31

1877 Kata
Suara gebrakan meja baru saja membuat satu kelas menoleh ke belakang, mereka melihat Kayla sedang terbakar emosi yang kemudian berubah menjadi lebih tenang. Tak lama setelah itu dia bangkit dari kursinya dan menghampiri Sofia yang sedang duduk di kursinya sambil membaca buku pelajaran. “ Ikut gue bentar.” Ajak Kayla langsung menarik tangan Sofia meninggalkan kelas. “ Kay, kita ikut juga gak.?” Sahut Mayang namun langsung di larang oleh Kayla. Sofia merasakan sakit dari genggaman Kayla yang cukup kuat yang kemudian di lepaskan begitu saja ketika mereka sudah berada di tempat yang sepi, Sofia menatap Kayla bingung kenapa gadis itu bersikap sangat kasar hari ini. “ Ini semua karena bokap lo, sekarang bokap gue udah di pecat. Dan gue gak bisa kaya dulu lagi, gue benci banget sama lo dan bokap lo.” Kayla mendorong Sofia terus menerus hingga ke tembok dan membuat gadis itu merasa takut dengan kalimat yang di lontarkannya dengan keras. “ Aku nggak tau apa-apa, kenapa kamu marah ke aku.?” “ Ya karena selama ketemu elo itu hidup gue serba sial tau, gue benci banget sama lo benci.” Kayla terus menekankan kalimat yang membuat Sofia semakin kebingungan hingga akhirnya dia meminta Kayla untuk tenang agar dapat mengetahui semuanya dengan jelas. “ Aku akan tanya ke papa kenapa dia memecat papa kamu, aku bakal minta supaya beliau bisa bekerja lagi di perusahaan papa.” Ucap Sofia. Sebelum pergi, Kayla mendorong Sofia hingga membuatnya jatuh. Sofia hanya dapat pasrah di perlakukan seperti itu, dia kemudian mencoba untuk tidak menangis dan tetap tenang sebelum akhirnya kembali di kelas. ** Sepulang sekolah Sofia meminta mang Ujang untuk mengantarnya ke kantor papa Bian, sepanjang perjalanan dia terus memikirkan kata-kata Kayla yang di lontarkan untuknya dan papa Bian. Sofia menghela nafas sesekali, dia tidak tahu permasalahan tentang pemecatan papa Kayla namun harus memohon kepada papa Bian agar beliau dapat kembali bekerja. Kini Sofia telah sampai di kantor papa Bian, dia turun dan meminta mang Ujang untuk menunggunya di luar saja. Sofia mempercepat langkahnya masuk ke dalam menuju lift dan berakhir di lantai tempat papanya berada. Silvia sekretaris papanya mempersilahkan gadis itu masuk ke dalam ruangan papa Bian, dan saat dia masuk ke dalam Sofia melihat papanya sedang mengerjakan sesuatu namun berhenti bekerja ketika melihat kehadiran putrinya itu. “ Papa beneran pecat papanya Kayla dari perusahaan.?” Tanya Sofia tanpa basa basi lagi. “ Anak itu melapor ke kamu kalau papanya di pecat.?” “ Jawab pa.” “ Iya papa pecat dia kemarin.” “ Kenapa? Papa nggak kasihan apa, Kayla itu anak satu-satunya di keluarga dia. Kalau di pecat papanya mau kerja apa nanti.?” “ Sofia, ini bukan urusan anak-anak. Papa nggak mau kamu ikut campur masalah ini, kamu sama mang Ujang kesini kan? Sekarang pulang dan tunggu papa di rumah.” “ Aku bukan anak-anak lagi pah, aku udah besar. Disini aku Cuma mau minta tolong sama papa, jangan pecat papa Kayla ya please.” “ Dia mengancam kamu buat melakukan ini.?” “ Nggak ada yang ngancam sama sekali, aku Cuma mau papa Kayla di pekerjakan kembali udah itu aja.” “ Papa akan memikirkannya lagi, kamu sebaiknya pulang dan jangan pergi kemana-mana.” “ Papa janji kan.” Lontar Sofia dengan memasang wajah yang memelas. “ Iya, papa janji.” Balas papa Bian dan akhirnya Sofia pergi meninggalkan ruangan tersebut. ** Keesokan harinya ketika Sofia datang ke sekolah, mereka mendengar berita yang tidak mengenangkan datang dari Kayla. Tersebar rumor bahwa Kayla merupakan seorang anak manager peusahaan, dan selama ini dia mengaku sebagai anak pemilik perusahaan tersebut. Tak hanya itu, tersebar rumor juga bahwa papanya telah di pecat. Dan yang lebih menghebohkannya lagi adalah anak dari pemilik perusahaan itu adalah Sofia, mereka menambahkan rumor lain bahwa selama ini Kayla berlindung dari Sofia atas semua yang dia milikinya dan itu membuat semua orang merasa kasihan terhadap Kayla dan tak sedikit yang membullynya. Naura dan Mayang yang merupakan teman dekatnya saja baru tahu kalau ternyata Kayla hanyalah anak seorang manager perusahaan, tapi selama ini dia bergaya seolah-olah anak pemilik perusahaan. Sofia yang baru saja masuk ke dalam kelas mendapat perhatian banyak orang, terutama Kayla yang sedang duduk terdiam di kursinya. Sofia tidak tahu harus merespon apa, dan dia juga penasaran bagaiamana semua orang bisa tahu soal identitas Kayla. Ponsel Sofia berdering sebentar, dia mengecek ponselnya dan mendapat pesan singkat dari Kayla yang berbunyi. “ Lo kan yang udah nyebarin berita ini ke yang lain.” Setelah membacanya Sofia sangat syok, dia bahkan baru mengetahuinya tadi tapi Kayla sudah menunduhnya yang bukan-bukan. “ Aku tidak melakukan apa-apa.” “ Bohong.” “ Aku tidak berbohong, justru aku sudah memberitahu papaku. Dia berjanji akan mempekerjakan papamu lagi.” “ Yang Cuma tahu bokap gue di pecat itu Cuma lo, gak ada yang lain. Gue makin benci sama lo Sofia.” Sofia tidak mengirimkan apapun lagi pada Kayla karena guru baru saja memasuki ruang kelas, dan saat ini Sofia hanya bisa pasrah jika Kayla tetap menuduhnya sebagai orang yang menyebar berita tentang Kayla itu. ** Jam istirahat berbunyi, semua murid bersorak lega dan beberapa dari mereka beranjak meninggalkan kelas untuk mengisi perut ke kantin. Saat itu Sofia terkejut karena Naura dan Mayang menghampirinya dan mengajaknya untuk makan di kantin, namun Sofia menoleh ke arah Kayla yang sedang menatapnya dengan sinis. “ Kalian yakin ngajak aku pergi bareng kalian.?” Tanya Sofia menatap Naura dan Mayang lagi. “ Yakinlah, soalnya kita lebih percaya sama kamu dari pada si penipu.” Lontar Naura dengan melirik Kayla dengan tatapan menyindir. Karena Sofia juga lapar akhirnya dia pergi bersama Naura dan Mayang, melihat mereka bertiga meninggalkan Kayla sendirian membuat gadis itu merasa semakin geram dan sangat membenci Sofia. “ Lihat saja, aku tidak akan tinggal diam.” Ucap Kayla dengan sinis. ** Sepulang sekolah Sofia keluar paling terakhir sebab dia masih mencari buku miliknya yang ia rasa telah di simpan di bawah laci meja seharian ini, buku itu tersimpan banyak tugas yang telah susah payah dia kerjakan dan akan di kumpul besok. Sofia kemudian mencari di seluruh ruang kelas dan di tiap laci meja milik temannya, anehnya dia tidak melihat buku itu dimana-mana. Hampir putus asa saat hendak mencarinya seseorang kemudian melemparkan buku itu yang telah sobek di hadapannya. Sofia meraih bukunya terlebih dulu sebelum melihat siapa yang barus aja melemparnya, dan setelah ia mendongak rupanya itu adalah Kayla yang memasang wajah kesal terhadapnya. “ Itu balasan untuk orang kaya lo yang gak tau malu.” “ Aku salah apa sama kamu Kay, bukan aku yang nyebarin berita itu.” “ Itu balasan buat lo yang udah rebut Mayang dan Naura dari gue, coba aja rumor itu gak kesebar mereka gak bakalan berteman sama lo.” “ Aku harus apa supaya kamu berhenti nyalahin aku sih Kay.?” “ Lo mau tau? “ Sofia mengangguk pelan kemudian Kayla menghampirinya secara perlahan dan mulai berbisik di telinga Sofia. “ Lo pergi dari hadapan gue, jangan sekolah disini lagi.” Bisik Kayla. “ Kamu segitu bencinya sama aku sampai menyuruhku pindah sekolah? Padahal kemarin kita dekat loh, kita pergi kemana-mana bareng. Emang itu nggak ada artinya buat kamu.?” “ Ya ialah nggak ada, lo itu gue anggap Cuma sebagai atm berjalan aja. Cewek lugu dan mudah di bohongin kaya lo enaknya di kejrain tau nggak.” “ Dan asal lo tau aja ya, Naura sama Mayang juga sama kaya gue. Mereka nggak pernah anggap lo sebagai teman mereka.” Lanjut Kayla sambil mendorong Sofia dengan keras. Setelah selesai menyudutkan Sofia barulah Kayla pergi meninggalkan kelas, saat ini Sofia tidak bisa menahan tangisannya. Dia menangis setelah mengetahui kebenaran itu, dan selama ini dia sudah di butakan oleh kepercayaan terhadap mereka. Saran Diandra hingga papanya tidak pernah ia dengarkan, dan sekarang dia hanya dapat menerima kenyataan itu dengan pahit. ** “ Bu, barusan aku simpan belanjaan di dapur ya.” Sahut Diandra saat menuju kamar mbok Tati, melihat ibunya yang sedang tidur membuat Diandra kembali menutup pintu. Cowok itu hendak pulang ke rumah, namun dia melihat sosok Sofia sedang duduk menyendiri di gazebo halaman belakang. Wajah Sofia tampak sedih, karena penasaran dia akhirnya menghampiri gadis itu. “ Sendirian aja? Kok wajahnya di tekuk gitu.?” Tegur Diandra membuat lamunan Sofia buyar. “ Aku lagi sedih.” Balas Sofia tanpa ada yang di tutupi. “ Sedih kenapa? Ayo cerita aku siap kok jadi pendengar yang baik.” Lontar Diandra yang mengambil tempat sedikit berjarak dari Sofia. “ Sekarang aku udah tahu semuanya, kamu memang benar waktu itu bilang ke aku kalau Kayla, Nuara, dan Mayang Cuma menganggap aku sebagai atm berjalan mereka. Hari ini aku udah tahu hal itu dari Kayla, dia bilang ke aku kalau mereka Cuma ingin uang ku, mereka nggak pernah tulus mau berteman sama aku.” “ Jadi sekarang gimana? Udah bisa kan memilih teman yang baik dan Cuma mau manfaatin aja.?” Sahut Diandra. “ Hmm, alih-alih bisa memilih mana teman baik dan bukan. Aku justru takut berteman kalau akhirnya akan seperti ini.” “ Nggak apa-apa, wajar kok. Nanti kamu pasti bisa kok dapat teman yang benar-benar tulus ingin berteman, bukan karena ada maunya.” “ Kamu benar.” Jawab Sofia dengan senyuman. “ Oh iya kamu udah bisa naik motor kan.” “ Udah, aku abis latihan kemarin sama bapak.” “ Bawa aku jalan-jalan dong.” “ Jangan sekarang, tunggu aku dapat sim dulu baru aku berani bawa kamu jalan-jalan.” “ Janji ya.” Sofia menyodorkan jari kelingkingnya kepada Diandra dan di balas oleh cowok itu dengan cepat. ** Sofia mendengar suara papanya yang terdengar marah-marah di balik ruang kerjanya, diam-diam dia mengintip melalui pintu yang sedikit terbuka itu. Dia melihat Silvia sekretaris papa Bian sedang di marahi. Tak ingin ikut campur akhirnya dia pergi menuju halaman rumah, disana ada Diandra dan mang Ujang yang sedang membersihkan halaman rumah. Ketika Sofia hendak membantu dengan cepat mang Ujang melarang dan menarik Sofia untuk duduk di atas kursi saja. “ Papa kamu lagi ada masalah di kantor ya.?” Tanya Diandra tiba-tiba. “ Diandra, nggak sopan bertanya begitu” Lontar Mang Ujang cepat. Sebenarnya Sofia juga memikirkan hal yang sama, sangat jarang sekretaris papa Bian datang di hari minggu. Dan emosi papa Bian yang tidak pernah di lihat sebelumnya benar-benar membuat Sofia penasaran. Tak lama setelah itu Silvia keluar dengan wajah frustasinya, dia menyapa Sofia sebentar sebelum pergi. Namun karena penasaran Sofia menghampiri mobil wanita itu dan bertanya. “ Papa ada masalah apa di kantor? Boleh aku tahu sedikit saja.” Pinta Sofia dengan wajah memelas. “ Hmm, sebenarnya ini bukan urusan anak-anak. Tapi karena kamu putrinya kamu berhak tahu, jadi papa kamu itu harus menanggung kerugian 5 milyar karena salah satu pegawai perusahaan ketahuan menggelapkan dana perusahaan. Papa kamu bingung karena jumlahnya bertambah dari yang hanya 2 milyar mendadak naik menjadi 5 milyar, kamu jangan buat emosi papa kamu naik. Kalau bisa hibur dia ya, soalnya saya kena imbasnya di kantor.” Jelas Silvia. Sofia sekarang paham, dari penjelasan Silvia barusan dan papa Kayla yang di pecat dari perusahaan. Ternyata begitu besar kesalahan yang telah di buat, dan kemarin dia dengan tenang meminta agar papa Kayla di kembalikan bekerja. “ Terima kasih tante.” Ucap Sofia pelan dan bergegas masuk ke dalam rumahnya. “ Aku bukan tante, jangan panggil aku tante dong.” Balas Silvia semakin frustasi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN