikota Danson?" Keenan melangkah di sebelah Shane.
Shane menyerahkan kembali saputangan milik Keenan ke Keenan. "Biarkan dia hidup hingga besok pagi. Aku akan menunggu Aimee bangun untuk memberi Jeff hukuman."
"Baik." Keenan menutup pintu bangunan tua yang merupakan ruang tempat penyiksaan siapa pun yang bermasalah dengan Shane.
Shane kembali ke kamarnya. Ia mengganti pakaiannya lalu berbaring di sebelah Aimee.