Semalaman aku tidak bisa tidur, padahal semalaman pula aku memejamkan mata. Ah, bagaimana aku menjelaskannya. Aku tentulah remaja laki-laki normal dan aku sadar betul kalau di dalam kamar ada seorang gadis cantik.
Hingga pagi datang dan ibuku mengetuk pintu aku baru sadar kalau aku tidak tidur semalaman.
"Hai, selamat pagi!" kata Annaliese sambil tersenyum dengan wajahnya yang sangat cantik.
"Ekhm." kataku mencoba tidak mengindahkan wajah cantiknya itu dan ku pikirkan kini kalau Analiese adalah seorang monster.
TOK TOK TOK!
"Badrun! Bangun, Nak!" seru ibuku dari luar.
"Kamu harus segera bersembunyi. Aku tidak akan memaafkanmu kalau sampai ibuku melihatmu." kataku.
Annalies hanya tertawa. Aku mulai mempertanyakan kewarasannya. Bagaiaman dia bisa begitu cerita saat bangun tidur di tempat yang tidak dia kenal bersama seorang laki-laki. Dia benar-benar tidak memiliki moral.
"Iya, Bu. Aku udah bangun nggak usah diteriaki lagi!" seruku.
Aku tentu belum melaupakan apa yang terjadi semalam. Peristiwa meja makan yang bukan kali ini saja terjadi dan bukan kali ini saja terjadi, melainkan bagiku sudah mulai menjadi makanan sehari-hari.
Ntahlah, aku benar-benar membenci apapun yang ada dalam diriku. Semua apa yang aku dapatkan selalu seperti itu, dicemooh, dibanding-bandingkan, dan di bully. Aku bahkan sampai bosan mendapatkan ini semua.
Bila saja aku adalah seorang perempuan sudah pasti aku sudah nangis tersebut-sedu di pojokkan lemari. Sayangnya aku adalah laki-laki dan bagaimana layaknya laki-laki. Aku terntu lebih memilih marah ketimbang menangis.
"Kau tunggu di sini! Jangan ke mana-mana." kataku kepada Annaliese.
Annaliese mengangguk dengan riang, "Oke." katanya.
Aku pun langsung berjalan menuju kamar mandi dan mandi dan tidak lupa aku membawa handuk beserta seragamku. Aku tidak mungkin keluar dengan menggunakan handuk saja seperti di film-film bukan? Aku tidak seperti itu. Aku masih punya kewarasan saat ini.
Setelah selesai akupun langsung keluar kamar dan menuju meja makan untuk sarapan. Marah-marah membutuhkan tenaga bukan?
Mama menyiapkan nasi untukku. Kakakku sudah ada di sana, di depanku sedang asyik dengan makannanya.
"Lihat, Pa. laki-laki masa hobbynya merajuk seperti perempuan saja." kata kakakku.
Akupun benar-benar kesal memikirkannya. Lalu aku memilih untuk berdiri dan langsung hendak pergi laku.
"Badrun! Kakakmu hanya bilang seperti itu saja kau mau meninggalkan meja makan ini iya?" seru papa.
Aku memutar bola mata malas karena baik Papa maupun Mama selalu tidak mengerti apa yang aku mau.
"Aku harus ke sekolah, Pa. Sudah terlambat." kataku.
Akupun langsung menuju kamar lagi sudah kenyang rasanya mendengar apa yang dikatakan oleh Kak Julian. Aku kesal sekali dan rasanya jika dilahirkan kembali seperti dalam cerita-cerita reinkarnasi yang pernah aku tonton, aku tidak akan mau menjadi adiknya lagi.
"Mengapa kau cepat sekali makannya?" tanya Annaliese.
"Sudah. Kau tak perlu banyak bicara. Ikut saja denganku." kataku kesal.
Annaliese pun menurut.
Aku mengajaknya keluar lewat pintu belakang. kami persis seperti maling, ungung kedua orang tuaku sedang asyuk dengan anak kesayangannya jadi aku tidak perlu merasa khawatir saat keluar membawa seorang gadis dari dalam kamar.
Catat itu. Ini adalah kali pertamanya aku membawanya.
"Kamu tidak berpamitan dengan orang tuamu?" tanya Annaliese.
"Ck. Tidak usah ikut campur dengan hidupku." kataku.
"Menurutku kedua orang tuamu cukup baik." jawab Annaliese.
Aku sontak menghentikan langkahku dan langsung menoleh ke arahnya, aku mulai berpikir apa yang dikatakan Annaliese. Dia tidak pernah mengenal kedua orang tuaku, mengapa dia mudah betul menyebut kalau kedua orang tuaku adalah orang yang baik.
"Iya, terlalu baik membanding-bandingkan." jawabku penuh dnegan penekanan.
"Mungkin karena kedua orang tuamu ingin kamu menjadi lebih baik." jawab Annaliese.
"Pergi." kataku.
Aku sudah tak tahan mendengarnya yang mencoba menceramahiku. Katakanlha hatiku kini seperti batu yang sangat keras namun aku benar-benar tidak sedang butuh diceramahi untuk saat ini. Aku benar-benar tidak suka diceramahi di saat-saat seperti ini.
"Oke." kata Annaliese dengan gembira.
Akupun menghela nafas dan terus berjalan lalu aku melirik ke belakang dan sudha tidak mendapati dia di belakangku. Sepertinya dia benar seorang atlet perempuan karena gerakannya cukup cepat.
Aku pun kembali berjalan. Aku sedikit lega karena tidak ada yang menguntitku lagi.
"Dor!" seru Annaliese yang tiba-tiba berada di samping smak-semak.
"Astaga!" seruku kaget.
Aku langsung memegangi dadaku karena terkejut. Melihat bagaimana aku terkejut membuat Annaliese merasa puas dan tertawa. Aku benar-benar tidak tahu di mana menyenangkannya mengagetkan orang lain seperti itu.
Sudah ku katakan bukan kalau dia itu aneh.
"Kalau aku sampai masuk ke rumah sakit karena jantungan, kau adalah orang pertama yang akan aku seret ke penjara!" seruku kesal.
Annaliese mengerucutkan bibirnya sebentar seperti protes namun kembali lagi tersenyum, "Aku hanya bercanda saja." kata Annaliese.
"Tidak lucu, tahu?" kataku kesal.
Annaliese langsung tertawa lagi.
Sekolahku sudah terlihat, dan aku tidak mau kalau semua orang melihat aku berjalan berdua dengan Annaliese. Aku tidak mau kalau aku menjadi bahan gosip yang nantinya akan menarik perhatian nenek lampir-nenek lampir itu untuk membullyku.
"Jangan ikuti aku! Aku tidak mau satu seolah melihat aku dan kamu jalan bersama." kataku.
Akupun langsung berjalan dan aku tidak mau menoleh lagi. Annaliese tidak sempat mengatakan sesuatu karena aku memilih untuk langsung pergi begitu saja.
Dan akupun merasa lega karena Annaliese tidak mengejarku ataupun tidak mengagetkanku seperti sebelumnya.
Akupun akhirnya masuk melewati gerbang. Sungguh, sekolah ini tidak pernah membuatku betah untuk berlama-lama di dalamnya karena aku tidak merasakan adanya sambutan di dalamnya. Rasanya kesal sekali.
Aku dengan lemas berjalan, dan tiba-tiba perasaanku tidak enak. Dan benar saja, perasaanku bahkan seperti sudah tahu apa yang akan terjadi kepadaku selanjutnya.
"Wahh ada gentong air nih!" seru wanita iblis yang sangatlah ingin kulenyapkan dari muka bumi.
Ya, siapa lagi kalau bukan Davina. Si kembar yang kelakuanya sebelas dua belas dengan kembarannya. Bahkan lebih parah. Aku benci sekali melihatnya.
Ntah apalagi yang akan dilakukannya kepadaku. Aku benar-benar tidak mau menebak karena melihat seringaiannya saja sudah cukup membuatku berpikir kalau kali ini masalah besar akan menghampiriku lagi.
"A-ada apa? K-kau mau apa?" tanyaku.
Bodoh! - seruku dalam hati karena cara bicaraku yang gagap kembali kepadaku hingga aku malu, benar-benar membuat malu.
"A-a-a-apa, g-g-gagap ya?" tanya Davina dengan cara yang sangat meledekku.
Aku benar-benar sakit hati melihatnya. Dia mengejekku sampai sebegitunya. Lalu Davina dan Sidekicknya langsung tertawa terbahak-bahak menertawakanku.
Ntah untuk yang keberapa kalinya aku ingin mengatakan kalau aku sangat membencinya. Benar-benar membencinya.
Suara tawa Davina dan kawan-kawannya membuat aku takut. Mereka seperti monster. Lalu akupun langsung berlari menuju kamar mandi. Selain aku takut, aku juga kebelet pipis dan takut keburu keluar saat di lapangan. s**l. Aku malu sekali.
Melihat gelagatnya saja sudah membuat aku merasa curiga.
Apa yang akan dia lakukan kepadaku lagi? -tanyaku dalam hati