Rasa cemas menjalar ke seluruh tubuh Ren dengan cepat, bak sambaran listrik yang tak memiliki aba-aba. Debaran jantungnya juga berpacu begitu kencang. Hanya satu yang terus ia gumamkan yaitu doanya untuk keselamatan sahabat baiknya itu.
"Semoga kamu baik-baik saja. Bertahanlah, aku akan menemukanmu!"
Walau belum pasti akan kondisi sahabatnya tapi tidak menutup kemungkinan jika bisa saja hal buruk itu terjadi pada sahabatnya. Dari pada bersikap santai dan tenang menunggu, Ren tentu memilih mencari keberadaan sahabat baiknya itu.
"Aku pasti akan menemukanmu!" tekad itu membuat Ren mencari ke tempat-tempat yang biasa Jimmy kunjungi. Berharap jika Ren akan menemukan keberadaan sahabatnya.
Jimmy adalah satu-satunya sahabat yang Ren miliki. Sejak di bangku sekolah hanya Jimmy yang membantu Ren. Meski kala itu Jimmy tak bisa berbuat banyak, tapi selama Jimmy tetap di sisi Ren dan tidak meninggalkannya. Ren sudah merasa sangat terbantu dengan kehadiran sahabat yang mau mendengarkan keluh kesahnya.
Malah bisa dibilang sampai saat ini Ren juga masih bergantung pada sahabatnya itu. Ren yang pekerja lepas itu mendapat tempat tinggal gratis dari Jimmy. Sebagai gantinya Ren terkadang membayar uang listrik dan membersihkan rumah. Kebetulan Jimmy tinggal sendiri di apartemennya. Sehingga ia bisa memberikan bantuan pada Ren. Mungkin bisa dibilang seperti memberikan sewa yang sangat murah pada Ren.
Sehingga Ren yang merasa berhutang budi ini tentu saja tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada sahabatnya meski Jimmy sudah meninggalkan pesan akan pergi ke luar kota untuk beberapa hari.
"Biar deh, aku dikatain bawel juga."
Ren tak mau ambil pusing, ia tak peduli jika kelak ia mendapat ledekan dari sahabatnya itu. Bagi Ren tetap yang terpenting adalah keselamatan Jimmy. Apa lagi rasanya tidak mungkin bari Jimmy keluar kota dengan mematikan ponselnya.
Memang benar jika Jimmy biasanya sering bepergian mengingat profesinya sendiri adalah seorang fotografer. Hanya saja, tidak biasanya Jimmy tidak bisa di hubungi seperti saat ini.
"Apa mungkin dia naik pesawat?"
Pikiran Ren masih berusaha positif sambil berusaha mencari keberadaan Jimmy.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, Jimmy sama sekali tak bisa di hubungi dan Ren pun menjadi sangat resah dibuatnya.
"Jimmy masih saja tak bisa dihubungi, aku benar-benar khawatir."
Ren pun semakin bekerja keras untuk menemukan Jimmy, hingga satu-satunya hal yang menjadi petunjuk adalah sebuah kartu nama yang tersimpan di saku jaket Jimmy. Jaket terakhir yang ia kenakan sebelum mengatakan akan pergi ke luar kota.
Dengan petunjuk kecil itu pun, Jimmy mencoba mendatangi kafe tersebut. Untung saja pekerjaannya yang sering di jalanan membuatnya tidak terlihat begitu mencurigakan untuk terus berada di kafe tersebut nyaris setiap hari.
Hingga suatu hari ada sosok yang tak asing bagi Ren berada di kafe tersebut.
"Wah, Arisa.. bagaimana liburannya?" tanya salah satu pekerja di kafe tersebut.
"Huuft.. Melelahkan tapi seruuuuu!"
Sejak awal Ren memang mencurigai sosok Arisa dan saat Ren mendengar jika Arisa sempat tidak bekerja untuk liburan. Ren pun semakin mencurigai wanita itu. Apa lagi setelah menguping pembicaraan Arisa dan pegawai tersebut jika waktu kepergian Arisa berlibur sama dengan waktu menghilangnya Jimmy.
Rasa resah dan penasaran serta firasat yang kuat itu membuat Ren berusaha mendekati Arisa.
Secara kebetulan Ren yang sudah beberapa hari berada di kafe tersebut mengingat lowongan pekerjaan yang sempat ia lihat terpajang di kaca depan kafe tersebut.
"Permisi, saya melihat lowongan pekerja paruh waktu. Apa saya bisa melamarnya?"
Memberanikan diri, Ren pun menawarkan dirinya untuk bekerja di sana. Dengan mudah Ren akhirnya bekerja di kafe itu, dia bahkan sudah akrab dengan beberapa pegawai di sana.
Tentu semua pendekatannya itu ia lakukan demi mencari informasi tentang sosok Arisa. Didapati olehnya jika Arisa adalah pegawai yang sangat rajin dan bersikap ramah. Ia terlihat polos dan juga sangat manis. Semua memuji kebaikannya, kehangatan selalu ia dapatkan dengan mudah. Tak ada satu pun dari mereka yang menyadari jika Arisa tidak sepolos itu.
"Apa rekan kerjanya tak ada yang tahu Arisa adalah wanita penghibur?"
Bisa saja Arisa menutupi fakta tersebut, mengingat itu adalah pekerjaan malam dan bisa saja hanya segelintir orang yang mengetahui hal itu.
Mungkin jika Ren tidak pernah melihat Arisa bersama beberapa pria ia juga tidak akan menyangka jika wanita sepolos Arisa adalah wanita panggilan.
"Ini membuatku semakin mencurigai dirinya."
Tidak adanya yang mengetahui sosok sebenarnya dari Arisa membuat Ren merasa yakin jika wanita itu sangat mencurigakan.
Hingga suatu hari saat kafe tersebut begitu ramai dengan pengunjung. Kesibukan sudah melanda para pekerja di sana. Semua tak ada waktu untuk istirahat dan tak ada dari mereka yang berani meminta izin untuk pulang walau jatah jam kerja mereka sudah habis.
Bahkan sang pemilik kafe saja ikut kewalahan dengan hal tersebut. Untung saja para pekerja di sana di bayar per jam. Sehingga sebagian dari mereka tidak masalah mendapatkan uang tambahan. Apa lagi sang pemilik kafe juga adalah orang yang sangat baik dan ramah. Sehingga pegawai di kafe tersebut dengan senang hati membantunya.
"Aku mohon bantuan kalian. Uang lembur akan kami tambahkan dengan sedikit bonus."
"Mohon bantuannya!"
Sambil mengusap keringatnya Amara sang pemilik kafe tersebut memohon bantuan dari para pegawainya. Ia pun tak henti-henti memberi semangat dan berterima kasih pada para pekerja di kafe tersebut.
Ada sebuah konser yang diadakan dekat dengan kafe mereka. Sehingga orang-orang terus memadati kafe tersebut.
Lalu, saat kesibukan luar biasa itu menerjang. Ren secara tidak sengaja melihat gelagat mencurigakan dari Arisa.
"Arisa, aku harus mengikutinya!"
Mengabaikan pekerjaannya Ren pun langsung mengikuti Arisa yang terlihat menuju gang belakang kafe tersebut. Sambil bersembunyi di di balik tumpukan barang bekas Ren mengendap-endap memantau pergerakan Arisa dan betapa terkejutnya Ren saat melihat Jimmy lah yang akan Arisa temui di sana.
"Jimmy!"
Walau sedikit perasaan tentang Jimmy yang masih hidup. Tapi Ren tidak benar-benar merasa lega. Bagaimana pun Arisa sangat mencurigakan.
Sambil melihat keduanya dari kejauhan Ren mencoba menelepon Jimmy sekali lagi. Berharap sahabatnya itu akan mengangkat panggilan teleponnya. Namun, sama seperti sebelumnya ponsel Jimmy tidak dapat dihubungi.
"Sebenarnya ada apa?"
Ren sangat penasaran dengan apa yang sedang terjadi, apa lagi keduanya terlihat sedang bertengkar. Berselisih paham dengan ekspresi yang terlihat penuh dengan emosi.
"Jimmy, marah? Sebenarnya apa yang sedang terjadi sih?"
Tak henti rasa penasaran itu timbul di hati Ren, apa lagi setahu Ren sahabatnya Jimmy bukanlah seorang pria yang mudah marah. Jimmy selalu ramah dengan senyuman cerianya.
Rasa penasaran itu sudah sampai pada ubun-ubunnya. Tetapi Ren sadar jika ia berlari dan menghampiri Jimmy sekarang, ia tidak akan mendapatkan informasi apapun. Sehingga Ren mengurungkan niatnya dan hanya berusaha mendengarkan segala pembicaraan mereka yang sejatinya terdengar sangat samar.
"Aduh, mereka bicara apa sih?"
Suasana berisik dengan ramainya orang yang berlalu-lalang di sana membuat Ren sangat kesulitan menyaring pembicaraan Arisa dan Jimmy.
Akan tetapi, sekilas Ren mampu mendengar dengan jelas apa yang menjadi topik pembicaraan mereka.
"Sekarang mau kita apakan mayat tersebut?" teriak Jimmy yang seolah menyalahkan Arisa.
"Ma-mayat?"
Ren terkejut begitu mendengar hal tersebut. Rasanya tak mungkin sampai Jimmy terlibat dengan sesuatu yang begitu mengerikan.
Perdebatan antara Arisa dan Jimmy semakin berlanjut hingga keduanya terlihat nyaris hampir saling dorong dan Ren hanya memperhatikan hal tersebut tanpa berani mendekat. Ia bersembunyi hingga pertemuan keduanya berakhir.
Bukan karena ia tak punya nyali untuk menghampiri Jimmy dan Arisa. Hanya saja, ia harus memikirkan dengan benar apa yang harus ia lakukan. Ren tak ingin salah mengambil jalan, ia berhati-hati dalam mengambil tindakannya. Satu hal yang jelas, semua karena kecurigaannya dengan beberapa orang hilang yang ia lihat di berita waktu itu.
"Firasatku sangat kuat jika Arisa mungkin saja berkaitan dengan kasus itu."
Lalu, keterlibatan Jimmy yang membahas mayat membuatku semakin ketakutan. Aku takut jika bisa saja Arisa tidak sendirian dan yang lebih menakutkannya lagi. "Bagaimana jika ternyata Jimmy juga terlibat dengan kasus itu."
Ren tak berani mengambil kesimpulan, ia memutuskan untuk lebih mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dan berdoa untuk sahabatnya agar ia baik-baik saja. Terlalu banyak hutang budi Ren pada Jimmy yang ingin membantu Jimmy sebagai balas budinya.
"Sekarang apa yang bisa aku lakukan untuk membantu Jimmy."
Dalam waktu yang singkat itu Ren memutar otaknya sambil berpura-pura tak melihat apapun. Ren pun memutuskan seperti rencananya semula, mendekati Arisa secara perlahan.
Jujur saja, menurut Ren kepribadian Arisa yang tadi ia lihat bersama Jimmy sangat berbeda dengan apa yang Arisa tunjukkan di kafe tersebut. Arisa di kafe benar-benar seorang gadis yang lembut dan penuh senyuman polosnya.
Lantas, Ren yang menyadari keganjilan itu membuatnya sedikit berhati-hati agar tidak ketahuan niat hatinya.
"Hmm.. sini biar aku bantu!"
Ren yang sudah memulai rencananya itu mulai mendekati Arisa dengan membantu beberapa pekerjaannya.
"Jika perlahan-lahan seperti ini, Arisa tak akan menyadari niatku, kan!" benak Ren saat ia menawarkan bantuan itu.
Setelah Ren perhatikan, Arisa benar-benar dimanja oleh para pegawai kafe tersebut. Sehingga banyak yang menawarkan bantuan saat Arisa terlihat kesulitan. Terkadang memang wanita cantik selalu lebih mudah menjalani hidup saat ia kesulitan.
Semua itu membuat Ren yang juga bekerja di satu tim dengan Arisa mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk bisa mendekati Arisa, dimulai dari saling membantu dan beberapa pekerjaan ringan.
Satu lagi, Ren juga berpura-pura tidak mengenali Arisa walau beberapa waktu lalu. Arisa pernah datang ke rumah mereka karena di bawa oleh Jimmy. Syukurnya lagi, saat itu mereka hanya sempat makan bersama dan Ren memutuskan untuk bermain game di sofa mengabaikan Arisa dan Jimmy yang tampak santai dan ceria di ruang makan mereka pada saat itu.
"Aku harap Arisa tidak akan mengenali diriku sama sekali."