“Apa yang kau lakukan di sini?” Roland terlihat dingin dan tenang. Tanpa peduli dengan tamparan yang dia dapatkan. Anggap saja hadiah. Ia pun tidak menyangka gadis itu bisa sampai ke kota Los Angelas dan bahkan bekerja menjadi barback.
“Bukan urusanmu.” Beby ingin pergi menghindar, sayangnya lengannya masih dipegang oleh Roland. Tidak ada pilihan lain, Beby menendang kaki Roland, membuat pria itu melepas pegangannya karena kesakitan.
Beby mengambil kesempatan itu untuk pergi menjauh. Langkahnya menuju ke ruangan lain. Sayangnya dia salah ruangan, langkahnya tidak membawanya menuju ke dapur khusus barback, melainkan ruangan lain yang menghubungkan ke ruangan VIP.
“Ah, sial!” Beby balik badan. Sungguh kesal rasanya saat di hadapannya kini sudah berdiri sosok Roland. Dengan muak, Beby berkata, “Menyingkir!”
“Tidak.” Suara Roland mendominasi. “Apa yang kau pikirkan sampai bisa ada di sini?”
“Kau tidak punya hak apa pun tentangku.” Beby melintasi samping Roland. “Jangan menanyakan apa pun tentang kehidupanku!”
Roland mencegah gerakan Beby dengan menarik lengan gadis itu. Tubuh beby berputar dan kembali menghadap Roland dengan jarak pandang yang dekat. Memuakkan sekali saat ia harus bertatapan dengan Roland seperti ini.
“Aku memakai seragam ini. Aku bekerja di sini. Dan sudahlah, jangan ganggu aku!” Beby ingin segera menyudahi perbincangan itu secepatnya. “Kau bukan siapa-siapa, kau tidak ada kaitan apa pun denganku, jadi berhenti menggangguku apa lagi mengurusi hidupku.”
“Tidak, Beby! Di sini ada keturunanku, bukan?” Roland menjulurkan tangannya, telapak tangannya menyentuh permukaan perut Beby yang masih rata.
“Menjauh dariku, terkutuk!” Beby memundurkan tubuh sambil menampik tangan Roland. “Jangan mendekati aku!”
Kekesalan Beby benar-benar sudah sampai ke ubun- ubun. Enak saja pria yang sudah merampas masa depannya itu dan bahkan menghancurkan cita- citanya itu mengakui punya keturunan di kandungannya. Cih!
“Jangan bertindak bodoh! Kau smart, lakukanlah yang terbaik untuk bayimu!” Roland melangkah maju, mengikis jarak diantara mereka.
Beby mundur untuk menjauh, namun sial punggungnya membentur dinding. Dia tidak lagi bisa bergerak. Dia melirik satu lengan Roland yang membenteng di sisi kanan kepalanya.
“Aku ingin bayi ini mati. Aku tidak sudi memiliki anak darimu. Menjijikkan!” Suara Beby parau.
“Jangan lakukan itu!” Roland mendominasi. Suaranya parau seakan berharap Beby tidak akan menyia-nyiakan bayi dalam kandungannya. “Satu triliun untukmu. Jangan gugurkan bayi itu! Lahirkan dia dengan sempurna! dia keturunanku!” pinta Roland penuh permohonan. “Sebutkan berapa nomer rekeningmu. Aku akan mengirimkan uang saat ini juga. Kau tidak perlu bekerja sesulit ini untuk kehidupanmu dan bayi dalam kandunganmu. Kau bisa hidup tenang dan bahagia dengan uang itu sampai anak itu lahir.”
“Seratus kali kau tawarkan uang itu kepadaku, aku tidak akan sudi menerimanya. Isi kepalamu benar-benar sadis. Semuanya diukur dengan uang. Kau bahkan sudah pernah menawarkan angka itu kepadaku, bukan? Cuci saja dulu isi kepalamu itu!” Beby semakin emosi.
Beby bahkan tidak menyadari entah sudah sejak kapan air matanya meleleh. Dia mengusap pipinya dengan kasar.
Roland menarik pundak Beby. sementara lengan Roland yang lain melepas topi Beby lalu memegangi dagu gadis itu.
Beby tidak bisa menggerakkan kepalanya untuk mengelak dari tangan pria itu mengingat kepala bagian belakangnya tertahan oleh dinding.
Roland memundurkan kepala, mengusap pucuk kepala Beby dengan lembut.
Plak!
Pipi putih Roland memerah seketika. Dan ini untuk kedua kalinya pipinya menerima tamparan itu.
Beby belum puas memberi tamparan. Dia masih ingin menganiaya pria itu. Namun yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah mendorong dadaa Roland hingga tubuh gagah itu terhuyung sedikit ke belakang.
“Pria tidak tahu diri!” Beby mengumpat kemudian melangkah pergi dengan gerakan emosi. Punggung tangannya mengusap pipi beberapa kali, berharap air matanya kering saat itu juga.
Roland mengelus pipinya yang memerah. Tatapannya mengawasi kepergian Beby hingga hilang dari pandangan.