8. Tawanan

1168 Kata
Case 8   Perahu itu terus berlayar dalam diam dan kesunyian, suara mesin motor dan riak air serta deru angin yang dapat terdengar. Chihaya berada di perahu penyelamat dengan kapasita 10 orang, satu di antaranya adalah seorang yang berasal dari regu bantuan bertugas mengendalikan arah perahu. Sebagian besar mereka yang berada di atas perahu adalah asal Tiongkok. Seorang wanita paruh baya selain Chihaya bersamanya di atas perahu penyelamat. Dan satu orang lainnya wajah asing Eropa bermata biru dan rambut pirang bercampur baur dengan wajah-wajah oriental Asia, keberadaannya tampak sangat kontras dan canggung di sana. Tidak ada yang mencoba memulai percakapan, mereka seolah sedang melakukan demo aksi diam karena begitu terlarut dalam pemikiran serius masing-masing. Saat ini Chihaya sama sekali tidak punya ide ke mana tujuan perahu itu mengarah dan berapa lama sudah mereka menyusuri lautan. Dalam benak dan hatinya hanya ada satu hal, keselamatan dan keberadaan Keita. Chihaya tidak bisa berbuat banyak atau berpikir jernih dalam keadaan darurat seperti apa yang terjadi menimpa dirinya dan seluruh penumpang kapal. Barang bawaan, benda milik pribadi atau lainnya tidak ada yang tersisa. Bahkan yang ada pada Chihaya sekarang hanya membawa diri dan apa yang ada pada badan. Begitu juga yang terjadi pada setiap orang dan Keita. Tidak ada cara untuk mencari tahu atau pun menghubunginya. Tunggu, Chihaya dapat merasakan sesuatu pada saku pakaiannya saat menggeledah diri mencoba menemukan apa pun yang bisa membantu situasinya. Sebuah benda kotak yang hendak ia kembalikan pada pria yang tewas terbunuh di atas kapal itu. Dalam keadaan panik berlari Chihaya tanpa sadar mengantongi benda itu. Jika Chihaya ingat semua awal situasi yang terjadi padanya sekarang karena ingin mengembalikan benda ini lantas tragedi Chihaya dimulai. Menyaksikan pembunuhan, terpisah dengan Keita, diambang maut saat mati-matian bersembunyi menghindari dua orang yang saling tembak dan baku hantam. Otak Chihaya mulai sibuk memutar akal, teringat semua yang ia lalui khususnya sejak menyaksikan pembunuhan. Pembicaraan kedua orang itu yang didengarnya saat bersembunyi, “Pembunuhan? Teror? Dokumen? Regu penyelamat?” Semua kata kunci itu berputar di pemetaan benaknya. “Apa arti semua ini? Apa sejak awal semua sudah...” Hanya satu jawaban tepat untuk semua tanda tanya yang Chihaya buat saat ini. “Konspirasi.” Kata hatinya lantang. Dan konspirasi itu telah membawanya pada peristiwa yang lebih besar lagi tanpa ia ketahui. “Berapa lama lagi kita akan sampai?” Tanya penumpang warga asing mulai merasa gelisah. Sejak mereka pergi ia tidak bisa melihat perahu penyelamat lain yang seharusnya juga sedang menuju ke arah yang sama, mencapai daratan. “Tidak akan lama.” Jawaban dingin yang diterima dari relawan. Para penyintas itu termasuk Chihaya tidak sadar bahwa mereka tengah digiring masuk ke kandang macan. Makin panjang waktu berlalu semakin tumbuh kecurigaan Chihaya. Masih tentang pembicaran dua pria tadi saat di kapal. Meski saat itu Chihaya sama sekali tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, tapi sekarang jika ditarik garis hubungan semua yang terjadi. Chihaya mendapat kesimpulan yang membuat tubuhnya bergidik bukan main, tubuh menegang dan mulai berkeringat dingin. Chihaya menyadari satu fakta besar, amat penting dan berbahaya. Pria pemilik benda yang Chihaya pegang sekarang tewas dibunuh seorang tak dikenal, di mana Chihaya menjadi saksi mata pada kejadian pembunuhan itu. Lalu muncul pria asing lainnya dan komplotan teror yang mengambil alih kapal. Mereka bicara tentang sesuatu yang terdengar sangat penting dan amat mahal hingga bernilai uang yang cukup besar. Namun salah satu di antara mereka bertanya tentang keberadaan benda itu, yang artinya benda yang diinginkannya menghilang. Lantas, “Apakah benda yang dimaksudkan itu adalah benda yang kupegang sekarang?” Kesimpulan Chihaya dalam benaknya. Jika benar demikian maka Chihaya seratus persen dalam bahaya saat ini. Lagi, semua karena benda asing yang entah berisi apa wujud aslinya itu. “Tidak Chihaya! Jangan penasaran, jangan buka, jangan lakukan apa pun dan jangan dipikirkan lagi!” Larangnya tegas pada diri dan cepat-cepat memasukkan lagi benda itu ke tempat asal pada saku pakaiannya. Chihaya punya dugaan dan firasat buruk tentang ini. Bila ia semakin banyak tahu akan semakin berbahaya untuknya. “Cukup pikirkan Keita! Yang terpenting adalah bertemu kembali dengan Keita, Chihaya!” Perahu masih tetap melaju dalam keheningan, wajah-wajah gusar mulai tersirat dari penyintas kapal yang berada di atas perahu penyelamat saat ini. Mulai tumbuh kecemasan dalam hati apakah mereka sungguh benar telah selamat, sementara semakin kuat alasan mereka untuk curiga. *** “Ayo turun, kita sampai.” Ajak petugas pada penumpang perahu penyelamat. Chihaya dan 8 orang lainnya turun mengikuti perintah satu persatu. Namun ekspresi wajah mereka semakin tampak bingung ketika menginjakkan kaki di daratan. Karena tempat yang mereka capai terasa asing, sepi juga sangat aneh mencurigakan. Bukanlah seperti pelabuhan yang umumnya biasa mereka kenali. Dan hanya ada perahu penyelamat milik mereka yang bersandar di sana. Seharusnya bila mereka berada di tempat yang tepat, mereka bisa melihat perahu penyelamat penumpang kapal lainnya. Atau pun keramaian yang biasa di temukan di pelabuhan. “Di mana ini? Kita ada di mana?” Seru seorang penumpang pria asal Tiongkok. “Ini bukan pelabuhan Incheon!” Salah seorang di antara mereka berkata marah, entah di mana keberadaan mereka sekarang. Setelah lama bersabar di dalam perahu menahan diri untuk tidak banyak bicara, begitu sampai malah terdampar di tempat antah berantah tidak diketahui seperti ini. Di tempat itu tidak ada banyak hal yang dapat dilihat. Selain dermaga tempat perahu mereka bersandar, gedung tua yang terlihat serupa gudang, semak belukar di sekitar dan pepohonan. Udara terasa gersang dan panas. Meski Chihaya belum pernah melihat atau tahu bagaimana rupa pelabuhan Incheon itu tapi jelas tempat ini bukanlah pelabuhan. “Jangan banyak bertanya, cepat jalan!” Perintah pria yang seharusnya adalah anggota regu penyelamat kiriman pihak berwenang. Pengucapannya dalam bahasa Mandarin cukup terdengar fasih. “Tapi tunggu,” Pikir Chihaya. Bila kesimpulannya benar maka regu penyelamat yang datang menolong kapal mereka  juga merupakan komplotan konspirasi ini. Pantas saja saat itu Chihaya berpikir tim penyelamat datang sangat cepat. “Seorang dari pria yang berkelahi itu mengatakan bahwa tim penyelamat adalah rekan si pembunuh. Lantas apa si pembunuh itu juga mencari benda asing yang kini ada padaku?” Perasaan tidak enak semakin merasuk ketika chihaya dapat membaca situasi yang terjadi padanya, sudah terlalu terlambat untuk melarikan diri. “Apa sejak awal mereka sudah menargetkanku? Tapi bagaimana bisa?” Meski panik dalam hati tapi Chihaya menyembunyikan ekpresi wajahnya dan berusaha tetap tenang, tidak ingin menarik perhatian. Menundukkan kepala sangat dalam agar tidak dikenali. Di hadapan mereka datang sekelompok pria berjalan mendekat, dilihat dari sisi manapun baik pakaian beserta atributnya adalah jelas tentara militer Korut. Para penyintas kapal semakin bingung mengapa ada angkatan bersenjata Korut di tempat tujuan evakuasi mereka. Bencana apa lagi kali ini yang menyeret Chihaya. Sementara keberadaan dan keselamatan Keita masih belum diketahui. “Kalian semua mulai saat ini dan seterusnya harus mengikuti perintah kami jika masih ingin selamat dan tetap hidup.” Peringatan pria berseragam militer yang bertindak sebagai kapten di antara mereka, dalam bahasa Mandarin. Sementara anggota tentara lainnya pindah ke belakang para penyintas kapal. Menodongkan senjata ke arah mereka, memberi isyarat untuk mulai bergerak mengikuti arah langkah pemimpi mereka yang berjalan lebih dulu paling depan. ***unsolved
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN