Bab 1. Suami Yang Dingin dan Tak Tersentuh
Happy Reading
"Mas, ini kopinya," ujar seorang wanita yang bernama Dila. Dia meletakkan secangkir kopi hitam yang dia buat untuk suaminya. Seorang pria yang mengikrarkan ijab qobul dua hari yang lalu.
"Sudah kubilang tidak perlu melayaniku," ujar pria itu dengan dingin. "Ada pelayan yang akan melayaniku setiap hari, sebaiknya kamu diam saja, tidak perlu melakukan apa pun."
Wajah Dila langsung berubah sendu. Awalnya dia kira suaminya mengatakan hal itu karena ingin meratukan dirinya di rumah bak istana ini, tetapi ternyata dia salah.
Shaka tidak mau dilayani oleh Dila karena pria itu tidak menyukainya. Meskipun tidur sekamar, tetapi Shaka tidak mau tidur seranjang dengannya. Shaka memilih tidur di sofa.
"Tapi, Mas. Aku, kan istrimu." Masih bicara dengan nada lembut, Dila berusaha untuk membuat hati Shaka berubah. "Istri kewajibannya adalah melayani suaminya."
Pria itu tidak menanggapi istrinya, dia langsung pergi meninggalkan Dila di ruang keluarga sendiri. Dila menatap punggung suaminya sendu, tetapi hatinya tetap bertekad untuk membuat Arshaka Elfahreza Ghafar Mahendra jatuh cinta kepadanya.
***
Hari-hari Dila pun berlalu masih dengan kedinginan sang suami dan kegigihannya untuk membuat hati Shaka luluh.
Seperti pagi ini, Dila telah mempersiapkan baju untuk suaminya di atas ranjang, meskipun dia tahu kalau suaminya itu tidak akan pernah memakai baju yang dia pilih, tetapi Dila selama ini masih terus saja melakukan hal itu.
Suara gemericik di kamar mandi menandakan bahwa suaminya masih belum selesai membersihkan diri. Dila menatap ke arah foto pernikahannya yang terpajang di atas ranjang mereka. Ada rasa sakit di hatinya saat mengingat bagaimana perlakuan Shaka setelah mereka menikah.
Bahkan foto itu Dila sendiri yang memasangnya. Shaka tidak pernah berkomentar apa pun, pria itu selama ini hanya mengabaikan keberadaan Dila.
"Aku baru sadar jika senyum kamu tidak tulus, jelek sekali," gumamnya tersenyum kecut menatap wajah Shaka. "Beda banget jika kamu sama mbak Femi, kamu bisa senyum lebar dan keliatan bahagia."
Dua bulan pernikahan mereka, Dila baru menyadari jika ternyata suami yang sangat di cintainya itu menyukai kakak iparnya sendiri. Istri dari Danio–kakak kandung Shaka. Dila tidak bisa untuk cemburu karena kenyataannya Femi sangat mencintai suaminya dan menganggap Shaka hanyalah sebagai adik.
Hingga hal itu membuat Dila masih terus bersabar menghadapi Shaka, dia berharap suatu saat nanti Shaka akan membuka hati untuknya dan bisa melupakan Femi.
Pintu kamar mandi terbuka, Shaka keluar dari dalam kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melilit di pinggangnya.
"Mas, aku sudah mempersiapkan baju kerjamu."
Dila memalingkan wajahnya ketika melihat d**a Shaka yang begitu sempurna itu. Meskipun sudah menikah, Dila juga tidak pernah mendapatkan sentuhan dari sang suami.
Shaka menatap baju yang tergeletak di atas tempat tidur sekilas lalu dia berjalan menuju ke arah lemari. Benar dugaan Dila, suaminya itu tidak akan memakai baju pilihannya.
"Aku akan keluar," ucap Dila.
Gadis itu tahu bahwa Shaka akan memakai baju, jadi dia memutuskan untuk keluar dari kamar.
Shaka tidak menjawab dan langsung mengambil kemeja yang ada di lemari kemudian memakainya.
"Dasar keras kepala!"
Pria itu mendesah kasar, Shaka masih memikirkan Femi. Entah kenapa sangat sulit melupakan perasaannya itu.
Bahkan setelah menikah dengan Dila, rasa sukanya pada Femi masih sama. Shaka ingin segera melepaskan Dila setelah mendapatkan apa yang dia inginkan.
"Aku bukan pria yang baik, Dila. Kamu nggak pantas mendapatkan pria sepertiku. Setelah semuanya selesai, aku akan melepaskanmu."
***
Dila telah selesai memasak makan siang untuk Shaka, gadis itu ingin berusaha merubah perasaan suaminya agar bisa sedikit memandang ke arahnya.
"Akhirnya selesai dan siap untuk dibawa ke kantor," ucap Dila merapikan kotak bekal dan memasukannya ke dalam paper bag.
Dila ingin mengantarkan makan siang untuk Shaka ke kantor dengan harapan bisa meluluhkan hati suaminya itu. Kata orang-orang dari lidah turun ke hati. Tidak muluk harapan Dila, gadis itu hanya ingin Shaka bisa menganggap dirinya sebagai seorang istri. Meskipun belum bisa mencintainya, tetapi kalau Shaka mau menerima dan menganggapnya istri, bisa dipastikan perasaan cinta itu akan tumbuh dengan berjalan seiring waktu.
"Sebaiknya aku memberitahu Shaka dulu kalau aku akan datang ke kantor agar dia bisa menungguku," gumam Dila.
Gadis itu mengambil ponselnya dan mengetik pesan kepada sang suami. Setelah itu Dila pergi ke garasi untuk mengambil mobil yang memang di sediakan untuknya.
Selama perjalanan senyum Dila tidak pernah luntur, jantungnya berdetak tidak karuan. Sejujurnya dia sangat gugup.
"Aku yakin Shaka pasti bisa melupakan Mbak Femi. Dia sudah punya suami yang dicintai, jadi Shaka tidak bisa berbuat apa-apa. Aku harus bisa membuatnya membuka hati lagi," gumam Dila.
Perjalanan menempuh waktu 30 menit. Dila sudah tiba di depan kantor sang suami, memarkirkan mobilnya dan memutuskan untuk masuk setelah keluar dari mobil. Dia sudah beberapa kali datang dan semua orang sudah mengenalnya sebagai istrinya Shaka–CEO Mahendra Grup.
Gadis itu memasuki lift dan memencet angka 13 tempat di mana ruangan CEO berada. Dia sudah hapal semuanya, bahkan sekretaris dan asisten pribadi Shaka, Dila sudah kenal. Pintu lift terbuka dan Dila langsung keluar dari dalam lift dan langsung menuju ke ruangan suaminya.
Saat tiba di depan pintu ruang CEO, Dila ditahan masuk oleh seseorang.
"Maaf nyonya, tuan Shaka sedang tidak bisa diganggu," ucap seorang pria yang tidak lain adalah asisten pribadi Shaka.
"Tapi aku membawa makan siang untuk suamiku," jawab Dila mengangkat paper bag-nya.
"Tapi Nyonya—" Belum selesai Ferdy menjawab, Dila langsung nyelonong begitu saja. Melewati tubuh besar Ferdy dengan gesit.
Dila tahu jika sekarang sudah masuk jam makan siang dan Shaka pasti sudah beristirahat.
Akan tetapi langkahnya langsung terhenti saat Dila berada di depan pintu besar yang terlihat sedikit celah itu dan artinya pintu itu tidak tertutup rapat. Membuat Dila bisa mendengar suara di dalamnya.
Dila langsung meremas dadanya yang tiba-tiba terasa sesak, dia mendengar suara desahan seorang wanita dari dalam ruangan suaminya. Gadis itu paham apa yang telah terjadi di dalam sana. Ternyata selama ini Shaka mendapatkan kepuasan batin dari wanita lain. Pantas saja, sudah berbulan-bulan menikah tetapi Shaka bisa tahan tidak meminta haknya. Ternyata dibelakangnya pria itu telah berselingkuh.
Air matanya lolos begitu saja saat mendengar suara suaminya yang sepertinya sangat menikmati permainan mereka itu.
"Nyonya, tadi saya sudah menahan Anda agar tidak mendekat, tetapi Anda memaksa," ujar Ferdy.
Dila hanya bisa menangis tertahan. Rasanya ingin sekali mendobrak pintu itu untuk masuk dan melabrak keduanya. Akan tetapi, Dila tahu diri. Suaminya itu tidak pernah mencintainya dan Dila akan semakin sakit hati jika di dalam nanti Dila malah dipermalukan Shaka yang pasti akan membela selingkuhannya.
Ferdy menatap Dila dengan tatapan iba. Dia bisa mengerti perasaan istri dari atasannya itu yang mendengar langsung suara laknat tersebut.
"Ini untukmu," ucap Dila menyerahkan paperbag itu kepada asisten Shaka.
Dengan hati yang remuk, Dila berusaha menguatkan hatinya yang sudah hancur itu untuk pergi meninggalkan perusahaan sang suami.
Setelah ini, entah apa yang akan Dila lakukan. Apakah dia harus bertahan atau menyerah dengan pernikahannya.
Bersambung.