5. Kembali

2453 Kata
"Mas, aku berangkat ya? Jangan lupa kunci pintunya. Bekalnya udah aku masukin di tas. Jangan lupa di makan, obatnya juga udah aku masukin. Assalamu'alaikum!" Raka mengangguk sambil mengantar istri mungilnya itu di teras rumah. Padahal sakit gatalnya itu sudah hilang, namun Genta tetap membawakan obatnya dengan alibi supaya sembuh total. "Hati - hati! Jangan ngebut bawa motornya! Waalaikum salam!" jawab Raka dengan menatap gadis itu. Gadis itu memakai helm fullface putih-hitam, helmnya dulu. Motor tersebut baru tiba sekitar lima menit yang lalu diantar oleh anak buah Raka, KLX hitam yang diam-diam juga di kagumi oleh Raka. Ia sedikit tak khawatir dengan Genta membawa KLX ke sekolah, notabene motor tersebut adalah motor anak cowok. Genta sudah terlatih di jalanan bersama anak-anak Elang di tongkrongan. Perlu diketahui Elang adalah komunitas motor yang di ketuai Abimanyu. Dengan cekatan Genta menggeber motor itu keluar dari pekarangan rumahnya. Hatinya senang bisa menunggangi kuda besi kembali, sejak ia bersama Budhe jarang ia memakai motor seperti ini, paling mentok ia pakek matic. Kesempatan emas seperti ini tak ia sia - siakan, karena jika tak ada perjanjian tersebut sulit ia merasakan motor kopling seperti ini kembali. Tak di sangka, gerbang SMA Garuda tinggal 5 meter lagi. Sepertinya rasa rindu menunggangi roda dua belum sepenuhnya terobati. Ia memakirkan motor tersebut paling ujung sendiri. "Genta!?" Ia menoleh ke arah cowok yang tak jauh darinya. "Apaan?!" "Lo beneran? Bawa motor?" Genta mengangguk, lalu turun dari motornya. "Yuk ke kelas, Mon!" ajaknya dengan menggandeng lengan Remon. "Keknya lo udah akrab banget sama Pak Raka sampai di kasih motor segala, gue yakin ini baru. Ya kan?" Genta terkekeh pelan, ia merapikan tatanan rambutnya. "Sebagai istri kita itu harus pandai-pandai habisin duit suami." Remon mengangguk paham, pandangannya jatuh pada leher Genta yang kebetulan rambutnya tersibak oleh angin. "Tapi nih ya, kenapa leher lo merah-merah gitu? Rumah Pak Raka semutnya banyak banget deh, sampai merah-merah gini." Buru-buru Genta menutupi lehernya dengan rambut panjangnya, ia menatap Remon sengit. Tangannya mencapit leher Remon kuat. "Berani-berani ya lo sama gue, Mon! Gue tonjok tau rasa lo!" "Ampun, Ta, gue nggak sengaja lihat. Kalau main tuh jangan bikin cupang makanya," ucap Remon dengan memukul tangan Genta. "Cupang tuh di air, Remon! Kalau di leher nggak bakalan hidup," sergah Genta dengan muka memerah. "Iya deh, Iya. Jomblo mas bisanya cuman liat." "Eh, Mon!" Laki -laki itu menghentikan langkahnya,"Ada apa?" tanya Remon dengan nada khawatir.  "Tungguin gue, mau ke toilet dulu." ucapnya dengan tertawa. "Eh, Genta kampret!" Genta melangkah pergi, meninggalkan Remon yang greget sama dia. "Emang dasar tuh curut atu ya! Untung aje ane masih sabar, untung ane ganteng jadi masih bisa maafin orang lain." Dengan cepat Genta mengganti celana jeans-nya dengan rok abu-abu. Ia melangkahkan kakinya keluar dari toilet, pandangannya jatuh ketika Remon tengah menggoda adek kelas yang lewat. "Dasar Remon!" "Petrus jakandor samyang jumanji, Bang! Gombal sana sini, nggak ada yang di seriusin!" sindir Genta dengan menyampirkan jaket jeansnya di pundak. (Pepet terus jangan kasih kendor sampai sayang juancuk mantab jiwa.) "Ya elah! Baru aja gue tebar pesona sama dedek gemes, udah di ganggu aja!" ucap Remon dengan sedikit lesu. "Makanya pilih satu aja terus diseriusin, ntar bawa ke KUA! Jangan sana-sini embat." Remon mengetok kepala Genta, "Ngomong aja enak ya, Mbak. Yang lakuin nggak semudah itu." Genta tertawa sambil menggandeng tangan Remon. "Udah lah, jangan bahas KUA. Gue belum siap! Belum ada calon soalnya," ucap Remon dengan terkekeh pelan. Mereka berdua kini menjadi sorotan para siswa dan siswi yang tengah lewat dekatnya, cewek cantik seperti Genta menggandeng cowok yang bisa di katakan keren banget untuk ukuran Remon. Kulit sawo matang khas orang indonesia, hidung mancung, mata cokelat, orangnya ramah, banyak yang tergila - gila dengannya. Namun sayang, kelakuan selalu di bawah garis normal. "Napa kita di liatin banyak orang sih, Ta? Apa mereka baru sadar kalau gue itu gantengnya parah?" tanya Remon dengan menatap sekelilingnya, heran. Genta terkekeh, "Maklum aja mereka baru liat cewek cantik secantik gue, gandeng cowok jelek kek lo! Makanya semua pada liatin." "Geblek! Gue juga kali! Gini-gini gue juga cakep kali, kek artis Thailand juga." ucapnya pede. Genta terkekeh pelan. "Artis seme maksud lo?" "b*****t! Lo pikir gue apa, Ta?" Genta tertawa dengan memukul lengan Remon. "Lo tau nggak, Mon, semua tuh kagum sama pesona lo. Kalau lo mau buka hati sama cewek-cewek tadi, gue yakin banyak yang antri. Kenapa sih lo betah banget jomblo?" "Ta, males ah bahas ginian." jawab Remon memasang wajah masam. ●●● Kini ruangan bercat putih tersebut berangsur-angsur di tinggal para pegawai Raka, meeting telah selesai 15 menit yang lalu. Raka masih bergeming di tempatnya. Mata tajamnya menelisik satu persatu berkas yang baru saja ia terima. "Akhirnya selesai," gumamnya pelan. Ia membenarkan letak jam tangannya. Lalu membawa berkas tersebut, keluar meninggalkan tempat itu. "Ka, Gawat! Riweh urusannya," ucap Roland, sekertaris sekaligus sahabat dari kecilnya. "Ada apa, Land?" Roland menarik begitu saja tangan sahabatnya tersebut. Ia menunjuk ke arah sofa dekat meja Roland, "Lo masih kenalkan siapa dia?" Wajah Raka berubah memerah, rahangnya mengeras. "Kenapa dia di sini?" Roland hanya menggeleng. Raka mendekati sofa tersebut, di ikuti Roland di belakangnya. Ia berdehem keras. Perempuan tersebut menoleh dengan raut sumringah. "KAKA!" pekiknya sambil memeluk Raka, erat. "Ngapain kamu kesini? Kita udah nggak ada apa-apa lagi," ucap Raka dengan melepaskan pelukkan wanita tersebut. "Kaka, kamu kok gitu sama aku? Aku kan cuma kangen sama kamu, emang aku salah?" tanya perempuan itu dengan nada manja.  "Kita udah putus! Gue punya kehidupan sendiri, nah lo cari laki-laki berduit yang mau lo kencani. Gue nggak ada waktu buat ngurusin lo," desis Raka dengan menahan amarahnya. "Kaka, ..." lirihnya "Nama saya Raka, bukan Kaka! Roland tolong usir perempuan ini!" Roland hanya mengangguk patuh. "Keluar lo dari sini! Ganggu pemandangan aja! Hush!! Hush!!" ucap Roland dengan menarik perempuan tersebut menjauh dari ruangannya. Raka meninggalkan tempat tersebut, ia memilih duduk di singgasananya. Pikirannya sedang  berkecamuk, "Kenapa lo balik, gue udah bahagia sama kehidupan gue." lirihnya dengan mengacak - acak rambutnya. "Jangan buat hati gue bimbang," lanjutnya. Ia memutuskan untuk pergi mengajar dari pada berdiam diri di ruangan tersebut. KBM di kelas XII IPA 2 kosong, pada pelajaran Kimia lebih tepatnya. Suasana kelas tak terkondisikan, ada yang ngerumpi di pojokan, ada yang buka salon dadakan, ada yang makan, ada yang molor, dan para cowok duduk melingkar di depan dengan menatap layar laptop punya Aldo. "Suami lo kemana? Kok tumben nggak ngajar? Mana kagak ada tugas?" tanya Renia dengan menyenggol lengan Genta. "Ada urusan di kantor kali," jawab Genta singkat dengan memainkan sebuah tutup bolpoin. "Eh, liat deh para curut di depan tuh ngapain?" Genta menatap 5 ekor anak yang sedang asik melihat sesuatu. "Nggak tau, liat youtube kali." Renia menggeleng, "Kagak percaya kalau mereka liat youtube. Pasti liat yang iya-iya nih," tebak Renia dengan bangkit dari duduknya. Ia mendekati Remon cs yang sedang serius memperhatikan sebuah tanyangan di laptop. "Eh buset! Mulus banget njir!" teriak Aldo dengan menggoyangkan lengan Remon, kebetulan berada di sampingnya. "a***y! Kagak kuat gue liatnya!" teriak Deni yang mengacak - acak rambutnya. "WOY! PADA LIATIN APA?!! PADA LIATIN YANG IYA-IYA KAN LO PADA! NGAKU!" teriak Renia di belakang Remon. "Eh bangke! Mulut di jaga, Neng!" ucap Aldo dengan menggosok telinganya. "BODO AMAT! LO PADA LIAT PAAN!?" teriaknya kembali. Remon menarik tangan Renia agar ikut duduk di sampingnya, "Kita liat ini nih. Li kepo kan? Yuk liat yang mulus-mulus, body lo aja kalah!" Renia menatap sebentar layar laptop tersebut sebelum ia bangkit dari duduknya, "EH ANJIR! MATA GUE TERNODAI! PIKIRAN MASIH PWOLOS! GUE MASIH KECIL! KAGAK PAHAM! EMAK TOLONG!" "Berisik, Ren!" desis Deni dengan menatapnya tajam. "Dasar kalian gak guna! Tontonan kagak bermutu semua! Generasi micin! Nonton tuh azab, biar tobat semua!" sindirnya dengan berlalu dari tempat ternista itu. "Gue nyesel liat mereka," dumel Renia dengan duduk di samping Genta. "Cowok kali mereka tuh, wajar aja liatin begituan. Walaupun mereka sedikit mlehoy, nggak mungkin nggak ada hasrat buat nonton gituan." ucap Genta dengan membaca sebuah n****+ di tangannya. "WOY!! PAK RAKA OTW!" teriak Devina yang berada di ambang pintu. Semua mendesah kecewa, "Yah! Padahal kurang dikit lagi!" keluh Remon dengan beranjak dari duduknya. "Loh kok pak ganteng masuk? Katanya tadi meeting?" Genta hanya mengangkat kedua bahunya. "Maaf saya terlambat, tadi ada kepentingan yang harus saya urus," ucap Raka dengan nada seperti biasa. "Baik kita lanjutkan materi sebelumnya, buka halaman 124. Baca terlebih dahulu," lanjutnya dengan menghempaskan tubuhnya di atas kursi. Ia membuka ponselnya yang 3 jam terakhir sudah di anggurkan. ISTRI DURHAKA NGGAK USAH MASUK KELAS! GUE MALES LIAT MUKA LO! me Udah terlanjur sampe :( ISTRI DURHAKA PERGI! NGGAK USAH MASUK KELAS, BILANG ADA URUSAN! MALES AH  me Oke, nggak ngajar tapi kamu ke ruangan Raka menatap Genta yang kebetulan menatapnya tajam, ia tersenyum miring. "Maaf, kalian bisa kerjakan halaman selanjutnya. Saya ada urusan mendadak, jika selesai tolong kumpulkan ke ruangan saya. Terima kasih."  Laki-laki itu kemudian meninggalkan ruangan kelas. "Ta, lo ngusir Pak Raka?" bisik Renia yang melirik ponsel Genta.  "Lo yang ngusir dia, Ta? Hebat, ini yang namanya the power of istri galak!" timbrung Remon dengan tertawa.  "Baru tau gue kalau Pak Raka takut istri, mana modelannya kek Genta lagi." sahut Ferdiana di samping Remon.  "b*****t! Gue ke ruangannya dulu," ucap Genta dengan langkah terpaksa.  "Oalah, jadi ada urusan sama istrinya. Pasti minta yang iya-iya ini," ledek Remon di belakang Genta. KIMIA Raka Nugra B Genta mengetuk perlahan pintu tersebut, sang empu keluar dengan menarik tangan Genta masuk. Ia mengunci rapat pintu tersebut. "Nah gitu dong, lo kesini. Bagus! Bantu gue ngoreksi ulangan anak sebelah coba," ucap Raka dengan menyerahkan tumpukan kertas. "LO NYURUH GUE KESINI CUMAN DI SURUH JADI BABU?" Raka terkekeh pelan. "Sayang, jangan marah dong. Nanti aku kasih bonus enak deh, kamu pasti suka." "Gue ogah! Lo ada asisten kan? Pakek tuh asisten setiap bulan di gaji, kenapa harus pakek yang lain?" ucap Genta.  "Kalau ada yang gratis kenapa tidak?"  Genta memutar matanya malas. "Kilii idi ying gritis kinipi tidik?"  Raka menarik lengan Genta hingga jatuh di pangkuannya, ia melumat bibir gadis itu dengan tergesa-gesa. "Ahh" satu desahan lolos dari bibir Genta.  Genta mendorong d**a Raka. "Jangan m***m! Aku mau balik ke kelas."  "Nggak, disini aja. Dingin tau, kalau ada kamu disini kan jadi anget."  "Gue bukan selimut, btw!" jawab Genta lantang.  Raka melumat kembali bibir Genta dengan kasar, beberapa kali menggigit bibir bawah gadis itu hingga berdarah. "Ahhh, m-mass udahh"  Raka melepas pagutannya, tangannya menempel di d**a Genta. Ia meremasnya perlahan, tatapannya tak pernah lepas dari bola mata Genta. "Ahh, Masss!"  "Tuh kan, kamu selalu bikin aku nggak sabar. Sayangnya aku nggak mau punya anak dari kamu," bisik Raka dengan mencium telinga Genta.  Perempuan itu tersenyum miring, ia menatap Raka sengit. "Siapa yang mau mengandung bibit lo? Mulai besok jangan pernah sentuh gue!"  Ia bangkit dari pangkuan Raka, keluar tanpa pamit. Bahkan menutup pintu dengan keras. Genta mengarahkan kakinya menuju taman belakang sekolah, mengurung diri dalam dekapan kesunyian. Sepi, membuatnya terlelap hingga tak ada seorang pun yang membangunkannya. ●●● "Genta! Ta! Genta!" pekik Remon saat melihat Genta keluar dari halaman menenteng jaketnya. Bel pulang berbunyi 15 menit yang lalu, Genta berganti celana terlebih dahulu dan merapikan rambutnya yang acak-acakan. "Paan?" Remon menarik tangan Genta tanpa aba - aba. "Ada apa sih, Mon?" Remon membawanya ke taman samping, "Tuh lihat!" bisiknya. Genta mengerutkan keningnya. "Siapa dia?" tanya Genta dengan wajah polos. "Lo lupa? Dia orang yang nyariin lu pas kagak masuk." "Gentur?" desinya lirih. Cowok itu, menoleh ke arah Remon dan Genta yang tak jauh dari dia. "Genta!" sapa cowok itu, ia mendekati Genta yang menatapnya kebingungan. "Kamu kemana aja? Kok jarang ketemu?" tanya Gentur, cowok itu, lembut. "Bukan urusan lo!" desis Genta dengan menatap Gentur tajam. "Mau apa lo!?" "Status kita masih pacaran kalau lo lupa, Sayang. Jangan lo pikir gue diem aja, gue nggak tau kalau lo udah nikah secara diem-diem." Remon menatap tajam laki-laki di depannya tersebut. "Gue nggak tau lo dari sekolah mana, mending lo pergi deh dari sini!" "Gue nggak ada urusan sama lo, banci! Gue ada perlu sama gadis di samping lo," ucap Gentur dengan senyuman. "Urusan dia urusan gue juga!" ucap Remon tegas. Bahkan Genta tak menyangka jika sahabatnya bisa seperti itu, wajahnya memerah, rahang mengeras. Ini bukan Remon biasanya. Genta menarik tangan Remon menjauh dari cowok tersebut, lagi - lagi tangannya di cekal kembali. Ia balik badan lalu menendang perut cowok itu hingga tersungkur ke tanah. "Jangan sentuh gue!" bentaknya. "Bukannya lo itu bekas sentuhan banyak orang?" ucap Gentur dengan berusaha bediri. "b*****t!" Genta menendang tulang kering Gentur hingga cowok tersebut tersungkur. "Masih kasar aja ya lo?!" sindirnya, Remon menggenggam tangan Genta, erat. "Gue nggak ada urusan sama lo! Jangan ganggu hidup gue!" bentak Genta dengan menarik tangan Remon menjauh. Sampai di Parkiran, Remon membisu. Ia takut dengan sahabatnya itu, walaupun dia cowok kalau di tonjok perempuan itu pasti bonyok. Secara Genta itu ikut Taekwondo sama Karate, sedangkan Remon? di sentil dikit udah kesakitan. "Mon, lo kok bisa kenal sama dia?" Remon menatap Genta sebentar, lalu duduk di jok motornya. "Dia itu ikut futsal kemarin, ternyata tadi pagi dia lihat gue sama lo jalan bareng. Terus dia chat gue, katanya mau ketemu lo. Dia bilang lo itu kawan lamanya? Emang bener?" Genta mengangguk samar, "Dia mantan pacar gue dulu. Dia care sama gue, baik lagi. Tapi setelah gue tahu kalau dia busuk, gue mulai ngejauh. Dia nggak bahaya, gue minta lo jangan temanan sama dia. Dia musuh Bang Manyu." Remon menatap Genta tak percaya. "Demi apa? Emang dia gimana sih, Ta? Gue penasaran?" tanya Remon. "Dia itu keluar masuk penjara, konsumsi obat terlarang, suka minum, dulu banget setelah gue kenal Bang Manyu, gue denger dia pernah hamilin gadis gitu. Tapi nggak tau sih gimana. Yang gue tahu, Bang Manyu sama dia dulu sahabatan. Tapi hancur, karena cewek. Dia rebut cewek Bang Manyu, sampai saat ini mereka masih musuhan keknya," jelas Genta. "Bang Manyu itu dua tahun di atas kita, tapi dia SMA Pancasila kan?" Genta mengangguk. "Iya, waktu kita kelas satu Bang Manyu kelas tiga. Dia baik orangnya, ceweknya yang sekarang juga cantik banget. Lama gue nggak ketemu dia." "Abimanyu Samudra Argani? Benerkan?" Genta mengangguk kembali. "Iya gue inget. Pernah ke sini nyariin lo, gue kira lo ada masalah sama dia." ucap Remon dengan terkekeh. "Ya udah gue cabut ya, Ta. Lo hati - hati, siapa tau tuh grandong bahlul balik. Meskipun lo jago bela diri, tapi tetep hati - hati." pesan Remon dengan mengenakan helmnya. "Hati - hati, Salmon!" teriak Genta saat motor Remon menjauhi parkiran. Ting! 082332xxxxxx Hai sayang! Masih ingat dong? Gue kangen sama lo, dan juga abang lo! Gimana dia? Apa udah bahagia? -Gentur Genta menatap layar ponselnya, geram. Sampai kapan cowok itu mengganggu hidupnya. Ia memasukkan ponselnya tersebut ke dalam saku jaketnya. Bergegas meninggalkan parkiran sekolah, hatinya panas sesuai dengan cuaca hari ini. Api tak bisa dibalas dengan api. Salah satu adalah penawar ia berkobar, jika api di balas dengan api yang ada hanya menyala. Dia api sedangkan kita haruslah air, sebagai peredam. TBC!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN