PPW 16 – Pencegatan

1080 Kata
Perjalanan memang tidak akan prnah mudah. Aku tahu pasti itu karena untuk itulah kami dibawa ke sini oleh Kakek-kakek itu. Aku dan Annaliese memutuskan untuk duduk-duduk saja di depan istana. “Badrun, bukankah di dalam cerita yang aku baca Putri Shinta dan Pangeran Rama dikucilkan dari istana dan dibuang ke hutan?” tanya Annaliese. Aku tentu tidak bisa menjawab pertanyaan Annaliese karena aku tidak tahu persis bagaimana kisahnya. Namun, yang jelas,mungkin ada perbedaan cerita antara apa yang ada di dalam buku sekolah dengan apa yang kami alami. “Nthalah, akupun tidak tahu.. Mungkin belum,” kata Badrun. Baru beberapa dektik Badrun mengatakan hal tersebut, tiba-tiba  kami dikagetkan dengan suara teriak-teriakan dari gerbang terdengar dan membuat aku dan Annaliese mendongak seketika. Gerbang terlihat tengah dipaksa dibuka dari luar. dan semua peangwal istana langsung siap siaga untuk menhana gerbang itu. “Badrun, apa yang terjadi?” tanya Annaliese yang kini mulai ketakutan dan langsung memepetkan tubuhnya kepadaku. “Ntahlah, aku tidak tahu namun yang jelas kita harus menyelamatkan Putri Shinta dan Panegran Rama,” kataku. Aku pun langsung mengajak Annaliese untuk berlari ke dalam. “Pangeran, Putri!” seru kami berdua. Katakanlah kami tidak soiopan karena berteriak-teriak dalam istana namun kalau tidak begitu kami tidak bisa mencari keberadaan kepasang suami itri itud dengan cepat. “Ada apa?” tanya Pangeran. Beliau terlihat sekjali tidak suka kalau waktunya di ganggu. Melihat bagaimana pakaian yang dikenakan oleh Pangeranb, membuat aku secara refleks langsung menutupi mata Annaliese dengan tanganku. “Pangeran, ada yang meneyrang istana,” kataku dengan cepat. Ananliese langusng meloloskan diri dari tanganu. Analiese menyingkirkan tanganku dengan kassar. Karena kami dalam keadaan terdesak sehingga aku tidak bisa fokus lagi pada Annaliese. “Dari mana mereka berasal?” tanya Pangeran yang langsung mengambil atribut bgerperangnya yang ada tak jauh dari tempat mereka berada. “SKami tidak tahu, Pangeran. Namun, sepertinya yang menyerang istana sangat banyak jumlahnya,” kataku. “Kalau begitu saya mohon jaga istri saya. Saya akan melihat dna menghandle situasi. Di saat-saat seperti ini istri saya tidak boleh ada di istana itu sagat beresiko. Tolonglah bawa istri saya ke gudung tempat saya digigit anjing. Di sana aman. Saya mempercayaka istri saya kepadamu,” kata Pangeran. Kalau sudah begini aku tidak bisa menolak perintah lagi pula kalau aku hanya meminta Annaliese yang menjaga Putri rasanya tidak mungkin mengingat Annliese dan Putri adalah perempuan yang sangat butuh dilindungi oleh laki-laki. “Baik, Pangeran.” Jawabku. “Terima kasih.” Ucap Pangeran. “Sama-sama,” kataku. Panegran itu pun langsung pergi begitu saja meninggalkan keberadaan aku dan Annaliese. Kami beduua pun langsung berjalan menuju bilik pembatas ruangan tersebut degan kamar Pangeran Rama dan Putri Shinta. “Aaaa!” seru Putri. Aku mebelalakkan mata dan langsung menutup mata dengan cepat, “Maaf, Putri, Maaf,” kataku. “Biar saya bantu, Putri,” kata Annaliese. Analiese pun benar-benar cepat tanggap dan langsung membantu Putri Shinta. Kemudian, Annaliese pun memberi pengertian kepada Putri untuk pergi meninggalkan istana. Putri Shinta awalnya tidak mau meninggalkan suaminya di iistana namun karena paksaan dan coba memberikan pengartian akhirnya Putri Shinta pun mengalah dan memilih untuk menurut. “Maaf, Putri. Akmi tidak tahu mengenai istana ini, apakah ada jalan alternative untuk kelaur? Karena kita tidak mungkin keluar lewaty pintu depan,” kataku. “Ada.” Jawab Putri Shinta. Aku dan Annaliese pun menganggukkan kepalanya. Kemudian, aku, Annaliese,Putri Shinta dan juga dua orang penjaga langsung pergi menuju ke tempat yang sudah diterangkan oleh Pangeran Rama. Aku sebenarnya tidak yakin mengenai jala yang harus aku tenmpuyh menuju tempat Pangeran di serang anjing. Namun, aku tentu tidak bisa mengatakannya. Sebagai laki-laki aku tentu harus bisa melindungi para perempuan yang ada di samping kanan dan kiriku ini. Kami pun berjalan dnegan tergesa-gesa sampa aku tida sempat mengagumi ruang bawah taangh istana yang bsia membawa kami seua keluar di tempat yang sangat jauh dari istana. Tepatnya di dekat danau. Aku pun langsung menoleh ke kanan dan ke kiri karena aku sendri pun bingung harus menuju ke arah mana. Andai saja aku membawa kompas. Aku tentulah tahu ke amna arah yang bisa aku datangi untuk menuju ke tempat Pangeran diserang anjing liar. “Kita harus ke mana, Badrun?” tanya Annaliese. Annaliee tampak cemas. Dia seperyinya juga tidak bisa membaca arah. Aku pun langsung memutar otak. Kami tentu tidak bisa berdiam di sana saja karena cepat atau lambat, pihak laawan yang ntah dari mana ituakan datang. Aku pun mencoba menimbang-nimbang dengan cara cap-cip-cup dalam hati. “Kita ke snaa,” kataku menujuk ke arah utara dari tempat kami berdiri.; Kami pun langsung berlari. Namun, nasib s**l memang benar-benar tidak bisa diprediksi. Sebab, di tengah jalan. Kami harus puas dengan cegatan yang dilakukan oleh pihak lawan. “Ada apa ini?” tanyaku yang mencoba menjadi pemberani lagi pula saat ini aku tengah berada di dimensi waktu yang berbeda jadi mungkin aku bisa sedikit menujukkan keberanianku. “Ikut kami!!” kata beberapa orang yang bergerombol. Aku pun langsung terlibat perkelahian dengan orang yang mencegat langkah kami, begitu juag dengan pengawal yang ikut mengawal kami. Aku mencoba bertarung sekuat teanga padahal kalau dipikir-pikir kami memang kalah jumlah. Tiga orang melawan 10 orang yang kekar-kekar tentulah saangt sulit. Di tambah mereka memilik pasukan lagi untuk menangkap Putri Shinta dan juga Annaliese. Putri Shinta dan Annaliese sebeanrnya sudah aku minta u8ntuk untuk pergi namun mmereka berdua tidak mau pergi. “Lepaskan saya!” seru Puttri Shinta dan juga Annalies.e Aku yang mendengar suara itu langsung menoleh. “Kalian menyerah saja,. Atau mereka akan kami bunuh,” kata Penjahat yang menyandra Annaliese. Aku pun otomatis langsung menyudahi aktivitas berkeloahiranku. “Kalian tidak boleh bertindak sepereti ini. Ini semua namanya tidak fair!” seruku. Aku tentulah marah berat. Hingga akhirnya, setelah perdebatan panjang dna tidak menemui titik terang, gerombolan itu pun langsung menangkap kami. Meski aku sudah mengerahkan semua kemampuan namun tetap saja aku tidak bisa melawan banyak  orangnya. BUG! Seketika aku merasakan suatu beban berat mengenai kepalaku. Aku pun seketika langsung tidak bisa mengingat apa-apa lagi. Demuanya gelap. Gelap sekali. *** Aku mulai membuka mata, seketika aku merasa tubuhku seperti diayun-ayun. Lalu, aku menoleh kepalanya ke semua penjuru. Kini aku sadar kalau aku tengah berada seperti tengah naik delman. Aku buru-buru menyingkap tirai yang ada di dekatku. Seketika aku pun bisa melihat sesuatu seperti labu raksaksa yang tengah di bawa oleh empat orang pengawa. Kini aku pun mulai sadar kalau ternyata aku tengah berada di tempat yang seperti labu raksaksa yang aku buat. “Di mana aku?” tanyaku. “Di mana, Annaliese?” sambungku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN