Sembilan bulan telah berlalu, bayi kembar putri Syakila sudah mulai belajar berjalan.
Ada perasaan senang saat Rana dan Rani mulai bisa berceloteh memanggil Imam dengan sebutan papa, tapi tetap tak bisa menurunkan ego seorang Imam untuk menghampiri dan menggendong mereka. Rana dan Rani tumbuh hanya dengan Syakila sebagai pengasuhnya.
Tak sedikitpun mertua ataupun suaminya membantu, dengan alasan mereka sudah capek di sawah, jadi pekerjaan rumah dan merawat anak adalah tugas Syakila. Hari hari Syakila kini dia jalani hanya dengan ke dua putrinya, dan di saat syakila rindu dengan suasana rumah ibu dan bapak maka Syakila minta di jemput oleh mereka, kadang Imam mau mengantar, tapi lebih sering tidak mau dengan alasan sibuk dan capek. Tanpa terasa Syakila sudah terbiasa hanya dengan kedua putrinya. Imam sama sekali tak pernah melibatkan dirinya dalam hal apapun, apa apa yang terjadi seolah memang tak ada yang menganggap Syakila ada di antara mereka. Tabiat Imam yang hanya menjatah Syakila sebagai uang nafkah pun masih sama, bedanya sekarang angkanya agak di lebihkan sedikit, mengingat kedua putrinya membutuhkan diapers, sekarang syakila di jatah 300 ribu, dalam sebulan itu bisa sampai 4 sampai lima kali, Syakila yang polos tak pernah menuntut, apalagi protes. Dia selalu berucap syukur dan Alhamdulillah saat suaminya memberikan uang tersebut. Hingga suatu hari saat Syakila bertemu dengan teman lamanya yang bernama muna, mereka bertukar cerita tentang pengalaman mereka dalam berumah tangga.
Muna adalah teman SMP Syakila, mereka dulu sempat dekat, Muna di jodohkan saat tamat SMU sama seperti dirinya. di kampung sudah menjadi hal yang wajar jika setelah lulus SMU sudah di nikahkan. Muna dan suami memutuskan untuk menunda kehamilan karena mereka masih ingin menikmati indahnya suasana pacaran halal dalam pernikahan mereka.
Saat muna menceritakan betapa royal dan baik suaminya, menceritakan bahwa dia selalu dilibatkan dalam urusan rumah tangga, sekecil apa pun urusan itu, Muna selalu di libatkan, bahkan dia selalu di beri kesempatan untuk memberikan pendapat, hal yang sangat berbeda di alami Syakila selama berumah tangga bersama Imam.
Hati Syakila terasa tercubit dengan cerita Muna,
iriii ? pastiii?. Wanita mana yang tak suka di perlakukan seperti itu, meskipun suami Muna tak sekaya Imam, tapi suami Muna mampu menghadirkan syurga dalam rumah tangganya.
dari sini syakila berfikir, apakah iya Syakila di anggap sebagai istri? apakah iya Syakila dianggap sebagai menantu?. Dan apakah iya Syakila merupakan ratu di rumah Imam?.
Sedangkan Syakila saja sering tak di anggap ada di antara mereka. Mereka sibuk dengan kehidupan yang mereka jalani. mereka sibuk ini dan itu tanpa sekalipun memperdulikan Syakila.
Semua cerita Muna membuatnya tertegun dan sejenak berfikir, terus apa peran Syakila di rumah suaminya?, siapa Syakila bagi Imam suaminya?masih pantaskah mereka di sebut suami istri? meskipun telah ada Rana Rani di rumah tangga mereka? Imam yang hanya menyentuh nya sekali dalam pernikahan mereka ,membuat Syakila ingin berontak kepada Imam,
diam-diam tumbuh di hati Syakila keinginan untuk di anggap ada di rumah tersebut, Syakila bertekad akan merubah keadaan, demi kesehatan mentalnya dan juga anak-anak nya.
meskipun Imam selalu acuh tak acuh kepadanya, entah sejak kapan, Syakila pun tak menyadari, di hati Syakila tumbuh rasa sayang terhadap Imam. Maha sang pembolak balik hati telah membalik keadaan hati Syakila, dengan ketulusan niat Syakila saat akan memasuki gerbang rumah tangga dulu, menjadikannya benar-benar mencintai Imam,
meskipun perlakuan Imam tak semestinya dan tak layak di anggap sebagai suami.
tiba-tiba Syakila ingin segera pulang ke rumahnya.
"IBu, Bapak, Syakila mau pulang sore nanti, bisakah Kak Anis atau Kak eva mengantar Syakila? Syakila sudah rindu keadaan rumah Syakila, boleh ya?" kata syakila dengan manja.
"Kenapa tiba-tiba nduk?" tanya Bu ni'mah kepada putrinya.
"Pengen pulang saja Bu, kangen suasana rumah,"
"Ya wes, emang Imam nggak bisa jemput kamu apa nduk? kok minta di antar sama kakakmu?."
"Mas Imam masih sibuk di kota Bu, nunggu di jemput Mas Imam, bisa-bisa malem Syakila pulangnya. Kalau hanya Syakila nggak papa Bu, tapi ini ada Rana dan Rani, kasihan bu, kan Mas Imam pake motor. Rana dan Rani nanti bisa kedinginan." jawab Syakila kepada Ibunya.
"Makanya nduk, beli mobil biar nggak kepanasan dan kehujanan, "canda ibu ke Syakila.
"Aamiin, Syakila anggap ucapan Ibu adalah do'a untuk kami."
"Ya wes nek kamu mau pulang, biar Ibu telfon kakak mu Eva dulu, kalau kak Anis nggak bisa kayaknya, soalnya ada acara sama temennya, mungkin pulang agak sore."kata Ibu
"Kak Eva juga nggak papa sih Bu,lagian Kak Eva bawa motornya kaya pembalap, Syakila suka."
kata Syakila sambil tersenyum.
"Kamu itu, inget bawa anak kecil, dua pula.
bilangin sama kakak mu nanti jangan ngebut bawa motornya." kata Ibu menasehati.
sambil tersenyum Syakila menjawab perkataan Ibunya.
"Khilaf Bu, Syakila masih sering lupa kalau Syakila adalah emak-emak beranak dua."
"Udah sana istirahat dulu, biar nggak ngantuk kalau di jalan, mumpung Rana dan Rani masih tidur, nyusul aja di samping mereka."
"Siap Bu," kata Syakila menjawab perkataan Ibunya.
"Maaf nduk karena Ibu, kamu mengalami semua ini, maaf karena Ibu terlambat menyadari kesalahan Ibu, andai waktu bisa di putar, Ibu akan mencegah mu untuk menikah dengan Imam.
Meskipun Syakila tak pernah bercerita kepada Ibunya nya, tapi perasaan Ibu tak bisa di bohongi, Ibu diam bukan berarti tak mengetahui keadaan anaknya, sebisa mungkin Ibu bersikap biasa dan tak mencoba untuk mengorek apa yang di alami Syakila, Ibu selalu bersikap biasa, seolah Dia tak tau apa-apa.
Tak terasa air mata Ibu mengalir membayangkan apa yang di alami oleh putrinya, semoga keikhlasan mu menjadi penggugur dosa dosa-dosamu nduk, bisik Ibu dalam hati .
Ibu pun berlalu untuk menelfon Eva .
"Assalamu'alaikum Va, sibuk nggak nduk?".
"Wa'alaikumsalam Bu. Alhamdulillah Eva sedang tepar ini Bu, nggak tau kenapa badan Eva rasanya lemes banget, mau ngapa-ngapain males, mana perut mual, makan apa pun serasa nggak ketelen, ada pa Bu?" tanya Eva ke Ibunya.
"Kamu bisa ke sini nduk? ibu mau ngomong sesuatu ke kamu."
"Nggak bisa Bu, ini Eva bener-bener lemes, kayak mabok kendaraan rasanya."
"Ya sudah, Ibu akan ke rumahmu, suamimu dimana?" tanya ibu lagi.
"Mas Fikri masih mencari rumput Bu, belum pulang."
"Ya sudah Ibu ke rumahmu sekarang."
setelah itu ibu matikan telfonnya.
Ibu bersiap ke rumah Eva, tak lupa dia mampir ke apotek untuk membeli alat pengecek kehamilan tespek.
Ibu berfikir mungkin Eva sedang mengandung.
***