10. Adik Lagi?

1447 Kata
Arjuna bangun pagi hari ini. Dia berencana akan mengajak Aulia untuk jalan-jalan. Seperti yang dikatakan Ayahnya, Arjuna perlu melakukan hal-hal yang biasa ia lakukan bersama Fika dengan Aulia. Semalam juga Dean mengizinkan Arjuna untuk membawa mobilnya kembali. Walaupun masa hukuman Arjuna belum selesai, tapi ia mengijinkan karena itu untuk pergi bersama Aulia. Arjuna sudah siap. Minggu pagi ini ia sarapan sendirian karena biasanya hari minggu seperti ini keluarganya akan pergi olahraga kecil di taman komplek atau pergi car free day. Untuk sekarang, Arjuna tidak ikut. "Tumben nggak pergi sama yang lain?" tanya Mbak Mimi yang menyiapkan makanan untuk Arjuna. "Nggak, Mbak. Aa hari ini mau jalan sama gebetan." katanya lalu tersenyum bangga. "Siapa? Teh Fika?" Arjuna menggeleng. "Bukan. Maunya sih tapi dia pasti jalan sama pacar barunya." Mbak Mimi tersenyum. Ia duduk didepan Arjuna. "Jangan sedih kalo Teh Fika punya pacar. Bukannya kamu juga punya gebetan?" "Mbak tau kalo Aa ke Kak Fika gimana." "Ya sudah. Jangan terlalu dipikirkan. Kalo kalian jodoh, pasti gak bakalan kemana. Percaya sama Mbak." Mbak Mimi tersenyum. "Masa Aa handsome galau sih." katanya lalu terkekeh. Arjuna tertawa. "Iya-iya. Doain ya, Mbak, Arjuna berhasil kali ini." Mbak Mimi tersenyum. "Mbak selalu mendoakan yang terbaik buat kamu." "Makasih, Mbak." Mbak Mimi mengangguk. Dia lalu pergi ke belakang setelah memberikan Arjuna sarapan. Hanya sepuluh menit dia menghabiskan sarapannya. Arjuna pamit kepada yang ada dirumah untuk pergi menjemput Aulia. Untung saja Aulia mau diajak jalan-jalan hari ini. Butuh waktu setengah jam untuk Arjuna sampai di rumah Aulia. Tidak terlalu macet jadi ia sampai lebih cepat. Terlihat Aulia sudah menunggunya didepan rumah sendirian. Arjuna menyalakan klakson satu kali lalu Aulia menoleh dan menyadari jika itu adalah Arjuna. Aulia terlihat cantik dengan outfit casual di hari minggu ini. Hanya celana jeans dan kaus berwarna merah. Rambutnya juga di kepang satu dan Aulia terlihat lebih cantik dan segar. "Udah nunggu lama ya?" tanya Arjuna ketika Aulia masuk ke mobilnya. Gadis itu menggeleng. "Nggak kok. Kenapa kok tiba-tiba ngajak jalan?" Arjuna melajukan mobilnya meninggalkan komplek perumahan Aulia. "Bosen aja di rumah." "Bukannya lo lagi di hukum ya katanya? Mobil lo juga bukannya disita?" ujar Aulia dengan hati-hati. Arjuna tertawa. "Sesuatu yang bikin Ayah berbaik hati ngasih pinjem mobilnya." Aulia tertawa. "Iya deh." katanya. "Ini mau kemana? "Hmm, lo udah sarapan?" Aulia menggeleng. "Gue nggak biasa sarapan pagi. Paling cuma makan apel aja. Atau bubur seminggu sekali." Arjuna tertawa pelan. "Kok gitu?" "Udah kebiasaan." katanya. Arjuna hanya tersenyum. Dia membelokkan mobilnya memasuki sebuah restoran italy karena dirinya masih lapar meski sudah sarapan tadi. "Gue laper. Kalo lo gak mau makan, temenin aja gue." ujar Arjuna. Dia lalu keluar tanpa mendengar jawaban Aulia. Gadis itu mengikuti Arjuna memasuki restoran italy yang masih sedikit sepi itu. Duduk di bangku dekat jendela sedangkan Arjuna memesan makanan. Begitu selesai, Arjuna menghampirinya. "Lo yakin gak mau makan juga?" Aulia menggeleng. Dia hanya memesan milkshake saja. "Lo ngerasa risih gak sih?" tanya Arjuna tiba-tiba. "Maksudnya?" "Ya maksudnya, lo ngerasa risih gak pas gue deketin lo tiba-tiba padahal sebelumnya kita gak kenal sama sekali." Aulia tersenyum. "Nggak risih sih, cuma awalnya kaget aja gitu tapi gue gak mau ambil pusing. Temenan kan sama siapa aja." Arjuna ikut tersenyum. Awalnya ia kira Aulia akan memandangnya aneh karena tiba-tiba saja mendekati gadis itu. Namun ternyata pikirannya salah. Aulia adalah gadis yang baik yang tidak memilih-milih teman. Tak lama kemudian, pesanannya datang sedangkan Aulia datang lebih dulu. Persamaan dengan itu, ponsel di sakunya berbunyi. "Bentar ya," katanya pada Aulia, "halo?" "Aa dimana? Kesini cepetan, A!" "Ada apa? Aa lagi jalan sama temen Aa." katanya kepada Dasha yang meneleponnya. "A, Bunda pingsan pas kita lagi olahraga ditaman, Ayah sekarang lagi panik dan kita gak tau harus berbuat apa. Teteh udah pulang duluan." Arjuna membulatkan matanya. "Bunda? Sekarang dimana? Biar Aa kesana." "Di rumah sakit. Bunda lagi di periksa sama Tante Ajeng. Buruan A, Ayah mau marah-marah sama tukang bubur." Walau Arjuna panik, ia juga sedikit heran kenapa Ayahnya mau marah-marah pada tukang bubur. Dia memantikan ponselnya lalu berdiri. "Ada apa?" tanya Aulia. "Bunda pingan, gue harus kesana. Ayo." Aulia mengangguk. Dia mengikuti Arjuna. ?? "Shasa, Sisi!" panggil Arjuna pada adik kembarnya. "Aa," Dasha yang kerap disapa Shasa memanggil balik Arjuna. "Bunda gimana? Terus Ayah mana?" "Tante Ajeng masih meriksa Bunda. Apa Bunda sakit ya, A? Tadi ada dokter lagi yang masuk sana." ujar Shasa. "Siapa?" Shasa menggeleng. "Nggak tau. Perempuan dan udah tua." "Tuh Ayah." ucap Sisi alias Chelsea yang melihat Dean berjalan dibelakang Arjuna dan Aulia. "Ayah, Bunda kenapa?" tanya Arjuna. Dean menggeleng. "Tadi kami makan bubur yang di taman komplek itu, terus Bunda kamu ngeluh mual dan akhirnya pingsan." "Dan Ayah mau marahin tukang buburnya? Padahal Ayah sama si kembar aja gak kenapa-napa." ujar Arjuna. "Ayah panik tau. Bunda kamu gak bisanya kaya gini." ucap Dean. Dia melirik Aulia yang ada disamping Dean sambil memegang milkshake, merasa asing dengan gadis itu. Arjuna menyadari itu. "Ini Aulia, Yah." Dean tersenyum. "Jadi ini yang namanya Aulia?" Aulia tersenyum. Dia menyalimi tangan Dean. "Aulia, emm--Pak, eh---Om?" Aulia sedikit kikuk, entah ia harus menyebut Dean dengan sebutan Bapak atau Om. "Ayah aja." celetuk Arjuna sedikit berbisik dan Aulia langsung menyenggol tangannya refleks. Dean tertawa, namun hanya sebentar karena pintu ruangan UGD terbuka dan Ajeng keluar dengan mata melirik tajam Dean. Ajeng memang bekerja di rumah sakit Dean sejak lama. Ya, sejak Taufik mengijinkannya kembali bekerja. "Athena gimana, Jeng? Dia gak papa?" tanya Dean. "Ikut aku ke ruangan sebentar." ucap Ajeng. Dia langsung berjalan mendahului Dean. "Kalian tunggu disini sebentar." kata Dean lalu dia mengikuti Ajeng ke ruangan perempuan itu yang jaraknya tidak begitu jauh. "Athena sakit apa?" tanya Dean begitu mereka masuk ke ruangan. "Kamu bener-bener gak nyadar, De? Padahal kamu udah berpengalaman." ujarnya ambigu. "Apaan sih. Bisa ke intinya aja gak? Athena kenapa? Sakitnya gak parah kan?" "Athena hamil lagi." ucap Ajeng. Dean membulatkan matanya. "Ha-hamil?" "Iya. Kamu tuh ya, aduh! Demen banget sih. Anak udah empat juga masih mau nambah lagi. Inget umur dong." Dean menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan keturunan lagi. Dulu saat di kembar lahir, ia dan Athena sepakat tidak akan memiliki anak lagi karena saat itu anak-anaknya masih kecil-kecil. Dean juga menyuruh Athena untuk meminum obat kontrasepsi agar mencegah kehamilan. "Gimana reaksi anak-anak kalian kalau mereka tau? Aku tau gimana Dasha gak mau punya adik." ujar Ajeng. Ajeng benar. Dasha memang sudah mewanti-wanti dari umur sepuluh tahun kalo Dasha tidak ingin punya adik. Dasha ingin terus menjadi anak bungsu yang disayang Ayah, Bunda dan Kakak-Kakaknya. Ya walaupun Dasha dan Chelsea kembar, tapi Chelsea tetap Kakak Dasha walau mereka lahir hanya beda dua menit saja. "Berapa bulan usianya?" tanya Dean. "Tiga minggu. Emang Athena gak nunjukin tanda-tanda gitu?" Dean menggeleng. Dengan lemas, dia berbalik. "Makasih ya, Jeng." katanya lalu dia meninggalkan ruangan Ajeng dan kembali ke UGD. Anak-anaknya tidak ada di luar, ternyata sudah masuk kedalam dan Athena sudah sadar dari pingsannya. "Ayah, apa kata Tante Ajeng?" tanya Dasha. Pria itu hanya menyunggingkan senyum tipis. Tanpa menjawab, dia mendekati Athena. "Kamu gak papa?" Athena mengangguk. "Nggak papa kok, Mas. Maaf udah bikin khawatir." Dean menggeleng. "Ayah, kok pertanyaan aku gak dijawab sih." Dasha merengut kesal. Dean menghela nafasnya pelan. Sedikit tidak tega menyampaikan kabar bahagia ini. Walau ini memang kabar bahagia tapi mungkin tidak bagi Dasha. "Bunda sakit apa?" tanya Chelsea. "Bunda gak papa, cuma kecapean aja." ucap Dean. "Bunda kalian hamil." "Apa?!" pekik Dasha refleks. Athena langsung bagun dari posisi tidurnya. "Mas?" Dean menoleh dan mengangguk. "Usianya tiga minggu." "Ayah bercanda kan?" tanya Dasha, ekspresinya antara terkejut, sedih dan kecewa. "Ayah serius, Sayang." Dean tersenyum. "Kalian mau punya adik." "Ayah sama Bunda jahat sama Shasa!" mata gadis itu berkaca-kaca. Jelas Shasha tidak senang atas kabar ini. "Sha," Chelsea mencoba memerikan peringatan kepada saudara kembarnya. "Apa? Kamu bilang juga kamu gak mau punya adik lagi!" ujar Dasha sambil menangis. Dia berlari keluar meninggalkan ruangan UGD. Dean hendak mengejarnya, namun Arjuna langsung menahannya. "Biar Aa aja." Dean mengangguk. Arjuna hendak pergi namun ditahan juga oleh Aulia. "Biar gue aja." katanya lalu dia keluar menyusul Dasha. "Kamu gak minum obatnya?" tanya Dean pada Athena. "Satu bulan ini aku memang gak minum. Tiba-tiba aja ngerasa males." ujar perempuan itu. "Kamu gak suka aku hamil lagi?" Dean tersenyum, dia mengelus kepala Athena. "Aku seneng. Cuma aku bingung aja harus gimana sama Dasha." "Kalian juga gak seneng kalo Bunda hamil lagi?" tanya Athena pada anak-anaknya. "Aku sih gak seneng-seneng aja, lagian juga udah terlanjur kan." ujar Chelsea. Diantara keempat anak-anaknya, Chelsea memang yang paling kalem, seperti Dirga. "Aa sih asalkan jangan cewek lagi aja. Udah bosen, udah banyak masa mau cewek lagi." katanya lalu Arjuna nyengir. Dean dan Athena terkekeh. Ini adalah kejutan yang benar-benar mengejutkan keluarganya. ??
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN