Ren menyadari bahkan jika ia selamat dari wanita yang saat ini tengah menyerangnya, bukan berarti Ren masih bisa selamat dan kembali hidup seperti kehidupannya yang membosankan itu. Ren bisa saja setelah ini kembali di kurung atau malah di perbudak oleh wanita asing yang masih liar di tubuhnya.
Terlepas dari pada itu, Ren yang udah terpojok itu faktanya hanya bisa berusaha bertahan sebisa mungkin.
"Yah,, bahkan untuk berdoa agar keajaiban muncul saja aku sudah tak berani. Jadi yang bisa aku lakukan saat ini hanya bertahan dan megandalkan diriku sendiri."
ironis pemikiran Ren yang sudah benar-benar putus asa. Bukan menghakimi sosok Ren yang nyaris tak percaya adanya keajiban Tuhan. Ren hanya tak berani berharap akan sesuatu yang rasanya sudah tak pantas lagi untuk ia dapatkan. Rasa rendah dirinya dan putus asa dalam hidupnya membuat Ren selama ini nyaris tidak pernah mengharapkan apapund alam hidupnya.
Satu-satunya doa yang selalu ia panjatkan adalah doa untuk ketenangan orang tuanya yang telah tiada. Sebab Ren selama ini terus terusik dengan kematian orang tuanya. Mimpi yang ia yakini adalah mimpi dari kematian ayah dan ibunya. Mimpi yang terlupakan begitu saja bila Ren bangun dari tidurnya. Misteri yang kini menjadi peneysalan Ren karena tidak pernah mencoba untuk mengungkapkannya.
"Benar-benar deh, penyesalan itu terus muncul. Aku jadi menyesal tidak mengungkapkan kematian orangtuaku!"
Entah berapa kali pemikiran itu terus muncul dan Ren lagi-lagi tersirat akan kenangan bersama orangtuanya. Meski begitu, Ren cukup bersyukur dengan kenangan manis akan orangtuanya itu membuat Ren masih bisa menjaga akal sehatnya untuk tidak tergoda atas wanita asing tersebut.
Akan tetapi, wanita yang sedari tadi sudah pada batasnya itu tentu kesal setengah mati karena tubuh Ren yang tidak bereaksi. Ia mengomel berkali-kali, berkata kasar hingga memaki komplotan yang telah membuat Ren seperti ini. Apapun itu, setidaknya itu bisa mengulur waktu sampai Ren bisa bertahan sedikit lebih lama lagi. Sambil mencari cara agar ia bisa lepas dari situasi ini.
"Aaaarrhh.. mereka benar-benar tidak berguna!"
Wanita itu tampaknya sudah benar-benar kesal. Emosinya terasa begitu nyata dari nada suara kasar yang terus terlontar darinya.
"Hhhuuuuft.. Akhirnya wajah tampan ini tidak berguna!"
Sambil memegang dagu Ren wanita itu bergumam keras. Hembusan napasnya yang keras bahkan mampu Ren rasakan di dagunya.
"Pada akhirnya kamu hanya bisa menjadi makanan yang tampak indah saja!"
Saat mendengar perkataan wanita itu Ren langsung tersentak. Ia seketiika membuka matanya. Tapi, wanita itu tentu tidak menyadari mata Ren yang terbuka, sebab ia sudah mendaratkan taringnya pada leher Ren untuk menghisap darah segar Ren.
"Arisa!!"
Hanya sosok Arisa yang bisa terbayangkan oleh Ren saat itu. Menyatakan jika wanita yang ada di hadapannya ini juga adalah seorang vampir. Sosok yang sudah pasti satu ras dengan Arisa. Seorang vampir yang Ren sadari betapa berbahayanya mereka.
"Ahh, pada akhirnya aku kembali terlibat dengan vampir." Ren mendesah di dalam hatinya.
Semula Ren mengira jika Arisa bisa saja tidak ada kaitan dengan apa yang ia alami. Namun, fakta akan vampir yang saat ini tengah menghisap darahnya menandakan jika bisa saja Arisa juga tahu tentang kejadian ini.
Walau bisa saja memang Arisa terlibat, namun fakta bila wanita yang saat ini sedang menghisap darah Ren adalah seorang vampir yang mungkin saja memiliki jaringan dalam hal berburu. Apa lagi saat ini Ren di serang saat baru saja keluar dari rumah Arisa.
"Mungkin saja mereka juga saling memanfaatkan untuk berburu!"
"Bisa saja, mereka sering melakukan hal ini."
"Yah, semua bisa saja terjadi!"
Perasaan Ren kecewa akan hal tersebut. Belum terbukti tapi sudah membuat hati Ren hancur. Ia yang sudah merasa lega jika Arisa tidak terlibat kini malah kembali mencurigai kekasihnya.
"Huuuft.. kenapa aku malah merasa kesal akan hal itu. Padahal aku tidak mencintainya!"
Ada hal yang sedikit mengganjal di hati Ren. Ia tidak mengerti alasan dari perasaannya yang kacau itu. Ren bingung kenapa ia begitu kesal saat menyadari jika ia kembali terlibat dengan bangsa vampir.
Akan tetapi, Ren yang sejak awal memang sudah tak berdaya. Pada akhirnya hanya bisa terus memendam rasa sesak di hatinya saja.
Dua buah taring kini telah menancap di leher Ren. Darah yang terhisap juga terasa perih dan sedikit menyengat. Tetapi, rasa sakitnya tentu tidak seperti apa yang Arisa katakan. Padahal kali ini Ren yakin jika ia tidak terpengaruh akan kemampuan vampir seperti yang pernah ia lihat saat Aris berburu.
"Apa karena obat yang mereka suntikan?"
Sat-satunya yang menjadi jawaban adalah obat yang sebelumnya mereka suntikkan ke tubuh Ren. Pengaruh obat itu memang cukup luar biasa. Ren sungguh tidak berdaya, tubuhnya mati rasa dan tak bisa bergerak, kesadarannya sulit di kendalikan, belum lagi tubuh Ren yang sebenarnya terasa begitu panas dan membara. Seolah hasratnya membara dan nyaris tidak terkendali. Hanya saja, dibandingkan kondisi tubuh Reh. Keinginan kuatnya untuk bertahan jauh lebih besar dari apapun.
Lantas, di saat Ren semakin merasakan darahnya yang habis terisap tiba-tiba saja suara berisik terdengar. Suara keributan yang begitu nyaring dan akhirnya mengusik wanita itu.
Wanita itu mencabut gigi taring yang tertancap di leher Ren dengan kasar. Rasanya sangat menyakitkan tapi Ren berusaha sekuat tenaganya untuk menahan rasa sakit itu. Bagi Ren mungkin lebih baik jika ia kehabisan darah dari pada harus menggadaikan harga dirinya pada wanita yang tidak ia cintai.
"Berisik.. Menganggu sekali!"
"Sialan berisik sekali di luar sana."
Sambil mengomel wanita itu memasang telinganya. Lalu hal tak terduga lainnya kembali Ren dengar dari wanita itu.
"Ah, apa buruan dari kamar sebelah?"
"Huuuh.. pasti seru dengan reaksi buruan yang seperti itu."
Wanita itu menyentuh dagu Ren dan membelainya pelan. "Yah, setidaknya mereka belum tentu mendapatkan buruan seindah ini."
Tampaknya sudah biasa keributan terjadi. Tetapi, satu hal yang paling mengejutkan Ren adalah fakta jika ia tidak sendirian. Bahkan yang terburuk mungkin saja hal seperti ini sering terjadi dan ingatan Ren akan oang-orang yang hilang mengusik kengan Ren kembali. Orang hilang yang semakin marak di beritakan dan tentang orang-orang tersebut yang juga sempat ia lihat bersama dengan Arisa.
"Jadi apa Arisa benar-benar terlibat?"
Pertanyaan itu kembali tersirat dalam benak Ren. Namun, jangankan untuk bisa berpikir jernih akan apa yang terjadi. Wanita itu malah kembali menghisap darah Ren.
Kali ini rasanya sangat sakit, Ren tak lagi bisa berpura-pura tenang. Namun di saat Ren hendak mendorong tubuh wanita itu kepala Ren begitu terasa sakit. Bukan karena ia yang nyaris kehabisan darah tapi Ren yang merasa kepalanya seakan mau pecah bersama dengan sepintas kenangan yang kembali terlintas di dalam kepalanya.
Di waktu yang sama pula seseorang masuk ke kamar Ren, mendobrak pintu dengan kasar dan memanggil nama Ren dengan keras.
"Reeeeen!!!!!!"