Keesokan harinya.
Felix yang sibuk dengan tugasnya untuk menyelidiki apa yang terjadi di markas yang di tempatnya. Sebuah markas misterius. Jika siang harus terlihat seperti perusahaan besar. Punya banyak karyawan yang bekerja di sana. Dari tingginya gedung itu, hanya beberapa ruangan yang khusu digunakan untuk bekerja. Sebagian digunakan untuk penelitian. Tempat menginap para anggota. Dan, beberapa ruangan khusus untuk para kelompok yang sudah diberikan tugas masing-masing. Mereka harus menyelesaikan semuanya sendiri. Misi mereka adalah pembunuhan. Seorang dengan uang banyak yang rela ingin menghabisi nyawa seseorang agar tidak ada saingan atau apapun. Mereka melakukan tugas itu dengan sangat baik. Tanpa meninggalkan bekas mencurigakan sama sekali yang tertinggal.
Felix baru beberapa jam istirahat. Dia segera bangun dari tidurnya. Kedua matanya terasa sangat lengket. Kepala juga terasa sangat pusing. Tangan kiri Felix memegang kepalanya. Jemari tangannya sedikit memijat kepala. Felix berusaha mengumpulkan semua nyawanya yang masih tertinggal.
"Gio, apa yang kamu lakukan di dalam? Kamu sudah mandi? Kita harus segera turun. Menemui boss untuk tugas kita," ucap Mark.
"Sekarang?" tanya Felix. Dia beranjak bangkit dari duduknya. Dia berjalan pelan mendekat ke arah pintu yang berjarak dua langkah dari ranjangnya.
"Sebentar lagi aku akan keluar," ucap Felix.
"Baiklah, aku akan tunggu," jawab Mark.
Felix segera bersiap untuk pergi dari ruangan itu. Dia meraih jubah hitam. Dan, tak lupa, dia membawa semua perlengkapan yang selalu dia bawa kemanapun dia pergi. Alat perekam suara. Dan, sekarang. Felix sengaja memasang kamera kecil di balik saku jubahnya. Dia menyambungkan semua itu pada ponsel Yuan. Hanya Yuan yang pasti aman menyimpan data. Apalagi jarak mereka sangat jauh. Tidak akan ada barang bukti yang ditemukan jika Felix tertangkap nantinya. Dja masih bisa menyimpan semua bukti pada Yuan.
Sementara Mark, dia menunggu Jeki dan Felix di sofa. Sembari duduk menikmati kopi panas yang sekarang sudah menjadi hangat. Entah, apa yang dilakukan.
"Saya sudah siap," ucap Jeki. Membuat Mark terbangun dari lamunannya. Dia mengangkat kepalanya. Meski dirinya sekarang, tidak bisa saling menatap wajah mereka masing-masing. Tapi, Mark orang yang baik dari lainya. Bagi Jeki, Mark orang yang mengajaknya bicara pertama kali. Bahkan dia tidak membedakan orang yang datang. Dia orang yang paling baik bagi anggota baru. Tapi, entah kenapa bagi Felix. Dia tidak pernah berpikir positif. Dia melihat sisi lain dari Mark.
Felix masih belum merawat sepenuhnya Mark. Apalagi saat kemarin malam dia tahu. Siapa pelindung server dari agen itu. Ternyata Mark bukan orang sembarangan. Dia juga tidak mungkin hanya anggota biasa. Namun, itu hanya pikiran Felix, dirinya tidak tahu kebenarannya.
Jeki berjalan menghampiri Mark. Dan, Felix dia yang baru memakai topeng dan jubahnya. Dia hanya berdiri menatap ke arah Jeki dan Mark. Dengan tatapan mata menelisik mengamati setiap gerak-geriknya.
Mark bangkit dari duduknya. "Kita pergi sekarang," ucap Mark.
"Gio, gimana?" tanya Jeki.
"Dia sudah siap di belakangmu." Meskipun Mark tidak melihat ke arah Felix. Dia bahkan tahu jika Felix sudah keluar dari kamarnya. Felix mengerutkan keningnya. Dia merasa aneh dengan Mark. Entah kenapa pikirannya selalu curiga dengan Mark. Meskipun dia sudah baik dengannya. Tapi, sebagai agen. Dia bisa membaca gerak gerik orang baik atau tidak. Dia bahkan bisa menyimpulkan sendiri.
Jeki menoleh ke belakang. Melihat ke arah Felix yang duduk di belakang.
"Kita pergi sekarang," ucap Jeki.
"Iya," jawab Felix.
Felix terpaksa berjalan mendekati Mark dan Jeki. Tanpa banyak bicara, mereka bertiga berjalan keluar dari ruangan mereka sendiri . Berjalan menuju ke sebuah ruangan yang misterius kali ini. Setiap langkah mereka saling diam. Bahkan tidak ada yang memulai pembicaraannya lebih dulu.
Sementara Felix, sesekali dia melirik ke samping. Dia mengamati setiap gerakan Mark. Entah kenapa, dia ingin tahu siapa sebenarnya Mark. Dan, apa tujuannya ikut organisasi Black rose.
Tanpa terasa hampir sepuluh menit berjalan. Mereka sampai di sebuah ruangan yang sangat gelap. Ruangan itu tampak sangat gelap, meski di luar erik matahari sudah mendatangi semuanya. Namun berbeda di ruangan itu. Sama sekali tidak ada celah matahari bisa masuk ke sana. Mereka seolah berada dalam ruangan bawah tanah. Di sana tidak ada penerangan sama sekali. Saat Felix ingin mengeluarkan ponselnya. Dia terdiam sesaat, berpikir ulang. Dan, memutuskan untuk mengurungkan niatnya mengeluarkan ponselnya.
"Kalian bawa senter?" tanya Mark.
"Tidak," jawab Jeki.
"Kalau tidak, kita akan terus terjebak disini. Kita berjalan sudah sampai pertengahan ruangan ini.
Jika kita kembali tidak mungkin menemukan pintu. Apalagi menuju ke tempat yang kita tuju. Mark menoleh ke arah Jeki. Di sana mereka yang memakai jubah hitam saja tidak bisa mengenali satu sama lain. Bahkan tidak akan tahu dimana keberadaan teman lainya. Tapi, Mark dia punya insting yang sangat kuat.
"Kamu bawa ponsel?" tanya Mark pada Jeki.
"Tidak," jawab Jeki gugup.
"Kamu yakin?"
"Tidak, saya tidak pernah membawa ponsel masuk ke organisasi ini. Kamu bisa cari di ruangan saya,"
"Baiklah, aku percaya." ucap Mark.
"Aku yang akan menerangi jalan kalian," ucap Mark.
Dia berjalan lebih dulu. Mengambil ponselnya di dalam saku kemeja yang dipakai olehnya sekarang. Di balik jubah hitam yang menutup sekujur tubuhnya. Mark menyalakan ponselnya, meski penerangan hanya sedikit, Mark berjalan lebih dulu menerangi jalan yang ada di depannya. Sementara Felix, dan Jeki berjalan di belakang Mark.
Mereka sampai di sebuah ruangan yang sudah terlihat segera cahaya yang tak begitu terang di depan. Setidaknya pandangan mata mereka masih terlihat jelas ruangan kecil di sana. Ada beberapa orang yang memang sedang melakukan penelitian. Dan, ada beberapa orang yang melihat beberapa hewan yang ada di sana.
Kedua mata Felix melebar sempurna. Dia melihat beberapa hewan yang dikurung di pagar besi sesuai dengan ukurannya. Felix berjalan perlahan mendekati para hewan. Ada sosok kucing yang tiba-tiba ingin menerimanya seperti seekor singa yang marah. Namun dia beruntung, kucing itu berada dalam sangkarnya.
"Dimana sekarang?" tanya Felix.
"Ini adalah tempat dimana kita bisa memilih senjata kita." ucap Mark.
Felix menoleh seketika. "Senjata? Apa maksudmu? Senjata apa? Disini semuanya hanya hewan. Tidak ada anak panah, pistol ataupun lainya. Disini hanya hewan." ucap Felix heran. Dia sedikit meninggikan nada suaranya.
"Memang ini yang akan jadi senjata kita," ucap Mark berjalan mendekati Felix. Dia menepuk pundak Felix. Temukan satu kali itu membuat Felix terkejut. Dia takut jika dirinya bisa mengenali dirinya.
"Bagaimana cara memakainya?" tanya Felix. Dia mencoba bertanya menghilangkan rasa gugup dalam dirinya.
"Kamu tahu kucing yang hampir menerkam kamu. Dia sangat ganas, dalam giginya terdapat racun yang mematikan. Dan, kita yang bawa senjata itu. Kita harus tahu titik lemah kucing itu. Jangan sampai kita sendiri yang akan menjadi korban.
"Jadi, kita harus mencari hewan yang seperti apa?" tanya Felix.
"Terserah kamu, sesuai dengan minat kamu. Setiap hewan juga punya titik kelemahan sendiri. Dan, titik mematikan sendiri. Kamu harus tahu kelebihan kekurangannya dalam menggunakan itu," jelas Mark.
"Baiklah! Aku akan ambil tikus kecil ini," ucap Jeki.
"Tikus?" tanya Felix.
"Bukanya timur memang mematikan. Apa spesialnya?" Felix masih terasa sangat heran dengan apa yang dilakukannya temannya itu. Teman baru benaknya memilih hewan aneh. Dan, sebenarnya ini apa? Untuk apa? Dan, kenapa mereka diciptakan?"
Felix terdiam sesaat. Dia mulai teringat lagi tentang lebah di pulau terpencil. Dia menoleh ke samping. Dan, ternyata benar. Mark sudah membawa beberapa lebah miliknya.
"Kamu membawa lebah?" tanya Felix.
"Iya, Lebah adalah bagian dari hidupku. Dia sudah lama ikut denganku. Asalkan lebah tau siapa tuannya. Dia akan terus ikut dengannya. Tapi, aku sudah sangat lama bekerja sama dengan Lebah. Dan, mereka sudah menjadi jari diriku. Selama ini belum ada yang bisa mengendalikan lebah ini selain aku. Tapi, jika kamu bisa lakukan. Coba saja, tapi kamu juga harus hati-hati," jelas Mark.
Felix hanya menganggukan kepalanya. Dia tidak mau mengambil resiko. Baginya sekarang tahu siapa tuan lebah itu. Dan, ini adalah bukti kedua.
Felix, Mark dan Jeki. Semuanya segera pergi memilih hewan. Mereka masuk ke dalam ruangan sendiri. Berlatih menjinakkan hewan itu. Dan, mereka juga di pantai oleh petugas yang akan memantau perkembangan hewan itu. Seberapa memberikannya hewan itu. Mereka bertiga juga akan di jamin keselamatan oleh mereka.
Selama ini coba. Jeki dan Mark sudah melewatinya dengan baik. Dan, sekarang hanya Felix yang masih terus berusaha menjinakkan kucing hewan yang dia pilih. Kucing itu sangat galak. Beberapa kali, kucing itu mencoba untuk menyerang Felix. Dan, dengan sangat lihainya. Felix menghindari berbagai serangan kucing itu.
**
Sementara disisi lain. Yuan, Bella, Shinta Dan Dellon. Mereka masih vidio call. Saling bertanya kabar. Dan, mereka juga khawatir dengan keadaan Felix yang tiba-tiba hilang tanpa kabar.
“Yuan, kamu mendengar kabar dari Felix?” suara lembut dari balik telfon itu membungkam bibir Yuan. Yuan hanya bisa diam dengan beberapa pertanyaan rekan tim nya.
Saat Felix sekarang tidak berhasil di hubungi. Sudah hampir satu hari dia bahkan tidak bisa di hubung. Semua team panic tidak dapat kabar dari Felix. Bahkan tidak hanya Bella, Delon, Shinta dan juga bosnya juga bertanya padanya. Seolah dirinya yang paling tahu segalanya. Apalagi Bella, dia yang paling aneh, Dia terus mengurutkannya jika bertanya tentang Felix.
“Yuan, kenapa kamu diam saja?” Tanya wanita dibalik telepon. Yuan masih saja diam. Dia bahkan bingung mau jawab apa. Apalagi sekarang dirinya juga berusaha untuk melacak dimana keberadaan Felix. Tapi masih belum mendapatkan hasil.
“Em ... Gini, ya! Jika kamu bertanya tentang Felix, jangan tanyakan padaku.” Tegas Yuan.
“Bukanya kamu yang sering berhubungan dengan Felix?”
“Iya, itu kemarin saat alat pelacak dan ponsel Felix masih aktif. Sekarang aku tidak tahu.” Felix yang dari tadi berdiri di depan teras penginapan yang ditempatinya. Raut wajahnya menunjukan kekesalan. Apalagi tiap pagi, siang sore. Bahkan sampai tengah malam, tepat jam 11 malam Shinta masih saja bertanya.
“Terakhir keberadaanya dimana?” Tanya Delon, menyela pembicaraan mereka. Delon berdiri di samping Shinta saat ini. Mereka juga berada di Negara yang berbeda. Delon dan Shinta berada di markas, ada tugas dari bos yang belum terselesaikan. Sementara di depan Sinta dan Delon ada bos mereka yang sedang sibuk melihat berkas.
"Apa dia meninggalkan jejak keberadaannya?" tanya Bella.
"Tidak!" tegas Yuan.
"Kenapa Kamu seperti merahasiakan sesuatu dariku. Aku teman satu team. Ala kamu tidak mau memberi tahu dimana Felix sekarang? Apa yang kalian rencanakan? Kenapa Felix selalu melewati bahaya sendiri. Kenapa dia tidak mau memberi tahu teman satu team lainya?" Bella mengeraskan suaranya. Entah kenapa hatinya merasa sangat marah dengan sikap Felix yang selalu melakukan semuanya sendiri. Tanpa melibatkan temannya. Bahkan dia tidak pernah mau temannya membantu dirinya. Dia sengaja melakukan sendiri, membahayakan dirinya sendiri.
Bella menghela napasnya kesal. "Aku tidak tahu dengan jalan pikirannya. Apa yang diinginkan olehnya. Aku tidak tahu apa maksudnya? Apa dia ingin membahayakan dirinya sendiri?" gerutu Bella. Dia tidak berhenti terus mengoceh.
"Aku tahu dia hebat. Tapi tidak begini caranya. Bikin khawatir teman-temannya. Dia tidak bisa berpikir gimana perasaan temannya. Kenapa dia tidak memberi kabar sama sekali." Bella mengeraskan suaranya lagi.
"Bella," panggil Yuan. Dia memegang tangan Bella. Sembari menatap aneh pada Bella.
"Kamu gak papa, kan?" tanya Yuan memastikan.
"Memangnya aku kenapa," pekik Bella.
"Kenapa kamu marah-marah? Lagian yang lainya biasa saja. Kamu pakai perasaan sekali marahnya?" tanya Yuan.
Bella menggerakkan bola matanya. Dia terdiam seketika. Kedua bibirnya berkerut dia mengingat tentang Felix. Bella menarik tangannya dari cengkeraman Yuan. Dia melipat kedua tangannya diatas dadanya.
"Memangnya aku kenapa?" Yuan menarik sudut bibirnya tipis. Rasanya dia ingin sekali menertawakan Bella. Namun, pandangan mata Yuan kembali tertuju pada layar laptop. Dia melihat Dellon dan Shinta.
"Bella kamu terlalu mengkhawatirkan Felix. Lagian dia pasti tidak mungkin kenapa-napa. Dia bisa jaga diri. Apalagi dia orang yang sangat cerdas. Tidak mungkin dia kenapa-napa. Jangan terlalu mengkhawatirkan Felix," sindir Yuan.
"Iya, iya! Aku tahu jika kamu suka dengan Felix." mendengar hal itu, Bella menggerakkan kepalanya pelan. Dia menatap tajam ke arah Yuan.
"Siapa yang suka?" tanya Bella.
"Entahlah!" Yuan tertawa kecil.
"Aku sama sekali tidak suka dengannya. Lagian sebagai teman wajar khawatir. Apalagi sudha hampir 3 hari tidak ada kabar sama sekali. Semua juga pasti akan mengkhawatirkan Felix. Tidak hanya aku saja, Shinta, dan Dellon juga pastinya mengkhawatirkannya," jawab Bella.
"Tapi, mereka tidak seperti kamu," jawab Yuan.
"Sudah! Sudah! Kenapa kalian malah berantem. Soal perasaan Bella, itu belakangan. Sekarang kita harus cari tahu dimana Felix. Kemarin dia mengirimkan data pada Dellon. Dan, aku belum sempat melihatnya. Aku mau tanya padanya itu data apa?" potong Shinta menyela pembicaraan Yuan dan Bella.
"Iya, lebih baik kita bicarakan itu saat ada Felix. Kita bertemu di kita selanjutnya. Aku akan pergi ke macau. Kita bertemu di sana. Aku sudah bilang pada Felix, jika kita berkumpul disana," kata Yuan.
"Tapi kita tidak ada tugas disana," saut Bella.
"Kata siapa? Kira pasti akan ada tugas disana. Disana tempat dimana para penjahat berkumpul. Tenang saja kita datang dengan wajah samaran masing-masing. Jangan menggunakan identitas kita," ucap Yuan.
"Iya, aku paham."
"Nanti, di lanjut lagi. Kau harus melakukan tugas aku," ucap Yuan.
"Baiklah!"
"Aku juga mau pergi," timpal Bella.
"Kemana?" tanya Yuan.
"Jalan-jalan sendiri. Menenagkan pikiran. Jangan ikuti aku," pekik Bella. Dia terlihat masih marah dengan Yuan.
"Tidak, aku tidak akan ikut denganmu. Tenang saja," ucap Yuan..
"Baguslah!"
"Ya, sudah! Aku juga masih banyak tugas. Penyelesaian kasus pertama masih dalam penyelidikan. Polisi tidak bisa melakukannya. Dia sudah menemukan bukti. Tapi, mereka belum menemukan pelaku. Mereka mengira jika pelaku sebenarnya sudah meninggal," saut Shinta.
"Kita berjumpa lagi di Macau. Segera pesan tiket kesana," pinta Yuan.
"Siap!"
Yuan segera mematikan panggilan video itu. Dia segera menutup laptop nya. Sementara Bella, dia bangkit dari duduknya. Dan, melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Yuan yang masih duduk sendiri di sofa. Yuan hanya diam, menatap ke arah Bella yang berjalan keluar dari ruangan itu. Dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Bahkan dia tidak bisa mencegahnya pergi.
Aku tahu dia pasti sangat khawatir dengan Felix? Tapi, apa dia suka dengannya? Jika dia suka dengan Felix, kenapa dia selalu bertengkar dengannya?