33

1990 Kata
Pagi keesokan harinya papa Bian tidak menemukan Sofia di ruang makan, dia menoleh ke atas yang langsung memperlihatkan pintu kamar gadis itu. Waktu sudah menunjukkan pukul 06:40 tidak biasanya Sofia belum keluar dari kamar, saat mbok Tati masuk membawakan sarapan dia langsung memberitahu papa Bian. “ Non Sofia udah berangkat jam 6 tadi pak.” “ Jam 6? Kok berangkat pagi-pagi banget?” “ Katanya mau belajar di sekolah, lusa sudah mau ulangan semester katanya.” “ Nggak biasanya dia kaya gini, terus kenapa nggak pamit sama saya.?” “ Dia nggak mau ganggu pak Bian, jadi Cuma nitip salam sama saya pak.” “ Tapi dia udah sarapan kan.?” “ Dia bawa sarapannya ke sekolah pak, saya udah siapain makanan bergizi kok tenang aja pak.” Mbok Tati sebenarnya sangat takut saat ini, melihat ekspresi serius dari papa Bian yang terus memikirkan mengapa Sofia pergi begitu pagi, namun mbok Tati bersyukur sebab tidak ada lagi pertanyaan yang di lontarkan oleh beliau. ** “ Selesai.” Ucap Sofia dengan puas setelah ia baru saja menyelesaikan tugasnya yang kemarin di rusak oleh Kayla, beruntung guru memberi waktu tambahan sehingga dia bisa mengejakannya lagi. Kelas masih sangat sepi, baru dia dan satu murid yang saat ini sedang sibuk belajar. Jam sudah menunjukkan pukul 07:00 biasanya dia datang di jam seperti itu tapi sekarang dia bahkan sudah menyelesaikan dua tugas sekaligus. Sambil menyentuh wajahnya yang masih menyimpan rasa nyeri Sofia meraih ponsel dan menyalakan kameranya, lebamnya masih sangat jelas dan membuatnya menghela nafas berat. “ Sampai kapan aku harus menyembunyikan ini dari papa.” Keluhnya sambil menjatuhkan kepalanya di atas meja. Beberapa saat kemudian murid kelas 1-1 sudah mulai ramai, satu persatu dari mereka mengisi tempat duduk masing-masing. Di susul bunyi bel sekolah yang nayring dan membuat Sofia mengangkat wajahnya dengan malas. Kedua mata Sofia menangkap sosok yang membuatnya merasa sangat marah dan kesal, siapa lagi jika bukan Kayla. Hari ini dia kembali ke sekolah setelah beberapa hari tidak masuk, gadis itu hanya menuju kursinya tanpa menyapa siapapun seperti biasa. ** Kelas pun berakhir di jam 10:00 dan semua murid di perbolehkan untuk istirahat baik itu mau ke kantin atau stay di dalam kelas sesuka hati mereka, Sofia memilih untuk tetap tinggal. Dia ingat ada bekal yang di buatkan mbok Tati untuknya, dia membuka kota bekal itu dan sempat menawarkannya kepada teman sebangkunya namun sayang dia menolak dan Sofia terpaksa haru memakannya sendiri. “ Sofia, wajah lo kenapa.?” Tanya Naura yang baru menyadarinya ketika dia hendak keluar kelas bersama Mayang. Sofia diam saja saat di tanya seperti itu oleh mereka, dia bisa saja memberitahu semua orang bahwa pelakunya ada Kayla namun dia tidak ingin masalah semakin panjang sehingga dia hanya menjawab bahwa dirinya terjatuh kemarin. Naura dan Mayang sudah tidak penasaran lagi dan beralih menuju kantin, Sofia menoleh ke arah Kayla yang sedang menatapnya sinis. Dia heran kenapa Kayla justru yang terlihat sangat ingin balas dendam dari dirinya yang adalah korban itu. Kayla kemudian menggebrak meja yang membuat beberapa orang meliriknya dengan heran, gadis itu kemudian menyentakkan kakinya dan pergi dari kelas secepat mungkin. “ Ada apa dengan anak koruptor itu.?” “ Udah biarin aja.” Di kelas ini belum ada yang tahu soal Kayla lebih dari Sofia, dan sepertinya jika mereka tahu kalau rumah dan semua harta benda Sofia di sita oleh pihak terkait mereka mungkin akan membahas itu sampai membuat Kayla malu. Selagi tidak ada yang mengetahuinya mungkin Kayla akan diam dan tidak melampiaskan kekesalannya lagi pada Sofia, dia kembali fokus menyantap sandwitch buatan mbok Tati yang tiada duanya, dia juga meminum jus apel yang baik untuk di konsumsi setiap hari. ** Sepulang sekolah Sofia bergegas keluar kelas, dia tidak ingin berurusan dengan Kayla lagi. Kejadian kemarin cukup membuatnya trauma, dan dia ingin cepat menghampiri mang Ujang untuk membawanya pulang. Setibanya di tempat parkir, Sofia di buat terkejut karena yang datang menjemputnya bukanlah mang Ujang melainkan papa Bian. Terlihat jelas di wajah papa Bian saat ini yang terkejut melihat pipi Sofia yang bengkak dan lebam itu, ketika Sofia hendak menoleh papa Bian sudah berjalan menghampirinya duluan. “ Papa kenapa nggak bilang dulu kalau mau jemput aku.?” Tanya Sofia yang berbicara sambil membelakangi papanya. “ Papa ada disini loh, kenapa kamu bicara membelakangi papa.?” Sofia mulai berusaha menutupi wajahnya dengan rambutnya lagi, perlahan dia menoleh namun dengan cepat papa Bian menyingkirkan tangan Sofia sehingga sekarang terlihat jelas lebam itu di wajahnya. “ Wajah kamu kenapa bisa kaya gini.?” Tanya papa Bian khawatir. “ Sofia jatuh pa.” Balasnya pelan. “ Bagaimana bisa jatuh dan yang lebam hanya bagian wajahmu saja, ini seperti ada yang mukul. Coba kamu jujur sama papa, jangan buat papa khawatir dong.” Sofia mulai merasa risih sebab beberapa murid sekolah sedang memperhatikan mereka saat ini, alhasil Sofia segera menarik tangan papanya untuk masuk ke dalam mobil terlebih dulu. “ Kamu cerita sama papa ada apa sebenarnya?” “ Apa semalam dan tadi pagi kamu nggak muncul di hadapan papa karena kamu nggak mau papa sampai tahu soal ini.?” Sofia menunduk takut menjelaskannya, dia terus di desak oleh papa Bian untuk mengaku. Hingga akhirnya dia mengangguk pelan, papa Bian bukan orang bodoh jika di beritahu itu hanya luka yang di dapat karena dia jatuh. Pada akhirnya Sofia menceritakan semuanya kepada papa Bian, tidak ada yang di tutupi oleh Sofia dan membiarkan papanya tahu tentang Kayla dan Yuda. Setelah mendengarnya ekspresi papa Bian berubah, dia tidak marah atau pun sedih mendengarnya. Sofia bingung sebenarnya ekspresi apa itu? Biasanya papa Bian akan sangat marah mengetahui putrinya di sakiti oleh seseorang. “ Papa nggak marah.?” Tanya Sofia lirih. “ Kita pulang dulu, kamu harus istirahat. Lusa ada ulangan semester kan.” Lontar papa Bian di balas anggukan pelan dari Sofia. ** Karena kemarin batal belajar bersama dengan Diandra, terpaksa hari ini baru di lakukan oleh mereka berdua. Keduanya belajar bersama di halaman belakang rumah, Diandra terkejut melihat wajah Sofia yang lebam dan gadis itu juga menceritakan semuanya kepada Diandra yang sama terkejutnya dengan papa Bian. “ Mereka udah keterlaluan, anak-anak seperti mereka harus di beri pelajaran.” Ucap Diandra kesal. “ Aku kasihan sama Kayla, meskipun dia udah jahatin aku tapi aku nggak mau buat dia keluar dari sekolah. Papanya di penjara, rumah dan hartanya di sita, sekarang dia mungkin hanya tinggal bersama mamanya doang.” “ Ya tapi mereka harus bertanggung jawab, paling tidak minta maaf sama kamu.” “ Udahlah biarin aja. Cuma tamparan doang kok, coba aja waktu itu nggak ada dia mungkin aku udah babak belur.” “ Dia siapa.?” Tanya Diandra penasaran. “ Aku nggak tau siapa namanya, dia datang nolongin aku pas mereka mau menyerang untuk kedua kalinya.” “ Cowok.?” “ Iya, dia ganteng dan keren waktu nyelametin aku.” Diandra menatap Sofia bingung, sekarang wajah Sofia terlihat tidak seperti sedang mengkhawatirkan sesuatu sekarang. Dia lebih banyak tersenyum sambil membayangkan bagaimana cowok itu menyelamatkannya. “ Udah lanjut belajar lagi.” Sahut Diandra. ** Sofia telah selesai melangsungkan ulangan semester selama satu minggu terakhir, dia akhirnya bisa merasakan bagaimana rasanya menjalani ujian bersama teman kelas yang di awasi oleh satu orang guru dimana guru tersebut akan berkeliling memastikan tidak ada yang menyontek. Setelah di laksanakannya ulangan semseter tiba saatnya untuk semua murid menikmati waktu libur mereka, Sofia cukup senang bisa merasakan semuanya dan akan menikmati waktu liburnya kali ini dengan santai. “ Kamu mau liburan kemana? Papa bisa meluangkan waktu buat kamu kok.” “ Aku nggak mau kemana-mana, bisa pergi jalan-jalan bareng Diandra juga aku udah senang kok pa.” “ Kamu yakin.?” “ Papa ngizinin kan kalau aku boleh jalan-jalan sama Diandra.?” “ Ya boleh sih, tapi jangan jauh-jauh. Cukup daerah Jakarta dan sekitarnya aja.” “ Oke kalau gitu aku nggak akan berlibur kemana-mana, papa udah kasih izin soalnya.” “ Ya sudah, kalau kamu mau berubah pikiran kasih tahu papa ya.” “ Iya pa.” Balas Sofia dan di tinggal oleh papanya menuju kamar. Sofia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 10:00, gadis itu segera ke belakang menemui Diandra yang saat ini sedang sibuk membersihkan halaman. Kedatangan Sofia untuk mengajaknya bermain membuat Diandra menoleh ke arah mang Ujang menunggu jawaban apakah dia di perbolehkan pergi atau tidak. “ Kamu temenin non Sofia aja.” Sahut mang Ujang dan akhirnya mereka berdua pergi ke halaman depan rumah. ** “ Aku bosan, ajak aku main lagi kaya waktu itu.” Seru Sofia ketika mereka sudah berada di depan rumah. “ Hmm, main apa ya? “ Diandra mulai memikirkan permainan apa yang cocok untuk di mainkan bersama dengan Sofia saat ini. Sofia menunggu Diandra memikirkannya sambil melipat kertas yang di buatnya menjadi sebuah pesawat, ketika Sofia menerbangkan kertas pesawat itu tiba-tiba saja ide muncul di kepala Diandra. “ Main layang-layang yuk.” Ajak Diandra. “ Layang-layang? Dimana kita bisa dapat layang-layang.?” “ Kamu pernah main layangan gak.?” “ Belum pernah.” “ Kalau begitu kita buat aja layangannya biar sekalian kamu tahu cara buat dan mainnya.” Sore itu mereka berdua berpindah dari rumah Sofia menuju rumah tempat Diandra tinggal, kebetulan disana ada bahan-bahan untuk membuat layangannya sehingga mereka akan membuat layangannya tanpa keluar uang sepersen pun. Sekitar empat jam mereka membuat layangan mereka sendiri dengan desain yang mereka inginkan, Sofia ingin layangan miliknya berwarna merah muda dengan motif kupu-kupu dimana dia melukis gambar kupu-kupu di badan layangannya. Sedangkan untuk Diandra dia lebih simpel hanya dengan warna merah polos dan itu sudah jadi, hanya menunggu cuaca di luar lebih teduh barulah mereka akan mencoba untuk bermain di luar. “ Oke sudah selesai.” Ucap Sofia menunjukkan miliknya di depan Diandra. “ Mau main sekarang.?” Tanya Diandra di balas anggukan cepat oleh gadis itu. Setelah layangan mereka siap untuk dimainkan, sayangnya di halaman rumah tidak baik untuk bermain layangan di tambah tidak ada hembusan angin yang bisa membuat layangannya bisa terbang tinggi nanti. “ Biasanya orang-orang main layang-layang dimana.?” Tanya Sofia polos. “ Di lapangan, karena disana pasti banyak angin yang bisa nerbangin layangannya sampai ke atas.” Jawab Diandra. “ Ya udah kalau gitu kita ke lapangan aja sekarang.” “ Tapi kanu izin dulu sama papa kamu.” “ Aku udah dapat izin, yuk cari lapangan sekarang.” Diandra pun mengiyakannya karena dia sudah mendengar bahwa Sofia mendapat izin, jika tidak entah apa yang akan terjadi kepadanya nanti. Mereka berdua akhirnya menuju lapangan yang berada tak jauh dari kompleks mereka. Setibanya di lapangan rupanya tidak ada siapapun disana, mereka pun dapat bermain layang-layang dengan bebeas. Pertama-tama Diandra membantu Sofia untuk menerbangkan layangannya, cukup memakan waktu lama sebab Sofia tidak tahu caranya menarik ulur layangan tersebut agar dapat terbang dengan bebas. Perlahan namun pasti dia mulai terbiasa dan merasakan keseruan bermain layang-layang ketika layangannya terbang dengan sangat baik, Sofia tak berhenti berseru memainkannya hingga dia tak berhenti tertawa bahagia. Jika Sofia memerlukan bantuan untuk menerbangkannya, lain halnya dengan Diandra yang sudah mahir dan dapat menerbangkannya sendiri. Kini kedua layangan mereka sudah terbang bersama di atas sana, hanya saja milik Diandra jauh lebih tinggi di bandingkan Sofia. “ Kok curang sih, kan aku duluan yang naik ke atas.” Komentar Sofia tak terima. “ Kenalin, Diandra. Anak hebatnya kampung Jati Asih dalam bermain layangan.” Ucap Diandra dengan sombong. Sofia tertawa kecil mendengarnya, karena tak ingin membuat layangan Diandra semakin tinggi dia pun mengganggu cowok itu dengan mendorongnya pelan-pelan. Namun siapa sangka justru perbuatan Sofia membuat layangan miliknya putus dan dia terlihat sangat kecewa. Diandra tertawa puas melihat ekspresi cemberut Sofia, gadis itu tampak tak senang sekaligu sedih melihat layangannya sudah jatuh entah kemana. Melihat hal itu tak kuasa membuat Diandra segera memberikan miliknya. “ Ini pegang talinya, biar kamu ngerasain gimana rasanya nerbangin layangan setinggi itu.” Ucap Diandra menyodorkan layang-layangnya dan di terima Sofia dengan senyum merekah. Sofia benar-benar senang sore itu, dia bisa merasakan bermain sederhana namun dapat membuat perasaannya senang. Semua karena Diandra, dia tak tahu bagaimana jadinya jika cowok itu tidak datang di kehidupannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN