Aku Ingin Melakukannya Secara Sadar

1192 Kata
Mas Edgar membeliak saat aku menggenggam tangannya di depan sang kakek. "Inshaa Allah, Afifah pun bakal menyayangi dan mencintai Mas Edgar setulus hati, Kek," ucapku berusaha untuk tak peduli tentang bagaimana dia berekspresi saat ini. Pak Darma menampilkan selarik senyum menyambut ucapanku. "Makasih, Fah. Semoga rumah tangga kalian tetap rukun dan langgeng sampai maut memisahkan." "Aamiin," sahutku yang disambar tatapan tajam mata Mas Edgar saat menatapku. "Kalian main di sini, ya, sampai sore. Biar rumah ini nggak sepi," ujar Kakek secara tiba-tiba. "Tapi, Kek di rumah masih banyak pe-," ucapanku terpotong saat tiba-tiba tangan Mas Edgar membekap mulutku. "Iya, Kek. Kita bakal main di sini sampai sore, kok," balas Mas Edgar tanpa pikir panjang. Aku tak mengerti kenapa putra sulung Bu Melanie melarangku meneruskan ucapan tadi. Saat aku hendak menjelaskan pada kakek kalau di rumah masih banyak pekerjaan. Sudah terbayang olehku piring dan cucian yang menumpuk. Dan bagaimana reaksi mertua saat tahu aku tak pulang-pulang untuk menyelesaikan tugas? Rasa lapar melanda tiba-tiba. Membuatku yang duduk di samping suamiku, bergerak tak nyaman. "Kenapa, Fah?" tanya Kakek saat melihatku duduk tak tenang. Sementara Mas Edgar hanya menatapku tanpa kata. "Lapar, Kek," balasku dengan sedikit ragu dan malu-malu. Benarkah orang hamil memang cepat lapar? Tawa kakek pecah. "Fah, Fah. Kalau lapar, ya, tinggal ke dapur cari makan. Seperti di rumah orang lain saja." Aku tersenyum kecut. Merasa belum bisa menganggap rumah mewah ini bagian dari hidupku yang terbiasa hidup dalam garis kemiskinan. "Makan dulu, Fah. Kasian anak kamu," ucap Kakek saat melihatku tak kunjung beranjak dari tempat duduk. Aku mengangguk ragu menanggapi titah kakek suamiku ini. "Mumpung lagi nggak ngantor temenin istri kamu makan, Gar. Manjakan dia, buat dia nyaman karena ada darah dagingmu di dalam perutnya," pesan kakek sembari bangkit dan berjalan menuju ke halaman belakang. "Iya, Kek," balas Mas Edgar diiringi anggukan kaku. "Fah. Kalau cape, istirahat di atas, ya. Di kamar Edgar kalau dia lagi nginep di sini," seloroh Pak Darma sebelum benar-benar beranjak meninggalkan ruang tamu. Aku benar-benar merasa tersanjung dengan perlakuan pria lanjut usia, yang konon katanya sempat menaruh rasa cinta pada nenekku saat sama-sama muda dulu. Aku lantas berjalan ke dapur untuk mencari makan buat mengganjal perut. Sementara Mas Edgar menyusul langkahku di belakang. "Fah. Nggak usah jelek-jelekin mama di depan kakek." Aku cukup terkejut saat Mas Edgar tiba-tiba meraih tanganku dan mencengkeramnya erat. "Iya," balasku malas. Dasar anak mama! "Lepasin dong, Mas. Aku laper," ujarku sambil berusaha melepas pegangan tangan Mas Edgar. Dengan gugup kakak kandung Rafka melepas pegangan tangannya. "Bi, tadi masak apa? Istri aku laper," tanya Mas Edgar ketika kami sampai di dapur dan Bi Inah, salah satu ART di rumah ini tengah mengelap kompor. Aku hampir tak percaya, sebuah pengakuan saat Mas Edgar menyebutku sebagai istrinya saja bisa membuatku terharu. "Ada tumis brokoli sama semur ayam, Mas Edgar," balas Bi Inah ramah. Suamiku mengangguk pelan. Bi Inah yang telah selesai dengan pekerjaan, pamit untuk mengerjakan tugas lain. "Loh, kok kamu malah bengong si, Fah? Katanya tadi laper," tegur Mas Edgar saat melihatku masih berdiam diri pasca kepergian Bi Inah. Aku tersentak dan kemudian mengambil piring dengan cepat. Aku lantas memakan dengan lahap nasi beserta lauk-pauk yang tersedia di rumah Kakek. Mas Edgar tak berkedip melihat nafsu makanku naik berlipat ganda. Aku berhenti menyuapkan nasi saat menyadari Mas Edgar terus menatap dengan tatapan yang aneh. "Mas, nggak usah ngeliatin aku kayak gitu napa!" pintaku dengan nada sedikit kesal. "Suka-suka gue, pake mata sendiri juga, pake diatur-atur," sanggah Mas Edgar cepat. "Aku, 'kan jadi malu," rungutku dengan nada sebal. "Malu? HAHAHA." Kulihat Mas Edgar tertawa lepas. "Biasanya juga nggak malu kalau lagi ...." Mas Edgar menggantung ucapannya. Namun, aku bisa memahami ke mana arah pembicaraannya kali ini. "Emang kamu inget?" tanyaku cepat. "Kamu kan selalu ngelakuin 'itu' dalam keadaan mabuk," cibirku tanpa rasa takut. "Inget dikit," balas suamiku sambil cengar-cengir. Entah kenapa, sejak pagi tadi aku merasa sikap Mas Edgar jauh lebih hangat padaku. Apa yang terjadi sebenarnya? Usai makan dan minum suplemen penunjang kehamilan, aku berjalan ke kamar tempat di mana Kakek menginstruksikan untuk beristirahat. Dan … Mas Edgar pun menyusul langkahku? Dan yang lebih mengejutkanku suamiku tiba-tiba mengunci pintu kamar saat kami sudah sama-sama masuk ke dalam kamar. Ah! Apa yang akan Mas Edgar lakukan padaku? Apa dia ingin membalas semua tingkahku yang mengesalkan sejak pagi tadi? Hatiku makin takut dan deg-degan saat Mas Edgar memepetku sampai tubuhku rapat dengan tembok. Aku bingung harus berpegangan apa kali ini. Karena hanya tembok yang bisa kupegang saat ini. Hatiku makin tak karuan menahan rasa takut, saat Mas Edgar makin merapatkan wajahnya dengan wajahku. Hampir tak berjarak. Embusan hangat napasnya bisa kurasakan dengan jelas. "Mas, aku minta maaf karena udah bikin kamu kesel sama aku sejak pagi tadi," ucapku dengan suara bergetar. Aku takut lelaki pemabuk ini bakal mengamuk. Mas Edgar tertawa lepas melihatku yang berdiri kaku di hadapannya. "Kamu ... Aku kira kamu cewek kalem, tapi ternyata agresif juga." Mas Edgar menautkan alisnya ketika meluahkan pendapat dalam memberikan penilaian padaku. "Maksud kamu?" Ada sedikit perasaan lega yang menyelinap saat melihat wajah Mas Edgar yang berbicara tidak dengan nada kaku. "Cium-cium pipi aku depan Mama pagi tadi," ucap Mas Edgar lantas memekik kecil. Membuatku jadi semakin serba salah. "Kamu suka?" godaku sambil tersenyum nakal padanya. Melihatnya dalam keadaan santai seperti sekarang ini, membuatku tak ragu untuk menggodanya. Mas Edgar menggeleng pelan. "Masa?" Tanpa ragu, aku melayangkan kecupan di pipi kiri Mas Edgar. Mata suamiku membulat sempurna saat mungkin menyadari aku kembali bersikap agresif padanya kali ini. "Sayang. Mama kamu genit." Mas Edgar tiba-tiba bersimpuh dan berbisik di depan perutku yang beberapa bulan lagi akan semakin membuncit. Hatiku berdesir mendengar ucapan suamiku barusan. Ada rasa haru yang menyeruak secara tiba-tiba dalam d**a. Benarkah hatinya kini telah mencair? Benarkah telah ada setitik rasa untukku? Benarkah dia telah menyayangi calon anaknya? Darah dagingnya yang hadir bukan karena dilandasi rasa cinta. Air mataku menetes tak terbendung. Perasaan bahagia yang kurasa saat ini lebih menggembirakan dibanding saat aku diumumkan menjadi juara paralel saat kelulusan SMA. Tiga tahun yang lalu. "Fah." Mas Edgar bangkit dan berdiri saat menyadari aku terisak. Segera kupalingkan muka. Rasa canggung tercipta secara tiba-tiba. "Aku mau istirahat, Mas." Aku melangkahkan kaki menuju ke ranjang di kamar ini. Kamar yang rasanya dua kali lebih besar dari ruang tamu tempat tinggalku bersama nenek dulu. Aku tersentak saat Mas Edgar menahan tanganku dan memelukku dari belakang. Ia melepas di jilbab instan yang kukenakan dan melemparnya ke sofa yang letaknya tak jauh dari tempat kami berpijak saat ini. Bulu romaku seketika berdiri saat Mas Edgar mulai menyusurkan kecupan di leher. Benarkah dia telah membuka hatinya untukku? Mengingat dulu ia menikahiku cuma untuk menyenangkan hati kakeknya. "Aku ingin melakukannya secara sadar, Fah," bisik Mas Edgar di telingaku. Membuat tubuhku serasa tersengat listrik dengan tegangan tinggi. Hatiku rasa tak tenang dan jantung bertalu-talu mendengar ucapan Mas Edgar barusan. "Mas?" Aku membalikkan badan. Menatap wajah tampannya dengan sempurna. "Ya?" balas Edgar lembut dengan diiringi senyumannya yang memabukkan. "Ka-kamu … serius ingin melakukannya secara sadar?" tanyaku terbata. "Ya." Dia hanya menjawab pertanyaan dariku dengan satu jawaban singkat. Namun, ampuh membuat hatiku jadi kebat-kebit dibuatnya. Benarkah ranjang ini akan jadi pengalaman pertama untukku dan dia yang melakukannya secara sadar?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN