Daniel berada di ruang pribadinya di dalam penthouse, dia mengetik cepat. Menggunakan kemampuannya dalam meretas dia mencari informasi tentang Ania, beberapa situs telah ia buka dimulai ari data-data kelahiran yang ada di German.
Sudah berjam-jam Daniel berada di ruangan itu tetapi, yang di dapatkannya sama. Hanya nama dan tanggal lahir Ania. Tidak ada keterangan lain, sepertin ada yang telah menghapus semua file yang ada tentang dia.
Not found!
Dia muak melihat dua kata itu terus saja muncul di layar komputernya. Akhirnya walaupun dengan terpaksa Daniel mengakhiri pencariannya. Dia heran kenapa data Ania sama sekali tidak muncul sedikitpun, seperti menghilang tanpa jejak.
Padahal dia sangat yakin pemerintahan German sangat menjaga data-data orang yang berasal dari Negara itu.
“Kau tidak akan pernah mendapatkan datanya, kak!” Daniel tersentak kaget begitu Difa muncul dari pintu. Adiknya itu punya kemampuan yang hampir sama dengannya, maka dari itu Daniel tidak bisa menyembunyikan apapun dari Difa.
“Kenapa?”
Difa memberikan tabnya kepada Daniel, “Dari riwayat pengisian datanya di tahun 2003, aku menemukan hanya dua informasi itu yang di tulis dan sampai sekarang tidak ada pembaharuan apapun.”
“Gadis misterius, aku suka dia.” ucap Difa dengan senyum lebarnya lalu meninggalkan Daniel sendiri di ruangan itu.
….
Ania berdiam diri di apartemen. Walaupun hari libur dia tidak ingin menggunakan waktu itu untuk berjalan-jalan atau refreshing. Dia takut, jika keluar dia akan tertangkap lagi dan kembali dimasukkan ke tempat yang digunakan untuk menyiksanya, dulu.
Dia mencari informasi tentang SHIS di internet. Shapire High Internasional School terletak di pinggir ibukota Jakarta, sekolah swasta bertaraf internasional yang dibangun dari kerjasama beberapa perusahaan terkaya di dunia.
Selain itu, dia mencari informasi tentang Elly, Daniel dan semua orang yang ia kenal di sekolah. Dia hanya mencarinya dengan mengetik nama mereka di google dan beberapa informasi tentang diri orang yang ia cari langsung muncul.
“Ternyata mereka semua berasal dari keluarga berada.” ucap Ania pelan lalu menutup personal computernya.
Ania membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, matanya menatap langit-langit yang bercat putih gading. Ingatannya tertuju ke tiga hari yang lalu, dimana dia dan Daniel membuat perjanjian. Sekarang dia merasa ragu, tekhnik yang ia gunakan kemarin saat melawan Daniel adalah sebuah tekhnik yang sangat berbahaya jika membuat kesalahan sedikit saja maka nyawa pengguna ataupun nyawa lawan akan menjadi taruhannya.
“Apa aku membatalkannya saja?” tanya Ania kepada dirinya sendiri.
Dia frustasi dengan pemikirannya sendiri, tidak lama kemudian dia terlelap. Meninggalkan sejenak dunia nyata yang sangat membebani hidupnya.
…
“Bagaimana? sudah dapat informasi tentang dia?” Devan membuka topik pembicaraan.
Daniel melirik ke arah Devan, dia siapa? tanyanya dalam hati. “Tidak ada, aku hanya mendapatkan nama dan tempat serta tanggal lahirnya saja.” Jawab David.
Ternyata mereka membahas tentang Ania! batin Daniel.
“Kalian sedang mencari informasi tentang siapa?” tanyanya pura-pura tidak tahu.
“Ania Felicya, kami sangat penasaran bagaimana dia bisa masuk tanpa identitas lengkap dan setelah kami telusuri hanya dua informasi itu yang kami dapatkan.” ucap Devan diiringi seringai licik. Dia yakin akan mendapatkan informasi lebih banyak kalau dia menyelidiki lebih dalam tentang Ania.
Daniel hanya menganggukkan kepala lalu memusatkan perhatiannya ke ponsel di tangannya. Bukan karena ia tidak tertarik tetapi, dia hanya berpura-pura bersikap acuh.
Dion tertawa mengejek. “Tidak biasanya kau hanya mendapatkan informasi seperti itu.”
“Aku pikir mendapatkan informasi tentang Ania mudah, apalagi keluarganya tidak diketahui tetapi, bagaimana bisa dia diterimah di SHIS kalau keluarganya hanya berkecukupan? Apa mungkin dia memiliki orang dalam yang mengunci data-datanya?” tanya Devan menatap ketiga sahabatnya.
Dion menimbang-nimbang pertanyaan yang terlintas di kepalanya. “Dia lahir di German, mungkin kita bisa meretas data-data penduduk di sana dan mencari informasi tentang Ania.”
Perkataan Dion itu membuat mereka semakin bersemangat mencari informasi tentang Ania, kecuali Daniel tentunya. Seorang gadis misterius yang bisa masuk sekolah internasional di tengah semester tanpa data-data yang jelas membuat keempat lelaki itu berpikir keras.
“Kita harus mendapatkan data gadis itu, aku tidak sabar ingin mempermalukannya di seluruh sekolah.” ucap Dion bersemangat membuat Daniel kesal.
Mereka berempat menuju sebuah ruangan tersembunyi di dalam sekolah, tempat yang memiliki tingkat keamanan yang sangat tinggi. Hanya mereka berempat yang bisa mengaksesnya karena menggunakan scanning sidik jari.
“Aku tidak sabar mengungkap siapa dia sebenarnya,” Devan menyalakan komputer miliknya dan mulai mengetikkan angka maupun huruf untuk meretas jaringan dan membuat IP mereka tidak bisa terlacak. Hal yang sama juga dilakukan oleh David dan juga Dion kecuali, Daniel.
Dia lebih memilih melihat pemandangan dari kaca jendela, lagipula dia telah mencarinya semalam dan tidak menemukan apapun. Daniel memperhatikan Devan dari jauh, entah kenapa salah satu sahabatnya itu sangat penasaran kepada Ania.
Baru kali ini Devan sangat penasaran kepada salah seorang siswi, dia ingin mengetahui kehidupan Ania dari lahir hingga bisa masuk di sekolah ini. Siapa gadis itu? kenapa dia bisa membuat Daniel terluka parah? tanya Devan dalam hati.
Daniel yang memperhatikan mereka selama dua jam berdecak kesal. “Apa kalian mendapatkan sesuatu? Kita sudah dua jam meninggalkan kelas!” Daniel mulai menggerutu.
Dia melirik komputer Devan lalu menyeringai, di layar itu tertulis not found berwarna merah dengan tanda seru yang muncul berulang-ulang.
“Aku juga tidak menemukan apapun, padahal aku sudah menghack sistem yang menyimpan segala informasi tentang data-data kelahiran di tahun itu.” Dion mencoba mencari kembali tapi nihil di komputernya juga tertulis tulisan yang sama tapi lebih kecil. Belum lagi pihak keamanan informasi di German mencoba melacaknya karena baru saja masuk ke sistem keamanan mereka.
“Bagaimana denganmu, David?” tanya Devan penasaran.
“Sama. Aku juga tidak mendapatkan apa-apa, bahkan IP ku dilacak oleh police cyber.” jawabnya masih dengan napas bersahutan. Dia mencoba menghirup nafas sebanyak-banyaknya untuk mengisi paru-parunya yang tadi sempat kosong.
Mereka berempat adalah anak remaja yang kecerdasannya di atas rata-rata. Itulah sebabnya mereka dijadikan calon pemimpin perusahaan dari perusahaan masing-masing keluarga. Mereka juga kadang menjadi seorang hacker untuk mencari sesuatu untuk keungtungan pribadi maupun perusahaan. Kehebatan mereka dalam mencari informasi rahasia menjadikan perusahan yang akan dipimpin oleh keempat lelaki menjadi ditakuti di antara perusahaan-perusahaan lain.
Kata-kata David membuat ketiga temannya tertawa, bahkan Dion meneteskan airmatanya karena tertawa lepas. “Kemana kemampuanmu itu, huh!”
“Mungkin keamanan sistem mereka telah diperbaharui, atau aku yang kurang latihan sehingga membuatku kalah cepat dari para police cyber.” gerutu David pelan.
Daniel berdiri mengambil tasnya. “Aku duluan,” ucapnya lalu pergi dari ruangan diikuti oleh ketiga orang temannya.
….
Ania sedang berada di rooptop sendiri, dia bosan karena tidak ada yang mau berbicara di kelasnya selain Elly dan hari ini gadis itu tidak masuk sekolah karena urusan keluarga.
“Kenapa kau ke sini?” tanya Ania tanpa berbalik ke belakang.
Dia bisa mendengar jelas suara langkah Daniel, dengan itu dia mengetahui siapa yang berada di belakangnya sekarang.
Daniel membeku, “kenapa kau selalu bisa mendengar langkah kaki ku?”
“Itu mudah saja, aku memiliki indra pendengaran yang sangat peka.” jawab Ania lalu duduk di atas dinding pembatas.
Daniel bersandar di dinding yang sedang di duduki Ania, “Mereka semakin penasaran dan mulai mencari informasi tentangmu.”
“Teman-temanmu? Kau pasti juga mencari informasi tentangku.” tebak Ania telak.
Daniel tersenyum tipis, “Itu sudah pasti. Kenapa informasi tentang dirimu hanya sedikit?”
“Suatu saat nanti kau akan tahu apa alasannya.” Ucapnya lalu berdiri di atas dinding membuat Daniel melotot kaget.
“Hei! Apa yang kau lakukan!” teriaknya kaget.
Ania berbalik menatap Daniel, “Ini menyenangkan, membuat adrenalinmu meningkat dan bisa melupakan stress untuk sementara. Kau harus mencobanya.”
Daniel menatap Ania horror, “Aku masih menyayangi nyawaku, lagipula aku masih ingin membangun bisnis keluarga dan menikmati semua kekayaanku.”
“Oh, ya sepertinya aku tidak akan mengajarkanmu tekhnik itu. Terlalu berbahaya Daniel, aku tidak ingin kau mati konyol hanya karena mempelajarinya. Bagaimana kita latih tanding saja seperti kemarin, aku akan memberitahu kelemahan di gerakanmu.” Ania menikmati hembusan angin yang menerpa tubuhnya.
Daniel menatap Ania marah, “Kau juga masih belum bisa mengendalikan emosi, itu kelemahanmu saat bertarung. Siapapun yang melibatkan atau terpancing emosi saat berada di dalam ring akan kalah. Kenapa selama ini kau selalu menang saat melawan lawanmu, itu karena mereka tidak punya kelebihan yang sama denganmu, itu yang membuatmu unggul.”
“Jadi kau meremehkanku?”
Ania menatap Daniel skeptis, “Ucapanku bukan untuk meremehkanmu apalagi untuk merendahkan harga dirimu, tapi memang itu kenyataannya. Kau terlalu sombong untuk melihat orang lain, melihat bagaimana mereka sangat jauh berbeda darimu dan kelemahan mereka yang kau manfaatkan untuk menindas untuk di akui orang lain bahwa kau berkuasa.”
“Kau harus sadar, dunia ini lebih kejam daripada yang kau lihat. Tidak menutup kemungkinan mereka yang pernah kau tindas akan membalas dendam dan membuatmu hancur.” Daniel diam, dia belum menanggapi ucapan Ania.
Dia hanya menatap gadis itu, Daniel merasa ada sebuah rahasia besar yang ada pada gadis yang sedang menikmati hembusan angin itu.
“Kenapa kau seperti mengetahui apa yang kurasakan? Apa kau pernah merasakannya?”
“Tidak, tetapi aku pernah menjadi korban dan rasanya tidak terbayangkan sama sekali. Aku memupuk dendamku sekarang aku merasakan diriku akan meledak karena rasa sakit yang aku timbun. Keinginanku yang terbesar sekarang adalah membunuh orang yang membuatku menjadi seperti ini, mencabiknya hingga rasa sakit ini tidak lagi ada.” Daniel mengetatkan rahangnya.
Suara Ania terdengar sangat tersiksa di telinganya, menyedihkan. “Apa kau sadar? Kau menceritakan pengalaman pahitku kepadaku, aku tahu itu rahasia tetapi kenapa mengatakannya?”
Ania melompat turun, “Terkadang pengalaman pribadi harus diceritakan kepada orang lain, untuk menghilangkan rasa sesak di sini,” dia menunjuk dadanya. “atau untuk menyadarkan seseorang.”
Daniel mendengus, “Kata-katamu terlalu dewasa untuk umur empat belas tahun.”
“Tidak perlu menjadi dewasa untuk berkata-kata seperti itu, lagipula sekarang banyak remaja yang sudah menjadi dewasa dengan cara tidak wajar. Aku beruntung bisa menjadi pribadi yang dewasa tanpa terpapar pengaruh buruk.”
Tiba-tiba tetesan hujan turun dari langit, membuat Daniel mengalihkan pandangannya dari Ania. Sesaat kemudian, dia kembali melihat tempat di mana tadi gadis itu berdiri tetapi dia sudah tidak menemukannya di sana maupun di sisi lain rooftop itu.
“Mistrious girl is not found!”