Antara ingin dan malu, itulah yang di rasakan Sofia saat ini. Dia sangat ingin bertemu dengan Diandra dan berkenalan dengannya, namun di lain sisi dia sangat malu bahkan untuk sekedar menunjukkan wajahnya di hadapan anak itu.
Saat ini Sofia sedang bingung di dalam kamarnya, ia ingin memberanikan diri menemui Diandra namun sebelum itu dia harus membawa sesuatu untuk di tunjukkan pada Diandra. Hal itu bertujuan agar percakapan mereka nantinya ada hal lain yang di bahas, dan pilihan Sofia jatuh pada sebuah buku yang membahas tentang dunia.
“ Oke, dengan ini mungkin akan banyak percakapan di antara kita nantinya.” Ucap Sofia segera keluar dari kamarnya.
Kini Sofia sudah keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga menuju halaman belakang, ketika ia hendak keluar menuju kamar pembantu tiba-tiba saja suara papa Bian menghentikan langkahnya.
“ Kamu mau kemana sayang.?” Tanya Papa Bian yang kini sudah berdiri di depan Sofia.
“ Aku mau kenalan sama anaknya Mbok Tati.” Jawabnya lirih.
“ Hmm, dia mungkin capek soalnya perjalanan rumahnya jauh. Nanti aja ya.” Kata Papa Bian membuat Sofia bingung menjawabnya.
“ Kamu bawa buku apa.?” Tanya Papa Bian melirik buku yang di pegang oleh Sofia.
“ Tadinya aku mau kasih lihat buku ini ke dia, tapi ya udah deh kalau dia capek lain kali aja.” Sofia pun beranjak menuju kamarnya dengan langkah yang gontai.
“ Maaf ya sayang, untuk saat ini kamu jangan ketemu sama dia dulu.” Ucap papa Bian dengan tatapan lurus ke arah Sofia yang berjalan menaiki anak tangga.
**
Sudah tiga hari berlalu dan Sofia masih tidak bisa bertemu dengan Diandra, alasannya macam-macam. Dan anehnya itu terjadi ketika dia yang ingin menemuinya duluan, kenapa rasanya sangat sulit untuk bertemu padahal mereka tinggal di satu rumah yang sama.
Sore itu hujan mengguyur kota cukup deras, papa Bian belum kembali dari kantornya, dan Mbok Tati sedang di dapur sibuk memasak. Sofia yang sedang termenung di kamarnya terus memikirkan kenapa dirinya tidak bisa bertemu dengan Diandra sampai saat ini.
“ Aku tidak boleh tinggal diam, aku harus segera bertemu dengannya.” Ucap Sofia sungguh-sungguh.
Sofia segera turun dari kamarnya, dan ketika ia berada di anak tangga tanpa sengaja dia melihat sosok Diandra yang sedang menatap keluar jendela di ruang tamu. Mungkin inilah kesempatan untuknya segera berbicara dengan anak itu, dan Sofia pun segera melangkah menghampirinya.
Ketika dirinya sudah lebih dekat dengan Diandra, mendadak Sofia malu dan bersembunyi di balik tiang. Sadar ada yang memperhatikan akhirnya Diandra menoleh, dia dapat melihat baju Sofia yang muncul di balik tiang dan membuatnya terpaku sejenak.
“ Aku bisa lihat loh.” Sahut Diandra akhirnya membuat Sofia memunculkan satu badannya.
Dengan wajah malu-malu Sofia menyunggingkan senyum ke arahnya, dan perlahan namun pasti kini mereka sudah saling berhadapan satu sama lain.
“ Hai, kenalin namaku Sofia Farasya.” Ucapnya sambil menyodorkan tangan.
“ Aku Diandra.” Jawabnya membalas jabatan tangan itu.
Hening seketika dan hanya terdengar suara hujan di luar sana, saat itu Sofia bingung harus berkata apa lagi begitu pun dengan Diandra yang memilih untuk mengalihkan perhatiannya keluar.
“ Kamu suka hujan ya.?” Tanya Sofia akhirnya.
“ Suka banget, biasanya kalau di desa suka main hujan bareng teman-teman. Selama tinggal di kota jadi nggak bisa lagi.” Balas Diandra terlihat sangat bersemangat.
“ Kata siapa nggak bisa? Emang apa bedanya di desa sama kota.?”
“ Beda banget, di desa kita bebas main dimana pun kita mau. Kalo di kota suasanya sangat beda, jadi harus menyesuaikan diri.”
“ Ikut aku yuk.” Ajak Sofia mengajak Diandra keluar rumah untuk bermain hujan.
“ Mau ngapain.?” Tanya Diandra masih bingung.
“ Udah ikut aja.”
Kini Sofia dan Diandra sudah berada di luar rumah, hujan masih turun cukup deras dan Sofia memaksa turun ke halaman dan membiarkan dirinya di guyur oleh air hujan. Diandra terkejut melihatnya dan menyuruh Sofia untuk naik ke atas.
“ Udah sini, kita main hujan bareng.” Seru Sofia yang terlihat sangat menikmati hujan yang menjatuhi tubuhnya.
“ Nanti kamu sakit kalau main hujan-hujan gitu.”
“ Nggak akan, aku baik-baik aja kok.”
Akhirnya Diandra pun tertarik untuk bergabung, kini dia sudah berada di bawah hujan yang turun dari lamgit kemudian bersenang-senang bersama Sofia meskipun ini kali pertama mereka berinteraksi.
“ Kamu yakin nggak apa-apa? Anak kota kan nggak pernah main hujan.” Sahut Diandra.
“ Ini memang pertama kali aku main hujan, kalau pun aku jatuh sakit juga tidak masalah.”
“ Nanti kamu nggak bisa ke sekolah kalau sakit.”
“ Aku home schooling.”
“ Home schooling apa.?”
“ Sekolah di rumah, jadi guru yang datang ke rumah.”
“ Kamu nggak bosan? Sekolah di rumah sendirian dan nggak punya teman itu kan ngebosenin.”
“ Mau gimana lagi aku nggak bisa sekolah di luar.”
“ Kenapa nggak bisa.?”
Sebuah mobil sedan hitam baru saja memasuki pelataran rumah, Sofia langsung terkejut ketika Papanya turun dan langsung membawakan payung untuknya. Saat itu Papa Bian menatap Diandra dengan kesal karena mengira dia yang mengajak Sofia main hujan.
“ Ayo masuk.” Ajak Papa Bian menarik tangan Sofia dengan lembut.
“ Iya pa.” Balasnya lirih.
Mbok Tati dan Mang Ujang baru saja keluar dan mendapati hal yang mengejutkan mereka, Papa Bian tidak mengatakan apapun ketika melewati mereka untuk membawa Sofia masuk namun mereka tahu kalau Papa Bian sangat marah dengan kejadian ini.
“ Diandra, masuk.!!!”
**
Tok...tok...tok...
“ Masuk.” Sahut Papa Bian tegas.
Pintu baru saja terbuka dan membuat Mbok Tati dan Mang Ujang masuk ke dalam ruang kerja Papa Bian, keduanya menghadap dengan perasaan bersalah atas apa yang terjadi tadi sore.
“ Pak, saya mau minta maaf atas perbuatan Diandra.”
“ Ya sudah saya maafkan, lain kali kalian harus perhatikan dan jangan hal ini sampai terjadi lagi.”
“ Baik pak, terima kasih atas pengertiannya.”
Mereka pun beralih meninggalkan ruangan itu, lagi-lagi pintu terkuak dan kali ini yang masuk adalah Sofia dengan wajah memelasnya.
“ Hey, kenapa belum tidur.?” Tanya Papa Bian dengan mood yang lebih baik setelah melihat Sofia.
“ Jangan salahin Diandra pah, ini salahku. Aku yang mengajak Diandra main hujan.” Sahut Sofia kemudian.
“ Papa nggak percaya kalau kamu yang ngajak dia main hujan, selama ini kamu nggak pernah loh main hujan-hujanan.”
“ Tapi kali ini beneran pah, aku nggak bohong.”
“ Kamu nggak sedang menutupi kesalahan anak itu kan.?”
“ Nggak pah, aku serius.”
Sebesar apapun emosi Papa Bian ia akan luluh pada akhirnya setelah melihat Sofia memohon seperti itu, dia pun tidak mempermasalahkan kejadian tadi sore dan menyuruh Sofia untuk kembali ke kamarnya tidur.
**
Pagi itu Papa Bian lebih dulu datang ke ruang makan, dia tidak mendapati Sofia di sana kemudian meminta Mbok Tati untuk membangunkannya. Selagi Mbok Tati pergi membangunkan Sofia, ia pun mulai menyesap kopi sambil mengecek jadwalnya di kantor pagi ini.
“ Pak..., pak Bian.” Panggil Mbok Tati dari lantai dua.
“ Ada apa mbok.?” Tanya papa Bian melirik ke lantai dua dengan penasaran.
“ Non Sofia demam, badannya panas banget.” Setelah mendengar hal itu tanpa menunggu waktu lama Bian segera naik untuk mengeceknya.
Bian kini sudah berada di kamar putrinya dan menyentuh kening Sofia yang terasa sangat panas, dia pun panik terlebih lagi ketika Sofia tidak memberikan respon apapun.
“ Cepat hubungi dokter Anton.” Titah Papa Bian dan segera di laksanakan oleh Mbok Tati.
“ Sofia, kamu dengar papa sayang.?”
“ Hmmm..”
Respon Sofia sangat memprihatinkan membuat Bian sangat khawatir, alhasil ia membatalkan seluruh jadwal di kantor untuk dapat berada di sisi putrinya. Apapun untuk Sofia meski itu hal yang menyangkut tentang perusahaannya.
Selang beberapa menit akhirnya dokter keluarga pun datang, dia adalah dokter Anton sekaligus teman dekat Bian dan April. Pemeriksaan pun di lakukan oleh dokter Anton hingga pemasangan alat infus yang sekiranya sangat di butuhkan oleh Sofia saat ini.
Bian tidak ingin Sofia di bawa ke rumah sakit karena traumanya terhadap tempat itu, dia lebih memilih untuk mendatangkan dokter langsung tak peduli berapa pun harga yang di bayar untuk semua itu.
“ Bagaimana keadaanya.?” Tanya Bian setelah Anton selesai menanganinya.
“ Jangan khawatir, dia hanya demam biasa. Satu cairan infus dapat membuatnya jauh lebih baik.” Jelas Anton berhasil membuat Bian dapat bernafas lega.
“ Sudahlah jangan terlalu takut, putri mu sudah besar dan metabolisme tubuhnya pun meningkat. Dia tidak akan seperti waktu itu lagi.”
Bian mengangguk pelan, kemudian Anton pergi dengan meninggalkan satu orang perawat untuk memantau keadaan Sofia. Bian mencoba untuk menengok keadaan putrinya sekali lagi sebelum pergi menemui Diandra.
“ Cepat sembuh sayang.” Ucap Bian sambil mengecup kening Sofia lembut.
**
Anak laki-laki itu berjalan sendirian menuju ruang tengah dengan tatapan tunduk ke bawah, dan setelah ia berdiri di hadapan papa Bian barulah dia membungkuk dan meminta maaf kepadanya.
“ Saya benar-benar menyesal pak sudah membuat non Sofia sakit.” Ucap Diandra menunduk menyesal.
“ Duduk dulu.” Lontar Papa Bian menepuk sofa di sebelahnya, namun Diandra mengambil tempat di bawah.
“ Saya suruh kamu duduk di sini loh.” Sahut Papa Bian dan akhirnya membuat Diandra segera duduk di sebelahnya.
“ Saya sudah dengar dari Sofia kalau dia yang ngajak kamu main hujan, saya percaya putri saya karena dia tidak pernah berbohong sama saya. “
“ Saya harap hal ini tidak pernah terjadi lagi, kehadiran kamu disini hanya untuk bersekolah. Dan saya nggak mau sampai putri saya terlibat, kamu boleh berteman sama dia tapi dengan satu syarat.”
“ Kamu tidak boleh hasut dia untuk bersekolah di luar, kamu paham.” Kata Papa Bian penuh penegasan.
“ Paham pak.” Jawab Diandra mengangguk pelan.
“ Oke, jangan sampai mengecewakan kepercayaan saya ke orang tua kamu dan juga kamu.” Lanjut Papa Bian dan akhirnya meninggalkan Diandra sendirian.
**
Sinar mentari baru saja mengusik gadis cantik itu hingga membuatnya terbangun, sadar seseorang mengenggam tangannya membuat gadis itu menoleh dengan cepat. Ia terheran dengan tali infus yang masih terpasang di tangannya dan akhirnya membuat pria di sebelahnya terbangun.
“ Hey, kamu sudah bangun.”
“ Aku kenapa pah? Kenapa di infus kaya gini.?”
“ Kemarin kamu demam sampai nggak mau bangun, terpaksa papa panggil dokter buat infus kamu di rumah.”
“ Maaf ya pah udah buat papa khawatir.”
“ Yang terpenting sekarang putri papa udah sehat lagi.”
“ Papa nggak nyalahin Diandra kan? Aku sakit karena main hujan kemarin, papa nggak marah ke dia kan.?”
“ Nggak sayang, papa nggak marah sama Diandra.” Ucap Papa Bian membelai lembut kepala Sofia seperti biasa.
“ Terima kasih ya pa.” Lontar Sofia tersenyum manis.
“ Sama-sama sayang.”