BAB 34

2163 Kata
Embusan napas masih memburu keras. Pasalnya Ko Ji kali ini harus berkeringat ekstra untuk dapat menghadapi vampire lain yang juga sama merepotkannya.   Sebulan telah berlalu. Desa Sobong masih tetap aman hingga hari itu berkat ketekunan Ko Ji yang menjaga kawasan tersebut dari kumpulan zombie. Setiap harinya selama satu bulan ini, Ko Ji benar-benar menjalankan apa yang penduduk pinta. Menjaga setiap kawasan setiap harinya bahkan keluar dari gerbang untuk memenuhi beberapa kebutuhan warga. Meski sekarang kota dalam keadaan lockdown, beberapa kesempatan, Ko Ji bisa mendapatkan bahan pangan yang tersisa dari kota kosong. Rutinitasnya terus berlanjut dengan memperbaiki pagar dan menjaga perbatasan untuk mengurangi penumpukan zombie dengan membuat jebakan.   Semua Ko Ji lakukan sendiri tanpa bantuan warga lainya. Beberapa kali So Ji ikut serta membantu, itupun dengan paksa. Ko Ji sama sekali tak mengijinkan So ji terlibat dalam kegiatan apapun.namun bagi So Ji yang diam di rumah kemudian mendengar canda tawa tetangga yang menganggap situasi gawat ini tanpa memikirkan keselamatan kakaknya, membuat So Ji tak bisa lagi menahan diri.   Beberapa dari mereka memang ada yang bersimpati meski tak bisa melakukan apapun untuk membantu Ko Ji melindungi desa. Tapi yang lebih buruk dari itu juga masih beekeliaran seperti tak pernah menganggap kakaknya yang tengah bekerja keras.   “Mau ke mana So Ji? Membawa makanan untuk kakakmu yah?” sapa salah seorang warga yang terlihat bukan tengah bersimpati melainkan meledeknya.   So Ji mengepalkan kedua tangannya.   “Oh..mana mubgkin itu makanan. Sudah pasti darah segar.”   Hii..sebenarnya aku masih takut melihatnya. Tapi mau bagaimana lagi.”   “Kalian..kalian memang kejam!” teiak So Ji yang memilih untuk meninggalkan sekumpulan wanita tadi. Suasana desa yang ramah dan jauh dari sikap tidak bermoral seperti itu, begitu So Ji rindukan. Melihat semuanya telah berubah semenjak mereka tahu siapa wujud asli kakaknya, desa Sobong menjadi tempat yang tak mengenakkan bagi So Ji. Ia benar-benar merasa kecewa dan marah.   So Ji berlari tak tentu arah menuju gerbang. Terlihat Ko Ji tengah bertarung dengan vampire lainnya yang mengenakan baju perang ala tentara romawi kuno. Vampire tersebut bahkan mengendarai kudanya lengkap dengan tombak di tangan kanannya.   Tubuhnya sangat besar. Ditambah lagi ia berada di atas kudanya. Membuat vampire tersebut menyeramkan dan juga kuat. Lagi-lagi pertarungan Ko Ji itu dibuat tontonan oleh warga. Sambil santai mereka duduk ataupun betah mengisi waktu luang dengan menonton pertarungan Ko Ji yang bisa kapan saja akan membunuhnya itu.   Setiap harinya, So Ji akan selalu merasa was-was. Baik itu siang ataupun malam. Ko Ji benar-benar sedikit beristirahat. Dan setiap kalinya kembali ke rumah, Ko Ji pasti akan terlihat sangat letih dan pucat. Jika saja para warga tahu kalau Ko Ji layaknya manusia biasa yang bisa makan apa saja selain darah, mungkin semuanya akan terlihat normal saja. Tapi sayangnya, image Ko ji sebagai vampire yang kejam tetap melekat di hati mereka.   Tak terkecuali keluarga paman kakak beradik ini yang tentu saja sampai sekarang masih menyimpan dendam atas kematian anak mereka – Ja Hyun. Kondisi bibi Bae terus membaik. Tapi bagi So Ji, wanita yang ia panggil bibi itu sudah seperti musuh dalam selimut baginya.   Setelah mereka tahu jika ko Ji bukanlah manusia biasa, banyak gossip yang berembus tak benar semuanya berasal dari mulut bibi Bae. Termasuk mengatakan bagaimana Ko Ji menebas Ja Hyun tanpa belas kasihan juga dia mengaitkannya dengan Ko Ji yang menjadi buas. Dan banyak hal lainnya yang semakin memperburuk image Ko Ji yang selama ini selalu baik.   Meski kesal, tak ada yang bisa So Ji lakukan untuk membalasnya. Itu semua karena kakaknya sendiri yang melarangnya untuk membalas perbuatan dan ucapan siapapun yang menghina dirinya.   KILAS BALIK   “Kak..kita pergi saja dari sini. Semakin lama, mereka terus merendahkanmu, kak!”   Alih-alih merasa kesal,Ko Ji membuat senyuman hangat pada sang adik yang dulu bahkan tak pernah Ko Ji tunjukkan kepadanya.   “Aku tidak bisa –“   “Kenapa kak? Kenapa?” tanya So Ji kesal. Gadis itu lantas kembali terduduk lemas di kursinya. Ko Ji tak menjawab apapun lagi. Hingga sekarang, ajakan itu tak pernah Ko Ji setujui. Dan mungkin akan bertahan lama.   KILAS BALIK SELESAI   Vampire yang bergaya ala tentara romawi itu mulai menyerang. Kuda gunungnya yang perkasa mulai mendekati Ko Ji dengan kecepatan penuh. Tombaknya ia acungkan ke depan seolah apapun yang ia lewati bersama kudanya dapat menyingkirkan apapun.   Suara tepukan sepatu kuda kian menambah kesuraman pertempuran. Ko Ji yang tak mengenakan perlengkapan khusus apapun itu mulai ikut berlari mendekat seakan hendak saling beradu banteng. Namun tepat saat kuda tersebut sampai, Ko Ji langsung melompat mengarahkan pedangnya di atas kepala vampire tersebut. Tombak pun di arahkan ke atas bermaksud untuk melukai Ko Ji yang berada di atas kepalanya. Tapi sabetan tombat tersebut kalah cepat dengan sabetan pedang yang Ko Ji lakukan.   Seolah tak terjadi apapun, mereka sama-sama berhenti sejenak. Hingga satu persatu semua terlihat hasil dari perkelahian sengit itu.   Ko Ji terlihat mendapatkan goresan panjang di perutnya. Meski lukanya tidak lah fatal, Ko Ji cukup menyesalinya mengapa ia bisa terkena. Sedangkan di sisi lain, vampire tentara romawi itu agak terkejut. Ia memeriksa apa yang terjadi pada tubuhnya setelah mereka bersinggungan. Merasa tak mendapatkan luka apapun, pria tersebut hendak menertawakan Ko Ji. Namun yang terjadi justru lebih mengerikan. Tanpa ia sadari dan tanpa ia rasakan, kepala tentara tersebut menggelinding dari lehernya. Sama sekali tidak menyadari hal tersebut bahkan para warga yang menonton pertarungan tersebut. Hingga suara tepuk tangan dan sorakan bersahutan. Mereka senang melihat desa kembali aman dan nyaman selama Ko Ji menjadi penjaga desa Sobong.   Sama persis seperti apa yang mereka katakan dan bincangkan, bahwa mereka tidak perlu melakukan apapun selama masih bisa memanfaatkan Ko Ji.   So Ji bergegas untuk keluar dari gerbang. Namun sebelum ia pergi, So JI melihat sosok paman Han yang memandang lurus ke arah Ko Ji. Entah apa yang dipikirkan pria setengah abad tersebut, So Ji memilih memalingkan wajahnya ketika mereka tak sengaja saling bersinggungan. So Ji sempat terkejut namun akhirnya ia memilih melupakanya meski dia sendiri tidak akan lupa dengan apa yang diilakukan paman Han ketika ia disekap di dalam gudang.   So Ji masih tetap merasa kesal dan malu setiap kali ia mengingatnya.   Setelah yakin vampire tersebut tak berubah wujud seperti terakhir kali yang terjadi pada Minerva, Ko Ji akhirnya bisa leluasa menjatuhkan diri ke tanah untuk memulihkan badannya yang letih. Tak bisa dipungkiri bagi Ko Ji, ia begitu lelah.   Setiap paginya ia harus menjaga perbatasan sambil mencari bahan makanan untuk para penduduk desa Sobong, lalu malamnya ia akan berjaga. Meski jumlah zombie yang datang dalam jumlah yang berskala kecil, tapi setidaknya Ko Ji telah berhasil menghalau para zombie yang masih sampai saat ini masih bertahan di perbatasan.   Beberapa kali pula Ko Ji berusaha mencari bantuan kepada para petugas keamanan, namun hasilnya masih nihil.  Belum ada yang menanggapi panggilan Ko Ji tersebut. Karena, mau tidak mau, warga desa Sobong harus tetap dipindahkan ke tempat yang lebih baik daripada terkepung di satu wilayah yang memungkinkan zombie saat ini tengah mengepung desa Sobong dibeberapa tiitk lokasi.   Ko Ji telah melaporkan hal tersebut kepada kepala desa untuk berhati-hati. Tapi hal itu malah ditanggapi berbeda dari berbagai sisi. KILAS BALIK   “Pindah?”   “Yah..semua warga yang selamat setidaknya di observasi terlebih dahulu. Pemerintah juga sudah memberikan penjaminan bahwa yang masih selamat dan tak terinfeksi untuk pergi ke barak. Di sana jauh lebih aman daripada –“   Seorang warga berteriak sambil menghentakkan tangannya di atas meja. Dari wajahnya, ia terlihat tidak setuju dengan rencana Ko Ji tersebut.   “Apa kau tahu seberapa jauh itu? Barak Timur dengan desa Sobong? Itu semua omong kosong! Aku malah takut mereka hanya akan memanfaatkan kita!” teriaknya yang hanya ditanggapi santai oleh Ko Ji selaku pemberi pendapat dan idenya.   “Aku tahu! Kau hanya ingin terbebas dari hukuman ini,kan?”   Pria tersebut berteriak menentang ide Ko Ji tersebut. Lantas dengan santai pula kepala desa memotong ucapannya, “Ini aneh. Kita takut tentara akan memanfaatkan kita jika tiba di barak. Apa sekarang bukannya kita malah terlihat memanfaatkan Ko Ji selama ini? apa itu sebuah hukuman? Padahal Ko Ji tidak pernah melakukan kesalahan?”   Semua yang mengikuti pertemuan tersebut langsung terdiam. Saling bersitatap satu sama lain seolah di wajah – wajah mereka tertulis dengan nyata kebodohan yang selama ini mereka lakukan.   “Aku akan coba pertimbangkan hal itu, Ko Ji. Sekarang, kembali lah ke tempatmu.”   KILAS BALIK SELESAI   Begitulah hingga ide itu berlalu begitu saja. Seperti yang diduga oleh Ko Ji. Aparat desa pun tak mau mengambil resiko untuk pindah itu.   Lalu begitu malam menjelang, selain berburu , Ko Ji juga harus kembali mengawasi perbatasan dari serangan para vampire. Rutinitas tersebut memungkinkan Ko Ji untuk minim tidur dan beristirahat. Dan setiap harinya, ia juga harus berdebat dengan sang adik yang memintanya berhenti. Tentu saja hal tersebut Ko Ji tolak demi alasan tertentu.    So Ji kembali menjemputnya dengan wajah yang cemberut. Meski Ko Ji tahu adiknya itu sangat mengkhawatirkan dirinya, yang bisa Ko Ji lakkukan  adalah menghibur sang adik. Terlepas begitu lelahnya Ko Ji menjalani semua itu.   “Sudah makan?”   Selalunya, So Ji akan datang mendekati kakaknya yang telah selesai bertarung ataupun mengawas dengan rintikan airmata. Tapi kali ini, So Ji tak ingin menangis lagi demi mencoba untuk menerima semua keadaan.   “Bagaimana aku bisa makan? Aku kan Cuma bisa masak telur.”   So Ji mengejek dirinya sendiri yang buruk saat memasak. Mendengar rengekan adiknya itu, Ko Ji lantas tersenyum dengan semringah sambil merangkul So Ji hangat dan penuh canda.   “Humm..mau makan sesuatu?”   “Masakan korea? Bukankah kakak ada bawa stok beberapa bahan makanan itu kan?”   Ko Ji mengangguk sambil mengingat apa yang So Ji katakan itu. Dengan senang hati, Ko Ji menyetujuinya.   “Oke. Mari kita makan masakan korea!”   Keduanya terlihat bersemangat meskipun berada dalam situasi yang memilukan. Demi orang lain, mereka rela melarat. Tinggal di gubuk kecil yang bahkan kurang layak. Letaknya sedikit berada di perbukitan. Ko Ji bilang, itu memudahkannya untuk mengawas dari ketinggian.   So Ji hanya bisa menerimanya sembari berpikir bahwa tak buruk tinggal jauh dari para tetangga yang suka mengolok dan tak berterima kasih itu. Karena dengan begitu,So Ji bisa mengurangi kekesalannya.   Sampai di depan rumah, Ko Ji mencium keberadaan seseorang di rumahnya. Begitu mereka waspada dan bersiaga, alangkah terkejutnya kakak beradik tersebut mendapati rumah mereka tengah dimasuki oleh seseorang. Yang ternyata adalah..   “Paman So Man?”   Keduanya saling bersitatap bingung. Namun tak memungkiri itu membuat hati Ko Ji menghangat. Ia sangat senang sekali bisa melihat pamannya lagi setelah sekian lama mereka menutup diri. Tentunya kecuali Ro Na dan ibunya. Bagi Ko Ji, bisa kembali melihat paman So Man, sudah lebih dari cukup baginya. Begitu pula dengan So Ji.   “Aku..membawa beberapa bekal untuk kalian. Makan lah.”   Dengan canggung, So Man menawarkan makanan yang ia bawa dari rumah. Karena kedua kakak beradik itu lambat memberikan respon, So Man pun berpikir mereka tak ingin menemuinya lagi. Tapi apa yang ada dipikirannya jelas berbanding terbalik dengan apa yang dipikirkan Ko Ji maupun So Ji.   “Jangan pulang dulu paman. Singgahlah untuk makan bersama,” ucap Ko Ji lembut sambil mendekat ke arah So Man yang berdiri tak jauh dengannya.   Dengan lembut, So Man memberikan tepukan dan senyuman hangat kepada keduanya.   “Baiklah kalau kalian memaksa –“ Pertemuan kembali antara paman dan keponakannya itu sedikit agak canggung. Namun meski begitu, acara makan bersama mereka berjalan dengan baik. So Man terlihat senang melihat kedunya tumbuh dengan baik dibalik diskriminasi yang mereka dapatkan dari warga.   Mengingat kejadian masa lalu, So Man menghentikan makannya lalu tertunduk lesu. Melihat hal tersebut So Ji langsung mengkhawatirkan keadaan pamannya itu.   “Ada apa paman?” tanya So Ji khawatir.   So Man mengangkat kepalanya lantas sedikit mengeluarkan airmata yang semakin menambah kepanikan antara kakak beradik tersebut.   “Paman..apa terjadi sesuatu?”   “Tidak So Ji. Paman baik-baik saja. Aku hanya sedih karena sudah melakukan hal yang tidak pantas pada keponakanku yang malang. Aku minta maaf dengan tulus. Karena sudah memperlakukan kalian –“   “Paman..itu bukan kesalahan paman. Kami mengerti keadaanmu saat itu,” tukas Ko Ji yang lantas meletakkan sumpitnya ke atas meja.   Suasana menjadi sedikit sentimental sehigga So Ji pun ikut menangis mengingat semua kejadian itu sampai keluarga mereka membenci keberadaan mereka. Tanpa sungkan setelahnya, So Ji mendekati sang paman, lalu memeluk pria yang sudah mereka anggap ayah sendiri itu dengan erat. Setelahnya, perasaan resah itu pun kembali menjadi hangat. Ini semua pun tak lepas dari peran Ko Ji yang sabar dan tabah menghadapi semua ini.   ."Maaf karena aku belum bisa mengajak bibi kalian untuk memaafkan kalian. Bersabarlah sedikit lagi,” ungkap So Man yang memilih melepaskan pelukan So Ji sambil menyeka airmata anak perempuan yang tomboy itu.   Bagi So Man sendiri, Ko Ji dan So Ji tentu saja sudah seperti anaknya sendiri. Karena itulah saat ia memutuskan untuk menjauhi keduanya, rasa bersalah terus hinggap di hatinya. Setiap harinya bahkan So Man terus dibayangi oleh pertanyaan –   “Apa salah mereka sehingga aku pantas memusuhi mereka?”   Selalu terus mengingat ucapan itu, akhirnya ia menjebol pertahanan dirinya sendiri dan kini mendatangi keduanya dengan penuh kerinduan. So Man bersyukur, ia membuat keputusan yang benar setidaknya untuk dirinya sendiri. . bersambung      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN