Chapter 23

1797 Kata
Sofia membuka matanya dengan kaget, dia melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 10:50, dia hampir saja melewatkan jam ketiga. Masih ada sepuluh menit untuk kelas di mulai, dan dia pun bergegas menuju ruang kelasnya. Setibanya di kelas rupanya guru sudah ada di kelas, dan semua mata tertuju kepadanya saat itu. Sofia berusaha bersikap santai dan segera menjatuhkan tubuhnya di kursi kemudian mengeluarkan buku pelajaran. “ Sssttt, kamu dari mana? Kok nggak masuk jam kedua tadi.?” Tanya Mayang dengan nada yang sedikit berbisik. “ Bukannya tadi aku sudah mengirimkan pesan pada kalian kalau aku izin karena nggak enak badan.?” Balas Sofia heran. “ Nggaka da pesan masuk.” Mayang kemudian mengecek isi percakapan grup dan memperlihatkannya kepada Sofia. Sofia heran mengapa pesannya tidak masuk, padahal dia sudah mengirimnya melalui grup chat yang dapat di lihat oleh Kayla, Naura, dan Mayang. “ Kalian berdua apa yang sedang di bahas, papan tulis ada di depan.” Tegur bu guru kepada Sofia dan Mayang. “ Maaf bu.” Balas Sofia pelan dan mulai fokus pada apa yang di tulis bu guru di atas sana. ** Bel tanda jam terakhir telah selesai baru saja berbunyi, semua siswa merasa sangat lega akhirnya waktu pulang tiba juga. Sofia pun ikut merasa senang akhirnya dia bisa pulang dan tidak mendengar ucapan yang menyakitkan dari teman-temannya. Sofia menghampiri Kayla, Naura, dan Mayang sebelum keluar menemui supirnya. Ia ingin memperjelas soal absensi pelajaran kedua tadi, bagaimana mungkin pesannya tidak masuk dan ia juga menunjukkan buktinya ke mereka bertiga. “ Beneran nggak ada, nih buktinya di hp gue aja nggak ada pesan masuknya.” Kayla menunjukkan isi grup chat miliknya juga begitu pun dengan Naura. “ Jadi jam kedua tadi aku absen.?” “ Kita nggak tau lo kemana jadi kita nggak ngomong apa-apa ke guru.” Jawab Naura. “ Ya udahlah nggak usah di pikirin, Cuma satu pelajaran ini.” Lontar Kayla. “ Iya, nggak usah terlalu di pikirin.” Sambung Mayang. Mereka pun meninggalkan kelas bersamaan, Sofia merasa sedikit lebih tenang ketika jalan bersama mereka. Setidaknya fokusnya tidak tertuju pada orang-orang yang mecibirnya saat ini. “ Lo pulang bareng supir lo kan.?” Sahut Naura. “ Iya, emang kenapa.?” Tanya Sofia. “ Gue Cuma mau tau aja, kalau bokap lo yang jemput takutnya anak-anak yang lain makin berpikir yang aneh-aneh.” Saat itu Sofia baru saja mendapat pesan dari papa Bian, dan hari ini yang menjemputnya adalah papa Bian karena supirnya mendadak ada urusan lain. Sofia mulai panik, dia tidak ingin semua orang semakin mencibirnya karena yang menjemputnya adalah papanya sendiri. “ Ada apa Sof.?” Tanya Kayla melirik Sofia yang berhenti untuk membalas pesan dari papanya. “ Papaku chat kalau dia yang mau jemput aku.” Balasnya lirih. “ Ya udah balas aja nggak usah, kamu mending naik taksi aja.” Lontar Mayang. “ Dia udah ada di depan.” “ Kita sih udah kasih saran ke lo, selanjutnya terserah lo aja.” Sambung Kayla. Sofia benar-benar bingung harus berbuat apa, di satu sisi dia tidak ingin membuat papanya bertanya-tanya kenapa dia tidak ingin pulang bersamanya dan di satu sisi dia takut orang-orang semakin berpikiran aneh. “ Aku pulang bareng papa aja.” Ucap Sofia dan segera berlari keluar. Saat dia sudah di luar, Sofia segera menuju mobil papanya. Dia masuk ke dalam mobil dengan cepat dan meminta papanya untuk secepatnya meninggalkan pelataran sekolah. “ Itu mereka teriakin apa sih? Mereka ngebully kamu di sekolah.?” Tanya papa Bian yang sempat mendengar teriakan siswa ke arah mereka ketika keluar meninggalkan sekolah. “ Nggak, papa salah dengar. Mungkin buat orang lain.” Balas Sofia tak berani menatap ke arah papanya. ** Sore itu Sofia baru saja selesai mengerjakan tugas sekolahnya, dia lansung meraih ponselnya untuk sekedar scroll media sosial untuk mengurangi kepenatan sehabis mengerjakan tugas. Sofia berpindah dari kursi belajar menuju tempat tidurnya, dia menarik bantal dan merebahkan tubuhnya dengan nyaman. Yang namanya sosial media tentu akan menampilkan berbagai informasi terkini, dan hal yang viral baru-baru ini adalah kasus seorang ayah yang mencabuli anak kandungnya sendiri. Lalu di forum sekolah ada yang membagikan artikel itu dan menyamakannya dengan kasus Sofia, lagi-lagi akun yang tak di kenal itu yang membagikannya. Sehingga menimbulkan berbagai macam komentar baru yang jauh lebih menyakitkan. Sofia kemudian mencaritahu siapa oknum yang telah jahat mekakukan hal ini padanya, dia membagikannya dengan akun f*******: bernama Unkwon. Lalu setelah itu dia mengirimkan pesan kepada si pelaku dan menanykan maksud dan tujuannya berbuat seperti itu. Sofia menunggu balasannya dengan sabar, namun akun itu tak membalas apapun padahal tertera keterangan bahwa dirinya sedang aktif saat ini. Tak mau berhenti sampai disitu, Sofia pun mencoba untuk melakukan panggilan telepon namun sayang dengan cepat di riject olehnya. “ Kamu siapa sih, ada masalah apa sama aku.?” Tulis Sofia lagi dalam percakapanya. “ Gue nggak suka sama lo.” Balasan orang itu membuat Sofia kebingungan. “ Aku ada salah apa bisa buat kamu nggak suka sama aku.?” “ Lo itu kebanyakan gaya, sok cari muka, dan sok kecantikan.” “ Aku minta tolong banget sama kamu, jangan sebarin rumor aneh-aneh atas nama papaku.” “ Kamu boleh jelekin aku tapi jangan papaku.” Selanjutnya tak ada balasan lagi dari orang itu, Sofia merasa frustasi sekarang. Dia mencoba untuk berpikir siapa yang kira-kira sudah di buatnya sampai seperti ini, bahkan dia merasa tidak memiliki saingan apapun di sekolah. ** Malam pun tiba, langit berubah menjadi gelap. Bulan dan bintang membaur menjadi satu di atas sana. Sofia baru saja keluar dari kamarnya, ia berjalan menuju ruang makan. Ia tidak melihat papanya disana, dan sekarang Sofia sudah mengambil kursi untuk segera makan malam. “ Malam sayang~” Papa Bian baru saja datang dan hendak membelai kepala Sofia namun gadis itu langsung menghindar. “ Malam juga pah.” Jawab Sofia pelan. Sejenak papa Bian termenung melihat sikap aneh putrinya itu, baru kali ini Sofia menolak untuk di sentuh. Tak ingin memikirkannya lebih panjang akhirnya papa Bian ikut mengambil tempat. Mbok Tati datang membawa menu lain untuk di santap papa Bian dan Sofia, malam ini kebetulan Mbok Tati memasak menu kesukaan Sofia yaitu cumi asem manis. Saat papa Bian hendak menyendokkan lauk, Sofia langsung menolak dan berkata ingin melakukannya sendiri. “ Sepertinya putri papa ini sudah besar, apa-apa bisa di lakukan sendiri sekarang.” Ujar papa Bian namun tetap mendapat respon yang aneh dari Sofia. “ Sofia udah selesai pah,” Ucap Sofia berdiri dari kursinya. “ Sofia ke atas dulu.” Pamitnya dan langsung meninggalkan meja makan yang membuat papa Bian tak bisa berkata-kata lagi dengan sikap putrinya malam ini. ** Cowok itu baru saja selesai mencuci piring bekas makan malamnya, ia langsung menuju kamar setelah merasa kenyang. Diandra merebahkan tubuhnya diatas kasur, menarik bantal untuk sandaran kepalanya. Diandra merasakan perutnya sangat kenyang, beberapa kali ia harus menghela nafas berat untuk mengontrol pernafasannya itu. Diandra meraih ponselnya yang hampir satu harian ini di biarkan di atas meja belajar, Diandra memang tipekal orang yang jarang bermain ponsel dan menggunakannya hanya sesekali untuk membalas pesan dari teman-temannya. Dahi Diandra berkerut, ia mendapatkan banyak notifikasi grup chat yang masuk. Meskipun Diandra sudah bukan bagian dari SMA Bakti Jaya, dia masih tetap berada di delama grup chat itu. Biasanya Diandra tidak membuka pesan yang datang dari teman-teman lamanya, hanya karena dia melihat nama Sofia di sebut membuat Diandra lantas membuka isi grup tersebut dan membacanya dengan pelan. Bahaya banget sih kalau Sofia sampai jatuh cinta sama bokapnya. Bisa aja kan, cinta itu nggak ada yang tau dari mana datangnya. Kaya nggak ada cewek lain aja, anaknya di jadiin pelampiasan. Padahal bokapnya ganteng loh. Tapi sayang sekali sukanya sama anak sendiri. Hahahaha parah, jijik banget gue. Diandra tidak mengerti apa yang terjadi, dia terus menggulir pesan sampai ke atas dimana letak permasalahan ini bermula, dan sampailah dia pada satu link yang membawanya ke laman tempat rumor itu beredar. Alangkah terkejutnya Diandra ketika membacanya, dia tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Sofia saat ini. Dan bagi mereka yang dengan tega memfitnah Sofia sudah sangat keterlaluan. Sementara itu di tempat lain, Sofia saat ini hanya dapat menangis membaca isi grup chat yang membahas tentang dirinya. Kata-kata itu membuat hatinya sakit, dan yang lebih menyakitkannya adalah mereka teman kelasnya sendiri. “ Mereka kenapa sih.?” “ Aku ada salah apa sama mereka sampai mereka ngatain aku kaya gini.?” Sofia melempar ponselnya ke sembarang arah dan segera menarik selimutnya. Padahal masih pukul 9:00 ma;am, Sofia memilih untuk tidur lebih awal. Ia tak mau membuat pikirannya semakin kacau, ia ingin tidur dan melupakan semuanya. ** Keesokan harinya. Papa Bian terus menatap ke arah lantai dua menunggu Sofia turun dari kamarnya, rasa khawatirnya bertambah tinggi setelah menunggu cukup lama. Dari semalam Sofia naik dengan sangat cepat, dan sekarang dia tidak keluar dari kamarnya padahal biasanya dia akan turun sekitar pukul 6:30 untuk memulai sarapan bersama. Papa Bian juga sudah berulang kali memanggil namanya namun tak ada sahutan dari atas, ia juga sudah mencoba untuk menelpon agar Sofia dapat mendengarnya lebih jelas namun tetap nihil. “ Mau saya panggilan saja pak.?” Tawar Mbok Tati. “ Nggak usah mbok, biar saya aja.” Balas Papa Bian yang akhirnya segera naik ke atas. “ Sofia, papa masuk ya.” Kata papa Bian sambil membuka knop pintu kamar Sofia. Suara pintu kamar terkuak di susul dengan kemunculan papa Bian yang melihat putrinya sedang duduk termenung di atas tempat tidur, padahal dia sudah terlihat rapih dan bersiap untuk pergi sekolah tapi apa yang membuatnya diam disana. “ Hey, kamu kok nggak turun sarapan.?” Ketika Papa Bian ingin menyentuh Sofia, sekali lagi dia menghindar tanpa kata-kata. “ Aku nggak lapar pah.” “ Nggak bisa gitu dong, kamu harus makan barang sedikit juga.” “ Hari ini aku nggak masuk sekolah yah.” Ucap Sofia tanpa menatap wajah sang papa. “ Kamu sakit.?” “ Kepalaku pusing.” Jawabnya lirih. “ Oke, nanti papa telepon wali kelas kamu.” Sofia kemudian melepas tasnya kembali dan segera masuk ke dalam selimut, saat papa Bian hendak mengecek suhu tubuhnya lagi-lagi Sofia menolak. Papa Bian akhirnya keluar dari kamar itu dengan ekspresi kebingungan. Papa Bian turun dari kamar Sofia dengan ekspresi yang masih sama, Mbok Tati yang melihatnya pun langsung bertanya ada apa. Papa Bian kemudian duduk sebelum menjawab pertanyaan tersebut. “ Sofia terlihat aneh sejak kemarin, dia menolak untuk di sentuh dan juga tidak mau melihat saya seperti biasa mbok.” Ungkap papa Bian sedih. “ Itu normal pak, namanya non Sofia udah memasuki masa pubertas. Apalagi anak perempuan kaya non Sofia, pasti udah merasa malu kalau di perlakukan seperti anak kecil lagi.” “ Begitu ya mbok.?” “ Iya pak, jangan khawatir. “ Papa Bian memang baru menyadari semuanya, waktu sudah berlalu sangat cepat dan sekarang Sofia sudah bukan anak kecil lagi. Dia tidak bisa memperlakukan Sofia yang sekarang seperti Sofia ketika kecil dulu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN