BAB 22

1345 Kata
EPISODE SEBELUMNYA   “Lari Ro Na! Tinggalkan aku!” teriak Ja Hyun yang sudah mulai putus asa. Mendengar hal itu tentu saja membuat Ro Na ketakutan dan bingung.   Satu sisi ia takut akan diserang oleh zombie lainnya yang sedang berlari mengejar. Satu sisi, ia sedih dan bingung meninggalkan sang kakak sendirian. Keadaan itulah yang membuat orang tua mereka meradang melihat kedua anak mereka dalam bahaya.   Bibi Bae dan suaminya memaksa untuk lekas dibukanya pintu lebih lebar lagi. Tapi tetap saja, pintu bergerak dengan lambat meskipun remote percepatan diaktifkan. Keputusasaan kedua anaknya disaksikan langsung oleh mereka sehingga orang tua mereka pun merasakan kesengsaraan yang mendalam karena tak bisa melakukan apapun untuk menolong.   Ro Na yang akhirnya terdesak karena melihat pra zombie kian mendekat itupun akhirnya memilih untuk meninggalkan kakaknya Ja Hyun. Dalam tangis yang amat pilu itu, Ro Na berlari sekuat tenaga menjauhi sang kakak yang tengah berjuang sendirian menghadapi zombie. Ro Na tak berani menoleh ke belakang laagi hingga ia sedikit lagi mencapai gerbang.   Terdengar teriakan dari Ja Hyun yang membuat dirinya kembali sedih. Ro Na akhirnya menoleh setelah mendengar suara kendaraan datang mendekat. Dilihatnya mobil tersebut mengarah ke tempat Ja Hyun lalu berhenti. Dari sana, keluar Ko Ji – sepupunya yang turun dari mobil lalu dengan mudahnya menebas kepala zombie tersebut dengan pedangnya. Setelahnya, ia membawa Ja Hyun masuk ke dalam mobil.   Kendaraan yang biasa dipakai untuk off road itupun melaju kencang mendekati Ro Na. Dan alangkah terkejutnya So Bin melihat sepupu yang biasa ia ajak berkelahi itu membawa mobil besar itu.   “Ro Na! Lekas naik!” teriak So Ji keras.   Ro Na langsung naik dan mereka pun pergi. Tapi Ko Ji memilih menghalau zombie yang mengejar. “Kalian baik-baik saja kan?” tanya So Ji khawatir.   Ro Na yang mendengar itu melirik kakaknya was-was, “Aku baik-baik saja. Tapi Ja Hyun –“   So Ji ikut melirik apa yang Ro Na lirik. Dan ternyata, Ja Hyun mendapatkan luka kecil di tangan kirinya akibat usahanya untuk mengahalau zombie tersebut. So Ji pun hanya bisa terdiam sambil terus ikuti perintah kakaknya untuk membawa mobil tersebut tepat di depan gerbang.   Paman So Man dan bibi Bae Im Na tentu saja menyambut girang atas kedatangan anak-anaknya dan keponakannya itu. Namun usaha mereka untuk masuk ke dalam, masih belum membuahkan hasil. Pintu masih terbuka sedikit dengan perumpamaan hanya bisa dimasuki binatang seperti tupai saja. Mereka masih harus menunggu untuk masuk sembari bersiaga dengan kedatangan para zombie.   Padahal di belakang mereka, Ko Ji jelas tak mengijinkan hal itu terjadi. Dengan kekuatan penuhnya, Ko Ji melumpuhkan zombie yang terus keluar dari hutan. Awalnya jumlah mereka sedikit dan hanya memasuki perbatasan sedikit demi sedikit. Lama-lama Ko Ji bisa merasakan, bahwa jumlah mereka kemungkinan lebih dari seratus.   “Mereka semakin berdatangan.”   Ko Ji sendiri ikut resah. Bukan ia tak mampu untuk menghadapi mereka semua. Tapi bisa saja, jika ia berhadapan dengan satu kumpulan, sekumpulan yang lain pergi mendekati gerbang. Ia tak bisa melanjutkan hal ini sendirian.     Ko Ji memilih untuk mundur. Bau amis darah dan bau busuk tubuh manusia kian mendekati wilayah perbatasan. Ko Ji berlari cepat menyusul mereka yang hendak masuk. Tapi terkendala oleh pintu yang masih belum bisa terbuka lebih lebar lagi. Ko Ji kemudian datang menghampiri dan mencoba membuka pintu dengan kekuatannya. Dibantu oleh warga lain yang berada di dalam gerbang, akhirnya pintu bisa dimasuki oleh orang-orang yang bertubuh langsing. Tinggal sedikit lagi untuk bisa terbuka bagi beberapa orang yang masih belum bisa memasukinya.   Tapi waktu mereka terdesak karena kemunculan zombie yang kian mendekat. Mau tak mau, Ko Ji kembali maju untuk menghalau mereka sebisa mungkin.   “Cepatlah masuk!” perintah Ko Ji yang kembali mengacungkan pedangnya.   Dengan perasaan was-was, So Ji memandangi kakaknya yang berjuang sendirian. Namun sejurus kemudian, So Ji teringat akan perkataan One kepadanya.   “Tidakkah kau merasakan keanehan dari kakakmu?”   “Jika kau merasakannya, katakan padaku. Karena aku dan kakakmu itu adalah sama.”   So Ji berhenti berjuang dengan yang lainnya untuk membuka pintu. Gadis itu pergi mengejar Ko Ji untuk melihat apa yang dilakukan sang kakak. Sialnya tempat itu ditutupi oleh abu tanah. Sehingga lagi-lagi, So Ji tak bisa melihat apa yang dilakukan oleh kakaknya itu.   Dalam hari So Ji masih mengelak. Bahwa kakaknya benar-benar berbeda seperti yang dikatakan One. Tapi semakin ia menyangkalnya, maka akan semakin terlihat jelas. So Ji, kian takut dan ragu akan kepercayaan dirinya itu.   =   Sementara itu di kota, tiga vampire yang berkeliaran mencari vampire yang hilang, sampai di tempat terjadinya penyekapan. Lagi-lagi sesampainya di sana mereka tak mendapatkan apapun. Hanya tersisa para perompak yang terikat menunggu nasib para zombie akan memangsa mereka di pagi hari.   “Ah..kita terlambat lagi. Ini semua karena kau Baron!” tuduh gadis pendek dengan suara cemprengnya itu.   Pria berbadan kekar bernama Baron itu tak terima disalahkan, ‘Hei Siren! Kenapa kau menyalahkanku?’   “Namaku Irene gendut! Bukan Siren!” protes gadis itu lagi yang semakin membuat wanita berambut merah mentereng itu harus mengeluarkan energinya untuk melerai keduanya untuk berdebat.   Mereka berdua akhirnya diam setelah mendapat peringatan buruk itu.   “Fokuslah untuk mencari vampire itu. Bukan bertengkar seperti anak kecil,” pesan wanita tersebut sambil mendekati pemimpin perompak yang terbangun dari pingsannya.   “Baik Minerva,” ucap mereka kompak.   Minerva berjalan anggun ke arah tiang listrik untuk mencari informasi dari manusia yang terikat di sana. Dengan tatapan benci pula, pemimpin perompak itu memandangi Minerva dari ujung kaki hingga ujung kepala.   Minerva pikir, ia sudah berhasil menggoda pemimpin perompak tersebut. Namun saat ditanyai, perompak tersebut enggan untuk memberi tanggapan.   “Apa baru-baru ini kalian berhadapan dengan seorang pria?”   Pria itu berdecih. Ia bahkan membuang ludahnya tepat dihadapan Minerva sebagai aksi sombongnya, “Kalian ini sesame ras kan? Ini pertama kalinya aku melihat kalian. Ternyata rumor tersebut adalah benar.”   Minerva tertawa kecil. Ia cukup senang melihat perompak tersebut tahu siapa dirinya.   “Oh..jadi kau tahu. Baiklah. Kalau begitu katakan kemana vampire itu pergi.”   Perompak tersebut enggan bicara. Ia malah tersenyum licik sembari memainkan ludah lagi untuk memancing kesabaran Minerva. Namun apa yang dilakukannya justru membuat Irena dan Baron yang tersulut emosi. Sehingga mereka tanpa ragu mulai untuk menyerang. Tapi Minerva dengan cepat mencegahnya.   “Jangan terburu-buru. Kalian bisa lakukan itu nanti,” ketus Minerva yang kali ini tak mau lagi membuat wajah manis untuk mencari informasi. Ia kini mengancam dengan ujung-ujung jarinya yang runcing yang siap ia layangkan pada wajah perompak tersebut untuk menjawab apa yang ia inginkan.   “Walaupun aku mengatakan hal yang sebenarnya, kaupun tetap akan membunuhku kan? Tidak perlu repot-repot mengotori jari-jarimu, aku akan segera mati seperti mereka,” ucapnya santai sambil menunjuk para zombie yang berjalan dengan meraba tempat yang mereka lalui.   Irene yang mendengar itu tak sabar untuk mencabik mulut perompak yang meremehkan mereka. Minerva pun tak bisa melakukan apapun karena pria tersebut sama sekali tak takut dengan kematiannya sendiri. Maka tak ada cara lain. Minerva memilih untuk melihat apa yang terjadi sebelumnya lewat kekuatannya mengendalikan pikiran.   “Kau membuatku membuang-buang waktu. Maka..rasakan saja sekali lagi apa yang telah terjadi padamu beberapa waktu yang lalu.”   Mata Minerva berubah menjadi putih. Dengan menangkup kepala perompak itu, Minerva mulai melakukan sesuatu seperti bisa melihat apa yang terjadi di masa lalu. Seperti sebuah computer, kejadian-kejadian yang dialami perompak itu bisa ia lihat seperti menonton siaran ulang di televise. Saat Minerva melakukan itu, tiba-tiba wajah perompak tersebut berubah menjadi pucat dan kurus. Terus menerus mongering seperti energy dan dagingnya tersedot habis oleh Minerva yang tengah menonton masa lalunya.   Dalam penglihatannya,ia bisa meliha mereka bertarung sengit dengan Ko Ji. Minerva cukup puas, akhirnya bisa mengetahui bagaimana rupa sang vampire yang ia kejar dan juga kemana mereka pergi.   Energy perompak itu terus tersedot habis. Ia benar-benar hanya tinggal kulit dan tulang yang terikat di  tiang listrik. Tanpa bisa melakukan apapun, ia akhirnya ditinggalkan begitu saja setelah Minerva berhasil mendapatkan informasi yang ia inginkan.   “Kita pergi ke arah barat.”   “Kenapa kau tidak melakukannya daritadi? Sehingga kita tak perlu membuang waktu,” tukas Irene kesal karena tak kebagian untuk mengurus perompak tersebut.   Mereka pun segera pergi meninggalkan tempat tersebut sebelum matahari benar-benar muncul di timur.   .   . bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN